JAKARTA | patrolipost.com – Setelah heboh, ibu muda di Tanggerang melecehkan anaknya berusia 3 tahun, kini beredar pula video seorang ibu di Tambelang Bekasi melecehkan anaknya berusia 10 tahun. Polisi menangkap ibu berinisial AK (26), Kamis (6/6/2024) sore di kawasan Cileungsi, Bogor, Jawa Barat tak lama setelah video asusilanya tersebar.
Hasil pemeriksaan sementara AK mengaku melakukan aksi bejat itu karena diperintahkan oleh akun Facebook Icha Syakila (IS) dengan tawaran uang Rp 15 juta. Sebelumnya sekitar setahun lalu IS sudah meminta AK untuk berfoto tanpa busana dengan imbalan uang. Setelah itu IS meminta AK agar menvideokan dirinya berhubungan badan dengan anak kandung dengan imbalan Rp 15 juta.
Video itu dibuat AK akhir tahun lalu (Desember 2023) dan mengirimnya ke IS. Namun uang yang dijanjikan IS tak kunjung datang, justru video tersebut beredar di media sosial dalam beberapa hari ini. Berdasarkan video ini Polda Metro Jaya memburu AK dan meringkusnya.
Video lengkap AK yang saat pelecehan mengenakan baju orange kini tak ditemukan lagi di sosial media. Namun, rekaman audio dari video tersebut masih tersebar. Terdengar percakapan antara AK dan korban (anaknya) sebelum terjadi pencabulan.
“Mama lagi mau,” kata AK.
“Mau apa?,” tanya sang anak.
“Mau main kuda, yuk.”
Kasus Serupa
Kasus ini mendapat tanggapan dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Subklaster Anak Korban Pornografi/Cybercrime, Kawiyan.
“Saya sebagai komisioner KPAI menyatakan prihatin atas banyaknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya. Seperti yang terjadi di Tangerang Selatan, Banten, di Bekasi juga terjadi kasus serupa,” kata Kawiyan, dikutip dari Liputan6.com Sabtu, 8 Juni 2024.
Seperti yang terjadi di Tangerang Selatan, kasus ibu baju orange di Bekasi bermotif ekonomi atas permintaan seorang pemilik akun Facebook, Icha Shakila (IS).
“IS ini juga yang menyuruh pelaku di Tangerang Selatan melakukan pelecehan seksual dan merekamnya dalam bentuk video dengan iming-iming memberi uang Rp 15 juta,” kata Kawiyan.
KPAI di satu sisi menghargai kerja keras Kepolisian dalam mengungkap kasus pelecehan seksual itu dan menangkap pelakunya. Namun, di sisi lain, ada pekerjaan yang juga penting, yaitu mencari dan menangkap pemilik akun Facebook yang merupakan dalang utama.
Dua kali pemilik akun Facebook itu melakukan kejahatan siber yang menjadikan anak sebagai korban.
“Tidak tertutup kemungkinan ada kasus lain yang belum terungkap yang dilakukan oleh IS,” kata Kawiyan.
Kawiyan menambahkan bahwa Bareskrim Polri dan Direktorat Jenderal Aplikasi dan Informatikan Kementerian Kominfo harus bergandeng tangan mencari dan menangkap IS. Dan, pelaku kriminal lain yang modusnya sama dengan IS.
“Dan tidak tertutup pula, kejahatan yang dilakukan IS merupakan sebuah sindikat yang melibatkan banyak pihak,” katanya.
“Saya yakin, Bareskrim Polri dan Kominfo punya SDM atau aparat yang memadai, teknologi canggih dan otoritas penuh untuk mendeteksi semua praktik buruk di dunia maya yang menyasar anak-anak,” lanjut Kawiyan.
Regulasi yang ada seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Perlindungan Anak, dan UU Pornografi memberi mandat kepada negara, dalam hal ini Bareskrim Polri dan Kementerian Kominfo untuk menindak aksi pornografi serta pelecehan yang melibatkan anak. (*/807)