DENPASAR | patrolipost.com – Kembali menggelar pameran lukisan, Art Xchange Gallery kali ini menghadirkan perupa internasional Marisa R Ng asal Malaysia. Pameran bertajuk “Table Talk: Food, Our Universal Language” ini, diselenggarakan di Kopi Bali House Sanur mulai 25-30 Juni 2022 mendatang.
Marisa menyampaikan pameran lukisan ini bertujuan untuk membuka dialog tentang warisan, ras, budaya, dan tradisi. Pameran “Table Talk: Food, Our Universal Language” akan menyajikan menu masakan multikultural karyanya bersama Chef Gabriel Pandanbuana dan Head Barista Juan Kenneth Wijaya.
Dalam pameran “Table Talk: Food, Our Universal Language”, pihaknya hanya menyiapkan 1 meja makan bundar berukuran 2 meter beserta tempat duduk hanya untuk 12 orang semalam. Yang nantinya, makanan akan disajikan di salah satu karya seninya tepat berada di tengah meja bundar tersebut. Meja bundar adalah opsi terbaik untuk penyajian hidangan dalam jumlah besar serta dapat dijangkau oleh semua orang. Terlebih, meja makan di masyarakat Asia dominan berbentuk bulat.
Disinggung terkait penggunaan meja bundar, Marisa menyebutkan ada 2 alasan yang menguatkan penggunaan meja bundar dalam pamerannya. Pertama, meja bundar dinilai mampu mendekatkan satu sama yang lainnya dan setiap orang dapat berbicara hingga tatap muka dengan mudah di sekitar meja tanpa saling berteriak. Kedua, “bulat” dalam bahasa Cina artinya (yuán) dan kata Cina untuk “reuni” adalah (tuányuán). Untuk itu, bentuk bulat melambangkan “berkumpulnya keluarga” dalam komunitas Tionghoa.
Marisa menyebutkan bahwa sebuah keluarga yang masih melakukan makan bersama akan tetap bersama. Makan di meja bundar akan menyatukan keluarga sekaligus mendekatkan banyak orang. Kata “kesatuan” dalam bahasa Cina memiliki pengucapan yang mirip dengan kata “bulat” atau “lingkaran”. Dirinya juga percaya bahwa makanan adalah bahasa universal, sedangkan meja bundar adalah suatu keharusan untuk keluarga.
“Meja bundar juga menjadi opsi untuk keluarga berkumpul, berbagi makanan, bercerita, dan menciptakan kenangan indah yang akan bertahan seumur hidup. Meja bundar akan menyatukan keluarga serta membawa orang lebih dekat. Berbagi makanan bersama tanpa memandang ras dan status di meja bundar tetap menjadi simbol sejati toleransi, kepedulian, cinta dan rasa hormat tidak hanya untuk keluarga kita, tetapi juga untuk komunitas kita, bangsa kita dan dunia,” ujar Marisa di Art Xchange di Kopi Bali House Sanur, Senin (20/6/2022).
Menurut Marisa, ini tentang bagaimana kehidupan dan generasi mendatang. Meja bundar disebut relevan, praktis dan simbolis dalam budaya di seluruh dunia. Hampir semua bisa diselesaikan di meja bundar. Meja bundar adalah tempat perayaan berlangsung. Dimana, sumpah pernikahan diumumkan di antara pasangan yang saling mencintai. Bahkan duka bagi almarhum, juga negosiasi antara mitra bisnis dan jamuan negara untuk menyambut presiden dari negara lain dan semua bisa terjadi di meja bundar yang sama.
“Ayah saya orang Cina. Ibu orang Melayu. Saya dibesarkan oleh pihak Tionghoa dalam komunitas Melayu. Tetangga saya mayoritas Melayu. Saya bangga bahwa saya dibesarkan di Malaysia, negara multi-budaya. Kami selalu mengadakan makan malam keluarga di meja bundar di rumahku. Kita semua memiliki meja seperti ini di rumah. Itu adalah simbol persatuan kita dengan keluarga kita, ini adalah tempat di mana jutaan cerita unik telah dibagikan serta mewakili perasaan dan keterikatan kita dengan keluarga dan kita,” tuturnya.
Lebih lanjut, Marisa berharap pengalaman interaksi seni sembari bersantap ini dapat menghubungkan orang-orang dalam mengeksplorasi dan berbagi serta mempelajari kebudayaan.
“Makanan adalah suatu cara dalam menyatukan negara dan budaya yang berbeda-beda,” terangnya.
Sementara Direktur Art Xchange Gallery, Benny Oentoro BA mengungkapkan belakangan ini dunia sedang kacau dilanda oleh intoleransi akibat rasisme dan agama. Bahkan sebagian besar negara tanpa menyadarinya telah membiarkan segregasi rasial antara kelompok yang berbeda berkembang. Hingga kebebasan dan kesetaraan hilang. Kemudian pada 2013, sebuah gerakan bernama Black Lives Matter dimulai untuk menyoroti rasisme, diskriminasi dan ketidaksetaraan yang dialami oleh orang kulit hitam. Sedangkan di seluruh dunia, minoritas baik itu ras, budaya atau agama juga menderita pelecehan dan intoleransi.
“Kita perlu introspeksi diri bahwa dunia ini terdiri dari ras, budaya, dan agama yang berbeda. Hanya ketika kita bersatu, saling menghormati inti dan nilai-nilai lain, kita dapat mulai hidup dalam harmoni,” ungkapnya.
Benny Oentoro menjelaskan Art Xchange Gallery dengan senang hati menyelenggarakan pameran tunggal Marisa R Ng, Table Talk: Food Our Universal Language.
“Pameran Table Talk akan membuka dialog tentang perbedaan warisan, ras, budaya dan tradisi,” sebutnya.
Pihaknya mengenal Marisa sebagai seniman abstrak ekspresionis Malaysia, memiliki latar belakang budaya campuran, dari ayah Tionghoa dan ibunya Melayu.
“Dia sangat akrab dengan budaya dan tradisi Melayu dan Cina,” tuturnya.
Bagi Benny, Pameran Table Talk: Food Our Universal Language ini relevan untuk ditampilkan di Indonesia, karena masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai ras, suku, budaya dan tradisi. Adapun tantangan yang dihadapi kali ini yakni bagaimana menjaga persatuan di antara ras multikultural yang begitu luas, dengan saling menghormati budaya dan latar belakang yang berbeda.
“Jangan sampai kita melupakan semboyan nasional kita Bhinneka Tunggal Ika yang berarti kesatuan dalam keragaman,” tandasnya. (030)