JAKARTA | patrolipost.com – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) memeriksa dua orang dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) 2015. Keduanya berinisial BS dan M menjalani pemeriksaan dengan protokol kesehatan ketat.
“Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan, antara lain dengan menerapkan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, Red.),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dilansir Selasa (1/2/2022).
Leonard menyampaikan pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar, lihat dan alami sendiri. Hal itu guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015.
Pada Jumat (28/1), Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya memanggil saksi Kominfo untuk mengetahui bagaimana peralihan kewenangan pengelolaan orbit tersebut dari Kominfo ke Kemhan.
Febrie menuturkan pengelolaan orbit itu di bawah kewenangan Kominfo. Namun sejak dialihkan, semua proses pengelolaan berada di bawah Kementerian Pertahanan.
Berdasarkan barang bukti elektronik yang diperoleh hasil penggeledahan, penyidik sedang mendalami dan melihat dari sisi sewa satelit dengan pengisian orbit milik Avanti Communication Ltd Bernama yang kemudian menggunakan Satelit Artemis. Selain itu, melalui pemeriksaan saksi, Febrie menyampaikan melalui pemeriksaan tersebut, pihaknya ingin memperdalam fungsi dan kegunaan satelit setelah melakukan pembayaran, serta memastikan apakah satelit tersebut ada manfaatnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hukum di balik proyek yang ada di Kemhan 2015. Buntut urusan itu membuat negara rugi.
“Tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara karena oleh pengadilan ini kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum, yaitu Kementerian Pertahanan pada 2015, sudah lama, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu, padahal anggarannya belum ada,” ujar Mahfud. (305/dtc)