DENPASAR | patrolipost.com – Guna mengawal Munas XIII Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada) di Inna Grand Bali Beach tanggal 14-17 November mendatang, panitia Munas Kagama Bali bekerja sama dengan Kagama Komunitas Universitas Udayana gelar ReTas (Rembug Terbatas) bertempat di Kantor RAH, Jumat (8/11/2019).
Diskusi yang dihadiri oleh mantan Gubernur Bali Drs I Made Mangku Pastika MM, sejumlah praktisi, akademisi, dan mahasiswa tersebut, turut serta mengundang Direktur Eksekutif IPD (Institute for Peace and Democcracy) Drs I Ketut Putra Erawan MA, PhD dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Dr Drs I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, MSi sebagai pemantik diskusi.
Melalui diskusi bertajuk “Mengawal Suksesi 2024: Menakar Peran Politik Kagama” tersebut, Drs I Ketut Putra Erawan MA, PhD menyampaikan bahwa ia tidak setuju apabila kampus manapun termasuk Kagama menjadi partisan. Menurutnya hal tersebut menyempitkan, mengerdilkan dan memasung kampus maupun alumninya.
“Saya tidak setuju Kagama itu menjadi partisan, karena menyempitkan, mengerdilkan, dan memasung Kagama, kampus manapun saya tidak setuju menjadi partisan dan alumni manapun saya tidak setuju menjadi partisan,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan tidak ada larangan untuk menunjukkan suatu dukungan ke salah satu pihak, asal tidak kehilangan daya kritis dan fungsinya.
“Partisan itu akan memasung kampus dan alumninya paling tidak menjerumuskan kampus itu ke politik praktis,” imbuhnya.
Menurut Dr Drs I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, MSi tidak semua alumni Universitas Gajah Mada turut berperan dalam politik. Harus ada alumni Universitas Gajah Mada yang berperan mengkritisi dirinya sendiri. Sebagai pemersatu, harus ada orang yang mampu mengkritik pemerintah. Menurutnya peran universitas bukan sebagai menara gading, melainkan sebagai menara api yang mampu menerangi masyarakat.
“Gajah Mada jangan semuanya bermain politik, boleh ada politik di birokrasi, kementerian, kabinet bahkan presiden, tapi harus ada orang Gajah Mada yang legowo sendiri, tukang kritik untuk dirinya sendiri. Sebagai pemersatu, kampus adalah menara lampu atau menara api yang mampu menerangi masyarakat, bukan menara gading yang hanya dilihat saja,” ujarnya.
Tantangan terbesar Kagama saat ini adalah bagaimana lembaga tersebut bisa menyuarakan lebih besar daripada kekuasaan.
“Tantangan terbesar Kagama adalah bagaimana dia bisa menunjukkan diri sebagai sebuah lembaga yang punya kesempatan, tapi tidak tergoda pada kekuasaan, berani bersikap dan berani mengatakan dia lebih besar dari kekuasaan,” ujarnya. (cr01)