DENPASAR | patrolipost.com – Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri Bali Amir Yanto mengakui penyidikan 2 kasus dugaan korupsi yang ditangani Kajari Denpasar dan Badung dihentikan dengan alasan berbagai pertimbangan. Kedua kasus itu yakni dugaan korupsi sanderan Tukad Mati, Jalan Legian, Kuta, dan dugaan korupsi Yayasana Al-Ma’ruf.
Kasus sanderan Tukad Mati sempat menjadi atensi pihak Kejari Denpasar yang pada saat itu masih dikomandoi Erna Normawati Widodo Putri. Hasilnya, tiga orang yang dua diantaranya merupakan pejabat Dinas PUPR Badung dijadikan tersangka.
Namun Kejari Denpasar keok saat menghadapi praperadilan yang diajukan dua pejabat dinas PUPR tersebut. Alasannya tidak ada hasil audit kerugian negara dari lembaga resmi (BPK). Sehingga status tersangka ketiganya pun gugur.
Kasus ini kemudian sempat mendapat angin segar ketika Kejari Denpasar dibawah kepemimpinan Sila Halolongan, penganti Erna Normawati sebagai Kajari, menerima hasil Audit kerugian negera dari Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Namun sampai kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 834.835.043 sesuai audit BPKP tersebut berpindah ditangani Kejari Badung, tetap berjalan di tempat.
“Kalau untuk Tukad Mati, ada pertimbangan bahwa keruguan negara harus dihitung oleh BPK. Jadi BPK menghitung kerugian kurang lebih Rp 90 juta. Sesuai ketentuan temuan BPK ini harus ditindaklanjuti oleh inspektorat. Antara lain, kerugian Rp 90 juta itu sudah dikembalikan, kemudian bangunan yang rusak waktu itu sudah diperbaiki sehingga sudah bisa bermanfaat,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Amir Yanto, Senin (27/5).
Terkait perbedaaan hasil audit BPK dan BPKP, Amir Yanto, berdalih jika penghitungan BPKP secara total loss sehingga angkanya membengkak.
“Kita memakai BKP, waktu itu kan BPKP. Tapi dalam urusan praperadilan harus yang menghitung BPK atau atau instasi lain tetapi dibawah BPK. Tapi BPK menghitung sendiri, tapi kalau BPKP menghitung total loss. Padahal bangunan itu ada dan bisa dimanfaatkan,” tambah Amir Yanto.
Selain itu, kasus dugaan Korupsi Yayasan Al-Maruf juga dihentikan oleh pihak kejaksaan. Kasus produk Polresta Denpasar ini sempat menetapkan tiga tersangka yakni H. Muhamad Saifudin, Supeni Mayang Sari alias bu Jero dan H. Miftah Aulawi.
Kata Amir Yanto, atas dasar berbagai pertimbangan, pihak kejaksaan menghentikan penuntutan dan mengeluarkan SKP2 (surat ketetapan penghentian penuntutan) kasus yang telah merugikan negara mencapai Rp 200 juta ini. Salah satu alasan dikeluarkannya SKP2 itu adalah sudah ada pengembalian kerugian keuangan negara.
“Itu ditangani oleh Kejari Denpasar, kerugian sudah dikembalikan. Kemudian juga lebih banyak digunakan untuk kegiatan Yayasan yang lain kalau nggak salah, bukan untuk perjalanan. Jadi begini, dalam kasus korupsi kita juga jangan sampai biaya yang kita keluarkan lebih besar dari kerugian itu sendiri, kan gitu,” katanya.
“Dari hasil penelitian jaksa juga bahwa uang itu yang pada awalnya untuk jalan-jalan, tapi mungkin Ziarah nggak jadi tapi digunakan untuk kegiatan yang lebih penting,” kata Amir Yanto sembari mengaku belum menerima surat laporan resmi penghentian perkara dari Kejari Denpasar.
Untuk diketahui, kasus ini diungkap polisi berawal dari adanya dugaan tindak pidana korupsi. Yakni, dugaan terjadinya penyalahgunaan dana bantuan hibah kegiatan perjalanan ziarah Wali Songo. Selain itu soal pengadaan pakaian seragam oleh Yayasan Al-Ma’ruf Denpasar yang bersumber dari APBD Perubahan Kota Denpasar tahun anggaran 2016. (val)