JAKARTA | patrolipost.com – Langkah drastis jadi pilihan Hanafi Rais, putra sulung politikus kawakan Amien Rais. Anggota Komisi Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini memutuskan mundur dari parlemen dan meninggalkan Partai Amanat Nasional (PAN), partai yang didirikan ayahnya pada awal Mei lalu.
Dalam suratnya, Hanafi mengungkap kekecewaannya atas hasil Kongres PAN di Kendari, Sulawesi Tenggara pertengahan Februari lalu yang kembali mendapuk Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum periode 2020-2025. Dia juga menyatakan tidak bisa lagi berada di dalam jajaran kepengurusan PAN saat ini karena PAN mendekat ke pemegang kekuasaan.
Belakangan loyalis Amien Rais, menyebut Hanafi yang juga Ketua Fraksi PAN DPR RI akan bergabung dengan sebuah partai baru. Partai baru ini kabarnya akan langsung dipimpin Amien Rais. Sejumlah loyalis Amien Rais yang berada di PAN diklaim akan turut bergabung.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan kehilangan Amien Rais pasti membawa pengaruh bagi PAN. Namun, menurut Adi tak akan signifikan. Alasannya pamor Amien Rais sudah tidak secemerlang masa-masa awal pendirian PAN sehingga tidak lagi jadi patron tunggal di partai itu.
“Profil Amien Rais tidak cukup kuat lagi. Kalau dulu pascareformasi sampai 10 tahun setelah reformasi, lihat PAN itu adalah Amien Rais. PAN dulu diangggap personifikasi Amien Rais. Tapi sekarang kan sudah berubah. Di Muhammadiyah dan PAN sendiri sudah banyak figur-figur kunci yang berbeda pandangan dengan Amien Rais,” ujar Adi.
Kemudian menurut Adi, sejumlah tokoh PAN kembali masuk dalam struktur partai. Seperti Soetrisno Bachir yang menggantikan Amien Rais sebagai Ketua Dewan Kehormatan PAN dan Hatta Radjasa yang menerima mandat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai.
“Dua figur ini yang bisa membuat PAN kembali pulih dari hengkangnya loyalis Amien Rais. Mengutip kata Mumtaz (Rais) hilang satu matahari maka akan muncul ribuan matahari lainnya. Dua matahari (Hatta dan Sutrisno) kan sudah kembali ke PAN,” ujar Adi yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia.
Mau tidak mau lewat partai baru yang akan didirikan, Amien dan loyalisnya pasti mengincar pemilih PAN. Namun menurut Adi, figur Amien Rais atau loyalisnya secara signifikan tak akan sanggup. Kalau tidak, nasib partai sempalan itu tak akan lebih baik dari pecahan PAN sebelumnya Partai Matahari Bangsa yang temaram.
“Kalau hanya sekedar bikin parpol baru tak terlampau sulit, yang sulit itu lolos ke Senayan karena ambang batas parlemen masih tinggi. Justru akan jadi pukulan telak dua kali kalau partai baru nantinya tak lolos Senayan. Sudah keluar dari PAN partai barunya tak lolos parlemen. Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula,” ujar Adi.
Karena itu Adi menduga, loyalis Amien Rais saat ini sedang berhitung strategi yang akan diambil karena mereka berada dalam posisi dilematis. Terutama mereka yang berada di posisi kunci sebagai anggota DPR atau diberi jabatan struktural di partai.
“Kalau Hanafi partainya gagal, dia bisa jadi rebutan di partai manapun. Tapi kalau kader yang lain, sudah mundur dari anggota dewan atau pengurus PAN akan menjadi orang yang biasa-biasa saja,” ujar Adi.
Sementara itu, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengatakan sebuah partai baru membutuhkan sokongan modal keuangan yang besar, jaringan massa, maupun karisma tokoh yang jadi faktor penarik.
“Sekarang ini mendirikan parpol tidak ada bedanya dengan mendirikan perusahaan. Perlu modal entah itu individu atau kolektif. Apakah partai baru Amien Rais sudah punya itu?,” ujar Wasisto yang sdang menempuh pendidikan lanjutan ilmu politik di Australian National University, Australia.
Kemudian syarat figur penarik massa menurut Wasisto partai baru ini juga tak signifikan. Selain profil Amien Rais yang saat ini sudah meredup sinarnya, Hanafi Rais dinilainya belum punya kemampuan atau karisma sebagai magnet politik dan jejaring politik yang kuat.
“Hanafi Rais ini ibaratnya seperti AHY. Keduanya merupakan putra mahkota. Namun demikian, Hanafi Rais ini masih tergantung pada sosok ayahnya, baik karier akademik dan non akademik,” ujar Wasisto.(305/jpc)