SINGARAJA | patrolipost.com – Anggota Komisi IX DPR RI Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, bonus demografi yang selama ini menjadi peluang bagi pertumbuhan Indonesia ternyata menyimpan masalah bila tidak didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang baik. Bahkan bisa menjadi bencana jika tidak dipersiapkan dengan baik.
Menurutnya, agar bonus demografi bisa menjadi peluang bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mendidik tenaga kerja yang besar dan berkualitas. Kariyasa Adnyana menyampaikan itu saat bersama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggelar sosialisasi tentang obat dan pangan aman bersama ratusan masayarakat di Desa Petemon, Kecamatan Seririt, Buleleng, Minggu (19/03/2023).
”Kita ada surplus demografi penduduk dengan usia 15-50 tahun di atas 60 persen, tentu ini harus disalurkan dengan baik jika tidak malah akan menjadi bencana,” kata Kariyasa.
Peluangnya menurut politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu ini, ada di negara-negara yang tingkat pertumbuhan penduduknya rendah, seperti Eropa, Jepang dan Korea. Di negara tersebut banyak membutuhkan tenaga kerja akibatnya manusia lanjut usia (manula) yang tidak memiliki anak sehingga ketergantungan terhadap tenaga kerja dari Asia cukup tinggi.
“Kita memiliki kendala kalah bersaing dengan negara lain di Asean, Philipina maupun Thailand yang kuota tenaga kerjanya sudah mencapai 170 ribu. Persoalannya ada pada sumber daya manusianya dan ini yang kita garap lebih serius,” kata Kariyasa.
Solusinya, pemberian pendidikan dan pelatihan harus semakin ditingkatkan dengan lebih banyak lagi membangun balai latihan kerja. Dengan upaya itu akan ada peningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia. Supaya para tenaga kerja mampu bersaing dan mempunyai keahlian yang baik.
“Kita akan optimalkan melalui pelatihan-pelatihan dengan memberikan sertifikasi. Itu yang kita lakukan agar bisa bersaing untuk mengisi kekosongan kebutuhan tenga kerja diluar negeri oleh tenaga kerja kita,” imbuhnya.
Selain itu, kata dia, dampak dari tingginya surplus demografi, angkatan kerja ikut terdongkrak naik dan menimbulkan animo masyarakat bekerja ke luar negeri juga tinggi. Hal ini tentu akan menimbulkan adanya banyak kasus penipuan oleh agen tenaga kerja.
“Memang sering kali ada oknum maupun lembaga yang mencari keuntungan dengan tingginya angka kerja keluar negeri. Penyalahgunaan tidak menggunakan visa kerja dan hanya memakai visa holiday termasuk melakukan penyelundupan tenaga kerja,” ujarnya.
Karena itu, penertiban terhadap lembaga panyalur tenaga kerja harus segera dilakukan terutama dengan pemberian sertifikasi kelayakan untuk menghentikan adanya penipuan dalam proses pengiriman tenaga kerja keluar negeri.
”Tenaga kerja kita juga harus diberikan pemahaman jika bekerja keluar negeri melalui agen legal termasuk memiliki asuransi. Ini juga untuk memberikan perlindungan diri jika terjadi keadaan tertentu dan memiliki asuransi yang memadai untuk melindunginya,” tandas Kariyasa. (625)