LABUAN BAJO | patrolipost.com – Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Negeri Manggarai Barat menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen tanah di Kabupaten Manggarai Barat. Keenam tersangka ini merupakan warga Kampung Pisang, Desa Batu Tiga Kecamatan Boleng.
Keenam tersangka yakni, Baharudin bin Makuas Seng (71), Nasarudin bin Abdul Muin (52), Hataming bin Abdul Salam (63), Ruslin bin Abdul Sa’ing (50), Hindung binti Abdul Sa’i (62) dan Sahrir Bin M Sidik alias Sahril (37). Keenam tersangka ini kemudian ditahan di sel Polres Mabar, Rabu (17/2/2021) malam.
Kepala Seksi Intelijen Kejati Mabar I Putu Andi Sutadharma SH menjelaskan, kasus pemalsuan dokumen dijadikan sebagai salah satu persyaratan pendukung dalam penerbitan sertifikat ratusan hektar lahan di Kampung Pisang, Desa Batu Tiga, Kecamatan Boleng. Kasus ini merupakan hasil penyelidikan dari Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Mabes Polri.
Berkas ke enam tersangka menurut Putu Andi telah dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung oleh Dirtipidum Mabes Polri yang kemudian diteruskan ke Kejaksaan Negeri Manggarai Barat.
“Hari ini ada tahap dua dari Mabes Polri dari Kejaksaan Agung. Ada enam tersangka dalam kasus pemalsuan surat. (Berkas) semuanya telah kami terima untuk tahap duanya dan segera kami limpahkan ke Pengadilan,” ujar Putu Andi.
Putu Andi menjelaskan, kasus pemalsuan dokumen ini merupakan hasil laporan dari seorang warga yang diketahui bernama Antonius Ali. Laporan Anton Ali ini dibuat pada bulan Februari tahun 2020 kepada Mabes Polri atas dugaan pemalsuan surat tanah dengan lokus tanah di Torong Wani, Kampung Pisang, Desa Batu Tiga.
Sebelumnya media ini pernah mewawancarai Antonius Ali terkait permasalahan ini. Saat itu, Anton Ali menjelaskan bahwa dokumen palsu yang dimaksud yakni adanya surat pelepasan hak yang dibuat tanpa sepengetahuan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yakni Camat Boleng, Boneventura Abunawan. Surat pelepasan hal ini kemudian digunakan untuk menerbitkan kurang lebih 600-an sertifikat di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Manggarai Barat.
“Diduga palsu karena alas haknya yaitu surat pernyataan pelepasan haknya tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini oleh Camat Abunawan. Camat adalah pejabat yang berwenang untuk membuat Akta pelepasan Hak Atas tanah bagi tanah – tanah yang belum bersertifikat. Semua proses sertifikat yang terjadi pada 600-an sertifikat itu tidak atau tanpa memuat tanda tangan atau tanpa sepengetahuan Camat Boleng,” jelas Anton Ali, Jumat (28/8/2020) lalu.
Masalah ini kemudian oleh Anton Ali diperkarakan di Pengadilan Tata Usaha Usaha Negeri Kupang (PTUN) Kupang pada 7 Agustus 2020. Dalam sidang ini, Hakim akhirnya membatalkan 7 sertifikat kepemilikan lahan milik warga Kampung Pisang yang telah diterbitkan oleh BPN Mabar.
“Sekarang kita mau bongkar kasus mafia tanah. Kita startnya dari Nggieng. Ada 7 sertifikat yang sudah dibatalkan oleh PTUN Kupang diputuskan tanggal 7 (Agustus 2020) kemarin. Dan ada dugaan, kepemilikan 600-an sertifikat tanah di Desa Tanjung Boleng dan Desa Pontianak juga merupakan hasil mafia tanah,” ujar Anton.
Saat itu, Anton Ali juga menduga aktor intelektual di balik dokumen palsu tersebut diprakarsai oleh mantan Kepala Desa Batu Tiga, Nasarudin.
Sementara itu, kuasa Hukum Nasarudin, Durman Paulus SH, saat diwawancarai media ini di kantor Kejari Mabar, Rabu (17/2/2021) menjelaskan, penetapan kliennya sebagai salah seorang tersangka dalam kasus ini setelah dilaporkan oleh seorang warga yang bernama Rikar Bagun. Kliennya dituduh telah memanipulasi semua dokumen tanah di Desa Batu Tiga. Kliennya dituduh telah membuat dokumen palsu atas lokasi tanah yang tidak masuk dalam wilayah kewenangan Desa Batu Tiga.
Namun menurut Durman, apa yang dilakukan oleh kliennya hanya meneruskan apa yang telah dilakukan oleh Camat Boleng sebelumnya yakni Yohanes Salam. Dalam Surat yang ditanda tangani oleh Yohanes Salam tertanggal 7 Oktober 2013, wilayah Desa Batu Tiga mencakupi anak kampung Pulau Boleng, kampung Pisang, Dongkalang, Pontianak, Pulau Medang, Pasir Panjang, Pulau Sebabi, Lohmasado, Lingko Taal dan Pepa.
“Klien saya dituduh bahwa dia mengeluarkan surat yang menurut mereka itu palsu dan bukan masuk dalam wilayahnya dia (wilayah Desa Batu Tiga). Faktanya, dia keluarkan surat berdasarkan dokumen yang ada karena melanjutkan pemerintahan sebelumnya. Dalam dokumen itu dijelaskan bahwa Kampung Pisang termasuk Desa Batu Tiga,” tutur Durman.
Durman juga menyangsikan jika Rikar Bagun, sebagai pelapor memiliki tanah di lokasi tersebut.
“Kita tidak tau apakah Rikar Bagun juga memiliki tanah di sini atau tidak, tapi Informasi yang kita dapat bahwa dia beli tanah dari tua Golo Nggieng seluas 264 hektar,” ujar Dorman.
Durman menambahkan, sebelum dilaporkan ke Mabes Polri, Rikar Bagun, melalui Kuasa Hukumnya, Antonius Ali melakukan gugatan secara keperdataan di PTUN Kupang dan menang.
Tersangka lainnya yakni Hindung binti Abdul Sa’i kepada patrolipost.com menuturkan ia mengaku kaget ketika diperiksa tim Mabes Polri karena telah menjual lahan seluas 264 hektar milik Rikar Bagun. Menurutnya, tanah warisan yang diwariskan oleh ayahnya hanya 45 hektar. Tanah tersebut juga menurutnya telah dibagikan kepada 35 orang warga. Total 45 hektar tanah Itu menurutnya telah dijual kepada seorang warga Kupang bernama Baba Yao.
“Kita ini tidak sangka orang langsung lapor kita ini. Kita ini dituduh jual tanahnya Rikar Bagun seluas 264 hektar. Kita ambil dimana tanah sebanyak itu? Sedangkan tanah kita ini cuma 45 hektar. Di dalam 45 hektar ini bukan hanya kami saja, tapi ada 35 orang hasil weki kope kita di situ, di kampung Loho Mesado itu. Saat Itu kita jual ke Baba Yao, kita jual 15.000/M². Uangnya so dah kita bagi ke 35 orang ini,” tuturnya.
Hingga saat ini, keenam tersangka ditahan di sel Polres Mabar. Para tersangka dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 juncto 55 ayat satu atau pasal 263 ayat 2 juncto 55 ayat satu dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara. (334)