SEMARAPURA | patrolipost.com – Kepala Sekolah (Kepsek) SMA Pariwisata Saraswati Klungkung Gusti Made Subrata mengaku pasrah ditetapkan sebagai tersangka penganiaya siswi oleh penyidik Polres Klungkung, Senin (24/6). Upaya mediasi yang dilakukannya untuk menyelesaikan masalah itu dinilainya cukup, namun ditolak orangtua siswi.
Ditemui Kamis (27/6) Gusti Made Subrata mengaku angkat tangan saja dengan keputusan penyidik Polres Klungkung, karena niatnya selaku guru maupun Kepala Sekolah adalah mendidik siswa agar menjadi orang yang berguna bagi dirinya maupun masyarakat. Dirinya menganalogikan seganas-ganasnya macan dia tidak akan memakan anaknya sendiri.
Diakuinya memang mendorong saat menyuruh siswinya, Ni Komang Putri (18) ke ruang kantor guru agar tidak ribut di luar mengganggu aktifitas kegiatan pelepasan siswa akhir saat itu. Namun dia tidak memukul siswinya itu sebagaimana dituduhkan, yang dikuatkan dengan hasil visum.
Setelah kejadian tersebut dirinya memang tidak sempat lagi memperhatikan kondisi siswinya, karena saat itu tidak ada tanda luka. Mungkin itu dianggap salah, ya apa boleh buat, dirinya siap saja lalui proses hukumnya seperti apa nantinya.
“Bayangkan, saya sudah berniat baik dengan menemui orangtuanya, tapi ditolak. Sampai 5 kali dilakukan mediasi melalui perwakilan termasuk kadus, perbekel setempat, juga mentok. Ya apa boleh buat sebagai risiko jabatan seorang guru. Niat saya untuk mengubah prilakunya, tapi malah saya dipolisikan,” terangnya masgul.
Seperti diketahui setelah proses panjang, Senin (24/6) lalu Sat Reskrim Polres Klungkung menetapkan Kasek SMA Pariwisata Saraswati Klungkung I Gusti Made Suberata (58) sebagai tersangka kasus penganiayaan salah seorang siswinya, Ni Komang Putri (18). Penegasan itu disampaikan Kasat Reskrim Polres Klungkung AKP Mirza Gunawan ketika diminta konfirmasi wartawan. Menurut Mirza, Suberata disangkakan pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan dengan ancaman hukuman maksimal 3 bulan penjara.
Yang mendasari penyidik yaitu ada dua alat bukti yakni hasil visum yang menyatakan ada luka di bibir korban dengan kedalaman setengah sentimeter. Alat bukti lain, korban sendiri yang mengaku dianiaya. “Keterangan saksi lain dari guru tidak ada yang menguatkan keterangan korban ini. Saksi dari sejumlah guru tidak melihat ada darah di lokasi kejadian. Juga tidak melihat kepala sekolah melakukan penganiayaan,” beber Mirza Gunawan.
Walaupun rekaman kamera CCTV yang sempat diperiksa juga tidak terlihat adanya pemukulan langsung oleh Kepsek Gusti Made Subrata, sehingga buktinya agak sumir, walaupun benar Kepsek mendorong korban masuk ke ruang TU dan akhirnya korban terjatuh yang diduga menjadi penyebab luka bibirnya.
“Ini sebagai pembelajaran bagi para guru. Kita tau niatnya baik, boleh melakukan pembinaan, tapi tidak boleh sampai kasar. Penetapan tersangka ini juga sebagai jawaban kepastian hukumnya,” ujar Mirza bijak. (ana)