SINGARAJA | patrolipost.com – Pasca putusan Mahkamah Partai, tampaknya konflik internal di tubuh Partai Golkar Bali masih tetap memanas. Ini setelah gugatan yang diajukan oleh lima Ketua DPD II Golkar yang telah dicopot jabatannya yakni Badung, Tabanan, Buleleng, Bangli, dan Karangasem, seluruhnya ditolak oleh Mahkamah Partai Golkar.
Rencananya, ke 5 mantan Ketua DPD II Golakra ini akan menempuh peradilan umum untuk melawan apa yang mereka sebut “arogansi elit di Partai Golkar”.
Lima mantan pimpinan DPD II Golkar itu adalah, Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Bangli I Wayan Gunawan, Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Karangasem I Made Sukarena, Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Badung I Wayan Muntra, Ketua DPD II Partai Golkar Tabanan Ketut Arya Budi Giri, dan Plt Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Buleleng Made Adhi Jaya.
Untuk rencana ‘perang’ itu, mereka tengah mempersiapkan materi gugatan yang akan diajukan ke peradilan umum. Diantara yang dipersoalkan yakni terkait pencopotan mereka sebagai Ketua DPD II yang dilakukan oleh pejabat dengan status Plt, yakni Ketua DPD I Golkar Bali I Gde Sumarjaya Linggih yang dinilai menyalahi aturan.
Nyoman Sunarta, kuasa hukum para penggugat, membenarkan ada upaya melanjutkan sengketa pemecatan itu ke peradilan umum. Namun ia mengaku masih belum mengetahui pasti gugatan itu akan dilayangkan.
“Memang ada (rencana gugatan), namun sementara mereka masih berkoordinasi untuk lebih mematangkan,” kata Sunarta, Jumat (29/11).
Sunarta mengatakan, langkah yang ditempuh merupakan upaya perjuangan mereka pasca dicopot dari ketua partai yang dianggap tidak prosedural. Sesuai ketentuan peraturan organisasi dan Undang-Undang No 2 tahun 2011 tentang partai politik, maka sengketa mengenai pemecatan dan pemberhentian itu harus diajukan oleh Mahkamah Partai.
Jika ada keberatan, kata Sunarta, dari pihak pemohon atas keputusan Mahkamah Partai, bisa dilanjutkan ke pengadilan umum. “Dari fakta yang ada, kami tidak melihat ada unsur untuk memberhentikan mereka karena alasan pembangkangan. Padahal mereka suarakan minta klarifikasi kapan Musdalub DPD I Golkar Bali digelar untuk memilih ketua definitif. Masalahnya semua (DPD II) minta, kenapa hanya mereka yang diberhentikan,” imbuh Sunarta.
Sunarta menilai, jika cara-cara seperti arogan itu dipakai dalam mengelola organisasi partai, maka hal ini akan membuat citra Partai Golkar semakin menurun di mata publik.
“Jika mengacu pada aturan organisasi, Musdalub Golkar seharusnya digelar 2 bulan pasca Plt ditetapkan. Mereka masih rapat, bisa jadi gugatan akan dilayangkan dalam minggu ini karena berkas sudah lengkap,” tandas Sunarta. (265)