Kebun Sawit di Kawasan Hutan Lindung, Polda Riau Tetapkan 4 Tersangka

sawit 2aaaa
Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan saat merilis 4 tersangka penebangan hutan secara ilegal dan pengelolaan kebun sawit di kawasan hutan lindung, Kabupaten Kampar, Senin (9/6/2025). (ist)

PEKANBARU | patrolipost.com – Kepolisian Daerah (Polda) Riau melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) berhasil mengungkap praktik penebangan hutan secara ilegal di Kabupaten Kampar. Aparat kepolisian mengamankan empat orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Keempat orang itu diduga mengelola kebun kelapa sawit tanpa izin di dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung Si Abu, yang berada di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar. Pengungkapan kasus ini setelah aparat Kepolisian menerima aduan dari masyarakat, pada akhir Mei 2025.

Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, menjelaskan lahan yang telah dibuka dan ditanami sawit oleh para pelaku diperkirakan mencapai puluhan hektare, dengan usia tanaman bervariasi antara enam bulan hingga dua tahun.

“Para tersangka membuka dan mengelola kebun sawit secara ilegal di kawasan hutan lindung. Ini jelas pelanggaran terhadap undang-undang kehutanan dan perusakan lingkungan hidup,” kata Herry Heryawan, kepada wartawan, Senin (9/6/2025).

Ia menegaskan, Kepolisian berkomitmen tegas dalam menindak segala bentuk kejahatan yang mengancam kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam.

“Melindungi tuah, menjaga marwah, semangat yang menjadi landasan setiap langkah dalam upaya pelestarian lingkungan di Bumi Lancang Kuning,” tegas Herry.

Ia memastikan, tidak ada toleransi terhadap perusakan hutan. Menurutnya, penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan merupakan bagian dari upaya Polri menyelamatkan masa depan ekosistem dan masyarakat.

Karena itu, pihaknya berkomitmen penuh untuk menegakkan hukum secara tegas dan berkeadilan terhadap setiap bentuk perusakan lingkungan, khususnya di kawasan hutan yang memiliki fungsi lindung dan konservasi.

“Tindak pidana kehutanan bukan sekadar pelanggaran administrasi lahan, melainkan kejahatan yang berdampak sistemik terhadap ekologi, iklim, dan keselamatan generasi mendatang,” jelasnya.

Herry menekankan, upaya itu merupakan bagian dari implementasi kebijakan Green Policing, yakni pendekatan Polri dalam menjaga kelestarian lingkungan melalui fungsi preemtif, preventif, dan represif secara terintegrasi.

“Sebanyak 21 kasus kehutanan telah kami tangani sepanjang tahun 2025. Total luas lahan terdampak 2.360 hektar,” ungkapnya.

Senada, Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, mengungkapkan dalam kasus ini empat tersangka berhasil diamankan yaitu Muhammad Mahadir alias Madir (40), Buspami bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M Yusuf Tarigan alias Tarigan (50).

Mereka memiliki peran sebagai pemilik, pengelola, hingga pihak yang menghibahkan lahan melalui skema adat. Para pelaku juga menggunakan berbagai dokumen, seperti surat hibah, kwitansi jual beli, dan perjanjian kerja untuk melegitimasi aktivitas mereka.

Ade menyebut, modus operandi para pelaku dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan celah administratif di tingkat lokal.

“Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat. Tapi faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ade memastikan Polda Riau tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga pada pemutusan rantai kejahatan lingkungan secara menyeluruh.

“Kami akan terus mengejar pihak-pihak yang terlibat, termasuk aktor intelektual atau pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari kegiatan ilegal ini. Penegakan hukum di bidang lingkungan hidup harus dilakukan secara menyeluruh, berkeadilan, dan memberikan efek jera,” pungkasnya.

Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 7,5 miliar. (305/jpc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *