JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, tak ingin berspekulasi adanya pegawai di interlanya yang membocorkan informasi penggeledahan di kantor PT Jhonlin Bratama. Pernyataan ini menanggapi Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menduga, ada pegawai KPK yang membocorkan informasi penggeledahan pada Jumat (9/4) dalam kasus dugaan suap pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Barang bukti di kantor PT Jhonline Bratama yang berlokasi di Kalimantan Selatan itu diduga dibawa kabur oleh mobil truk. Alhasil, penyidik gagal mengamankan barang bukti dalam penggeledahan itu.
“Kami tidak ingin berspekulasi terkait opini adanya kebocoran kegiatan tersebut,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Selasa (13/4).
Juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini memastikan, pihaknya akan mengusut dugaan menghalang-halangi penyidikan dalam perkara ini. Lembaga antirasuah tak segan menjerat pihak yang menghalang-halangi kinerjanya dengan Pasal 21 UU Tipikor.
Ali pun menegaskan, penggeledahan yang dilakukan tim penyidik KPK telah dilakukan sesuai mekanisme aturan yang berlaku. Penyidik telah meminta izin terlebih dahulu kepada Dewan Pengawas KPK, sebelum melakukan penggeledahan.
“Oleh karenanya kami ingatkan, siapa pun yang sengaja menghalangi penyidikan dengan antara lain diduga memindahkan bukti-bukti yang diperlukan dalam proses penyidikan ini kami tak segan terapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor,” ucap Ali.
Sebelumnya, ICW menduga, terdapat pihak di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ingin melindungi tersangka kasus dugaan suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016-2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Karena penyidik lembaga antirasuah gagal mengamankan barang bukti saat menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama pada Jumat (9/4) lalu.
“Maka wajar jika publik menduga keras ada oknum di internal KPK yang ingin melindungi pihak-pihak tertentu dalam perkara suap pajak,” cetus Kurnia.
Menurut Kurnia, dugaan adanya pegawai internal KPK yang membocorkan informasi penggeledahan bukan kali pertama terjadi. Hal serupa pernah terjadi dalam pengusutan perkara dugaan suap pengadaan paket sembako di Kementerian Sosial (Kemensos). Dia memandang, bocornya informasi penggeledahan merupakan dampak buruk berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 19 atau revisi UU KPK.
Karena dalam UU KPK hasil revisi terlebih dahulu, rencana penggeledahan harus melalui mekanisme perizinan di Dewas. Hal ini memperlambat langkah penyidik.
“Berbeda dengan apa yang diatur dalam Pasal 34 KUHAP, regulasi itu menyebutkan bahwa dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan, setelahnya baru melaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri,” tandas Kurnia.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan suap yang melibatkan pejabat pada Ditjen Pajak Kemenkeu telah naik pada tahap penyidikan. Lembaga antirasuah masih enggan membeberkan siapa pejabat Ditjen Pajak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak yang diduga terjerat dalam perkara ini Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji. Tetapi KPK masih enggan membeberkan nama tersebut yang menjadi tersangka. (305/jpc)