Kericuhan dan Penutupan Internet Mewarnai Penghitungan Suara Pemilu di Pakistan  

pemilu
Polisi berjalan melewati orang-orang yang mengantri untuk memberikan suara mereka di luar tempat pemungutan suara di Peshawar, Pakistan. (ist)

ISLAMABAD | patrolipost.com – Pakistan mulai menghitung suara setelah pemungutan suara berakhir pada Kamis (8/2/2024) dalam pemilihan umum yang diwarnai oleh serangan militan dan penghentian layanan telepon seluler, dan pihak berwenang mengatakan bahwa sedikitnya sembilan orang tewas di seluruh negeri.

Melansir reuters, pemungutan suara tersebut diadakan ketika negara Asia Selatan tersebut berjuang untuk pulih dari krisis ekonomi, Di sisi lain, negara tersebut bergulat dengan meningkatnya kekerasan militan dalam lingkungan politik yang sangat terpolarisasi.

Saluran TV diperkirakan akan membuat proyeksi hasil pertama beberapa jam setelah penutupan pemungutan suara pada pukul 5 sore (12.00 GMT).  Gambaran yang jelas kemungkinan akan muncul pada hari Jumat (9/2/2024) pagi karena penghitungan terus berlanjut sepanjang malam.

Banyak analis yakin pemungutan suara tersebut mungkin tidak menghasilkan pemenang yang jelas.

Ribuan tentara dikerahkan di jalan-jalan dan tempat pemungutan suara di seluruh negeri dan perbatasan dengan Iran dan Afghanistan ditutup sementara karena keamanan ditingkatkan untuk memastikan pemungutan suara yang damai.

Meski pengamanan ditingkatkan, sembilan orang, termasuk dua anak-anak, tewas dalam ledakan bom, serangan granat, dan insiden penembakan.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan pihaknya mengambil langkah pengamanan setelah sedikitnya 26 orang tewas dalam dua ledakan di dekat kantor kandidat pemilu di provinsi barat daya Balochistan pada hari Rabu (8/2/2024). ISIS kemudian mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Korban pada hari Kamis termasuk lima polisi yang tewas dalam ledakan bom dan penembakan terhadap patroli di daerah Kulachi di distrik Dera Ismail Khan di Barat Laut. Dua anak tewas dalam ledakan di luar TPS perempuan di Balochistan.

Mohsin Dawar, seorang kandidat dari Waziristan Utara yang merupakan sarang pemberontak di Barat Laut Pakistan mengatakan dalam suratnya kepada Komisi Pemilihan Umum Pakistan (ECP), bahwa beberapa TPS di daerah pemilihannya diambil alih oleh “Taliban” lokal yang mengancam petugas pemungutan suara dan penduduk setempat.

Belum ada konfirmasi langsung dari komisi pemilu atau pasukan keamanan terkait laporan tersebut.

Terlepas dari kekhawatiran keamanan dan cuaca musim dingin yang sangat dingin, masyarakat mengantre di TPS beberapa jam sebelum pemungutan suara dimulai.

“Negara sedang dipertaruhkan, kenapa saya harus datang terlambat?”  kata Mumtaz, 86 tahun, seorang ibu rumah tangga yang satu dekade lebih tua dari Pakistan saat dia mengantre di Islamabad.

Meminta Hapus Kata Sandi Wifi

Tindakan untuk menutup jaringan seluler ini memicu kritik dari para pemimpin partai oposisi, dimana Bilawal Bhutto Zardari dari Partai Rakyat Pakistan, putra mantan perdana menteri Benazir Bhutto yang berusia 35 tahun, menyerukan “pemulihan segera” terhadap jaringan yang ditangguhkan.

Amnesty International menyebutnya sebagai “serangan terang-terangan terhadap hak kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai”.

Ketua Komisioner Pemilihan Sikandar Sultan Raja mengatakan keputusan mengenai jaringan seluler dibuat oleh “lembaga hukum dan ketertiban” setelah kekerasan pada hari Rabu dan komisi tidak akan campur tangan dalam masalah ini. Tidak ada kabar kapan jaringan akan dipulihkan.

Partai Tehreek-e-Insaf (PTI) mantan Perdana Menteri Imran Khan yang dipenjara, dalam sebuah postingan di X, meminta orang-orang untuk menghapus kata sandi dari akun Wifi pribadi mereka “sehingga siapa pun di sekitar dapat memiliki akses ke internet pada hari yang sangat penting ini,” tulisnya.

Pejabat ECP mengatakan mereka menerima beberapa keluhan dari masyarakat yang tidak dapat menemukan TPS mereka karena pemadaman internet.

“Komunikasi dengan pemilih dan pihak lain sangat sulit… kami menghadapi begitu banyak masalah akibat penutupan internet,” kata Mehmood Chaudry (50), seorang guru sekolah yang memberikan suaranya di kota Rawalpindi. (pp04)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.