JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan menjerat korporasi dalam kasus dugaan suap penetapan izin ekspor benih benih lobster alias benur (BBL). Dalam surat dakwaan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, PT Aero Citra Kargo (PT ACK) disebut mendapat keuntungan mencapai Rp 38 miliar dari izin ekspor benih lobster.
PT ACK dan PT Perishable Logistics Indonesia bekerjasama dalam pengiriman benih lobster dari para eksportir. Tarif ekspor BBL per ekor senilai Rp 1.800. PT ACK mendapat jatah Rp 1.350 per ekor dan PT PLI mendapat Rp 350 per ekor.
“Jika berdasarkan persidangan terungkap fakta hukum yang didukung dengan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup ada dugaan keterlibatan pihak lain baik itu orang maupun korporasi tentu akan KPK tindaklanjuti,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Jumat (16/4).
Juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini menuturkan, tim jaksa penuntut umum (JPU) akan lebih dahulu fokus dalam pembuktian dugaan suap kepada Edhy Prabowo.
“Untuk membuktikan dakwaan, tim JPU tentu akan menghadirkan saksi-saksi yang memiliki relevansi dan memaparkan alat bukti lainnya,” tegas Ali.
Dalam surat dakwaan Edhy Prabowo, PT ACK disebut mendapatkan keuntungan senilai Rp 38 miliar dalam pengiriman benih lobster dari para eksportir. Keuntungan itu diterima dari pemilik PT Dua Putra Perkasa Pratama, Suharjito dan perusahaan lainnya yang menjadi eksportir benih lobster.
Adapun Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp 25,7 milar oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.
Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI), sekaligus pemilik PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobster untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.
Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.
Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.
Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (305/jpc)