Kisah Heroik Seorang Ayah Selamatkan 2 Anaknya dalam Musibah Perahu Nelayan Tenggelam di Labuan Bajo

nelayan (3)
Momen saat Aco berjuang memastikan kedua anaknya tetap berada di permukaan air saat terombang ambing di Perairan Selat Lintah selama sekitar 4 jam. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Baru-baru ini, warga Labuan Bajo kembali dihebohkan dengan peristiwa kapal tenggelam. Namun, kali ini bukanlah menimpa kapal yang ditumpangi wisatawan, melainkan sebuah perahu nelayan asal Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Perahu nelayan yang dikemudikan oleh Aco (37), bersama kedua anaknya, Muhamad Ibrahim (11) dan Abdul Rahim (9) serta adik iparnya, Ucok (23) tenggelam di sekitar perairan Siaba, Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Minggu (30/6/2024) siang.

Bacaan Lainnya

Ditemui di kediamannya pada Jumat (5/7/2024), Aco menuturkan tak menyangka jika rutinitasnya melaut pada hari itu akan berakhir buruk. Tak ada pula pertanda bahwa cuaca tak akan bersahabat pada hari itu. Bersama Ibrahim, Rahim dan Ucok, mereka berangkat melaut pada pukul 10.00 Wita dari bibir Pantai Gorontalo.

Menggunakan sebuah kapal/perahu kayu dengan lebar 1 meter 40 centimeter serta panjang 13 meter lebih yang disertai dengan 2 unit mesin jenis Jiangdong dan Dongfeng dengan kapasitas masing – masing 24 PK, mereka berangkat menuju Pulau Sebita dengan rencana perjalanan selama 3 hari untuk mencari ikan.

Namun petaka mulai datang ketika perjalanan sudah ditempuh selama 1 jam lebih. Cuaca yang awalnya baik – baik saja tiba – tiba berubah menjadi buruk. Saat itu kapal yang mereka gunakan tengah melintas di antara perairan Pulau Siaba dan Pulau Penga Kecil.

“Awalnya ombaknya biasa – biasa saja tidak terlalu besar, makanya kami berani terus berlayar. Begitu sampai antara Siaba dan Penga Kecil tiba – tiba ombaknya besar dan arus kencang,” tutur Aco.

Menjelang sampai ke tempat tujuan yang ditempuh kurang 30 menit lagi membuat Aco selaku juru mudi mencoba melewati ombak besar tersebut. Namun tiba-tiba tali kemudi kapal putus, kapal kehilangan arah dan terbawa arus.

Saat sedang terbawa arus, kapal kehilangan keseimbangan ketika dihantam ombak besar dan menyeret mereka ke dalam pusaran air hingga menyebabkan badan perahu terbelah dua dan buritan kapal tertarik ke dasar laut menyisakan bagian anjungan kapal di atas permukaan air. Saat itu, mereka pun turut tercebur ke dalam laut.

Tak panik, Aco pun berusaha membawa kedua anaknya naik ke permukaan dan sempat mencoba melepaskan ikatan tali sampan yang terikat pada badan kapal yang tenggelam.

“Begitu kami tenggelam kami buka tali sampan untuk menyelamatkan diri, begitu tali sudah dibuka, saya dan Ucok sama sama menaikkan Rahman dan Rahim ke anjungan perahu,” tutur Aco.

Namun cobaan kembali datang ketika kayu penyeimbang perahu yang digunakan sebagai tempat bertumpu patah sehingga perahu tersebut kehilangan keseimbangan dan mulai kemasukan air. Aco meminta Ucok menyelam untuk kembali mengikat tali ke anjungan perahu agar tidak terbawa arus.

Setelah itu Ucok naik ke permukaan dan bersama Aco berusaha mengeluarkan air dari dalam perahu namun usaha mereka gagal karena perahu sudah dipenuhi air dan menyebabkan perahu tenggelam dan kembali mereka harus terseret arus yang kencang bersama bagian anjungan perahu. Mereka pun harus kembali tercebur ke laut.

“Saat hanyut itu ketemu lagi sama arus yang berputar dan ombak besar, jadi itu perahu tenggelam ke dasar laut. Setelah itu kami terpencar dan mencari keselamatan masing masing. Si Rahman dia pegang box dan saya pegang Rahim dan peluk terus biar tidak lepas karena dia tidak bisa berenang, ditambah memang kondisi tubuh dia yang separo tubuh bagian kanannya lumpuh”

“Tidak lama kemudian perahu yang tenggelam itu naik lagi ke permukaan air. Setelah itu kami berpegangan di perahu. Namun dalam hitungan menit, arus kencang muncul lagi dan ombak besar membuat perahunya tenggelam lagi. Kami Kembali berenang mencari pegangan untuk bertahan di permukaan. Begitu terus selama beberapa jam, sampai akhirnya kami diselamatkan oleh speed boat Sea Zaydan,” lanjut Aco.

Diantara mereka berempat, hanya si kecil Rahim yang tidak bisa berenang. Dengan kondisi keterbatasan fisiknya yang lumpuh sebelah, ia hanya berharap pada genggaman tangan kanan ayahnya agar tetap berada di permukaan. Diceritakan Aco, kondisi tubuh bagian kanan Rahim yang lumpuh dikarenakan musibah yang dialaminya saat masih berusia 6 tahun.

Pada tahun 2021 yang lalu, Rahim mendapatkan kecelakaan parah. Ia ditabrak oleh sebuah sepeda motor saat sedang bermain di trotoar depan rumahnya. Akibat tabrakan itu, Rahim menderita luka yang cukup serius pada bagian kepalanya. Ia menjalani perawatan intensif di salah satu rumah sakit di Labuan Bajo dan mengalami koma selama 4 hari.

Saat itu Rahim dianjurkan untuk dirujuk ke rumah sakit di Bali, namun karena kondisi ekonomi yang sulit, kedua orangtuanya memutuskan untuk merawat Rahim di rumah dengan metode pengobatan tradisional. Di usianya yang ke 9 tahun ini, Rahim pun masih menjalani pengobatan alternatif dan terapi. Kelumpuhan yang dialami juga membuat Rahim kesulitan untuk berjalan secara normal.

Sebelum musibah perahu tenggelam ini pun Rahim memang tidak memiliki keinginan untuk ikut bersama ayahnya mencari ikan. Namun pada hari itu ia bersikeras agar ikut melaut dikarenakan sang Kakak, Rahman yang tengah libur sekolah memilih menemani ayahnya ikut mencari ikan. Meski sudah dilarang oleh ibunya, namun Rahim bersikeras untuk ikut dan karena tidak tahan dengan tangisannya, Ia pun diizinkan menemani ayahnya bersama kakaknya.

Sebelum ditolong crew kapal Sea Zaydan, keempatnya terombang ambing di tengah lautan selama hampir kurang lebih 4 jam. Selama waktu itu, mereka terseret arus yang cukup jauh dari posisi awal kejadian kapal mereka tenggelam. Saat itu mereka ditemukan speedboat Sea Zaydan di sekitar perairan Selat Lintah Batu Tiga.

“Jauh sekali (terbawa arus), karena kami tenggelam sekitar 500 meter dari Tanjung Siaba, begitu ada bantuan yang tolong kami, ketemunya di perairan Batu Tiga Selat Lintah itu,” ucap Aco.

Sebagai seorang kepala keluarga, Aco memiliki tanggung jawab untuk memastikan kedua anaknya dan adik iparnya tetap berada di permukaan selama 4 jam. Kondisi yang dialami saat terombang ambing pun tidaklah mudah.

“Jadi kondisinya itu, setiap selang 3 menit anjungan perahunya ini masuk ke dalam air dan selang tiga menit kemudian muncul lagi ke permukaan. Setiap dia muncul, kami akan berenang ke arah kapal (anjungan) untuk pegangan. Tapi tak lama kemudian anjungan ini masuk lagi ke dalam air sehingga kami harus cari kayu – kayu lain yang ada di situ untuk jadi pegangan,” kata Aco.

“Saat itu saya selalu berusaha untuk memegang kuat anak saya yang bungsu ini agar tetap selamat karena dia tidak bisa berenang. Beda dengan anak yang satunya Si Rahman bisa berenang dan dia juga bertahan dengan memegang box yang ada. Saya juga memastikan (posisi) kami saat terombang-ambing tidak jauh satu sama lain sekitar jarak satu meter,” ungkapnya.

Aco menceritakan perjuangan untuk bertemu kapal Sea Zaydan juga tidaklah mudah. Saat itu, speedboat Sea Zaydan tengah melakukan perjalanan wisata dari Pulau Komodo ke Labuan Bajo. Saat melihat kedatangan speedboat Sea Zaydan dari kejauhan, Aco memberikan bajunya ke Rahman dan memintanya untuk naik ke atas anjungan kapal lalu mengibaskan bajunya memberi isyarat meminta pertolongan kepada speedboat Sea Zaydan.

“Kebetulan saat itu mereka baru pulang dari Pulau Komodo menuju Labuan Bajo. Saat itu kami lihat haluan kapalnya ke arah kami, sekitar 50 meter. Rahman saya suruh naik ke anjungan dan saya buka baju menggunakan baju saya untuk memberi isyarat pertolongan, setelah tiga kali lambaian akhirnya dilihat oleh crew kapal Sea Zaydan,” ungkapnya.

Tak lama berselang setelah keempatnya berhasil dievakuasi oleh crew kapal Sea Zaydan, kapal Basarnas pun muncul dan membawa mereka ke pelabuhan Marina Labuan Bajo.

Sang Istri Ikut Mencari

Selain perjuangan Aco menyelamatkan kedua anak serta adik iparnya, adapula perjuangan sang istri  Haswati (37). Saat mendengar kabar dari suaminya bahwa kapal yang ditumpangi tenggelam, Haswati  sempat tidak percaya dan mengalami shock berat. Sempat terdiam sesaat, Haswati pun memberanikan diri untuk ikut mencari keberadaan suami, anak anak serta adiknya. Haswati bahkan meminjam perahu milik nelayan sekitar untuk ikut ke tengah laut guna memberikan pertolongan.

“Saat itu saya sedang duduk di rumah kebetulan lagi pegang HP, kemudian Hp bunyi dan lihat ada telepon dari bapak, saya angkat dan saya langsung dengar suara bapak: kami tenggelam! Bapak kemudian video call sambil bilang kami tenggelam dan tunjukkan kapalnya yang sedang tenggelam, melihat itu saya langsung shock, terdiam,” ujarnya.

Sebelum perahu yang dikemudikannya tenggelam, Aco menyebut memang sempat menghubungi istrinya untuk meminta pertolongan. Namun panggilan itu tidak berlangsung lama karena kapal mereka keburu oleng dan tenggelam. Sejumlah barang bawaan termasuk handphonenya ikut tenggelam.

Haswati mengakui, sempat merasa putus asa ketika usaha pencarian yang dia lakukan bersama keluarganya dengan menggunakan kapal nelayan sekitar tidak membuahkan hasil.

“Di situ kami cari – cari tapi tidak ketemu. Saya sudah putus asa, yang ada hanya gelombang, dalam hati saya sempat bilang kalau saya tidak ketemu biar saya juga ikut tenggelam, tubuh saya lemas,” paparnya.

Namun mendengar suara kapal Basarnas yang melintas dari kejauhan membangkitkan kembali harapan dan keyakinan Haswati bahwa suami dan anak – anaknya masih hidup dan sudah ditemukan dalam keadaan selamat.

“Namun tidak lama berselang saya dengar suara speed Tim SAR, saya lihat dan berharap mudah mudahan mereka ditemukan. Setelah itu saya lihat dari kejauhan saat Tim SAR pulang ada anak dan suami saya di kapal Tim SAR. Disitu saya bahagia sekali,” ucapnya.

Bersama suami, kedua anaknya dan adiknya, Haswati akhirnya turut dievakusi tim SAR Labuan Bajo menuju Pelabuhan Marina Labuan Bajo.

Aco dan keluarganya merasa bersyukur usai selamat dari maut yang hampir merenggut nyawa mereka. Mereka mengucapkan terimakasih atas semua upaya pertolongan yang diberikan kepada mereka.

Meski selamat dari maut namun kini Aco dan keluarganya harus kembali memikirkan cara bertahan hidup selanjutnya mengingat perahu yang tenggelam adalah satu satunya tumpuan untuk mencari nafkah. Selain itu, tidak sedikit pula biaya yang dibutuhkan untuk membuat kapal baru. (afri magung)

Pos terkait