DENPASAR | patrolipost.com – Galeri Zen1 Kesiman menghadirkan dua pelukis muda dalam satu pameran kolaborasi bertajuk ‘Memories Dreams and Reflections’. Dua perupa jebolan ISI Yogyakarta itu yakni, I Made Dabi Arnasa dan I Made Surya Subratha. Dua pelukis itu memberikan nuansa berbeda dari karya yang diangkat dalam pameran tersebut.
Dabi Arnasa menampilkan karya rupa yang mengeksplorasi mimpi. Ia mengimajinasikan gambaran mimpi yang masih diingatnya menjadi lukisan yang unik.
Seperti karya dengan judul ‘Hungry Primates’. Mimpi masa kecil yang masih tergambar membuat kegelisahan tersendiri sampai dewasa. Ketakutan dikerumuni kawanan kera juga masih dirasakan.
“Ini menggambarkan ketakutan saya, dan akhirnya saya mengerti bahwa ketakutan itu hadir untuk memberi dorongan hidup. Tanpa ketakutan kita akan berhenti di satu tempat dan tidak bergerak,” kata Dabi, Sabtu (4/2/2023).
Hal yang sama juga muncul dari lukisan bertajuk ‘The Hunter’ yang mengisahkan tentang pemburu babi hutan maupun ‘The Fisher’. Lukisan-lukisan itu banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Bukan hanya memvisualisasikan gambaran mimpi yang dialaminya, Dabi juga membuka ruang interaktif di akun Instagram miliknya, untuk followers yang menceritakan mimpinya. Dia akan mengimajinasikan mimpi itu menjadi lukisan.
“Saya bukan menerjemahkan tapi mencoba menggambarkan mimpi orang lain melalui imajinasi,” ujarnya.
Sedangkan I Made Surya Subratha menampilkan karya seni instalasi melalui media Terakota. Tembikar dari tanah liat itu disusun sedemikian rupa menyerupai sarana pemujaan.
Surya mengatakan, karya yang ditampilkan merupakan eksplorasi lingkungan sekitar. Benda-benda yang dilihatnya mampu menghadirkan kesadaran.
“Jika direnungkan, benda-benda memiliki sisi nilai kesadaran,” ujarnya.
Terakota itu kerap dilihatnya ketika melintas di wilayah Desa Kapal, Kabupaten Badung, Bali. Pedagang tembikar biasa mendisplay dengan cara ditumpuk.
“Karya saya ini merupakan refleksi diri dengan harapan melalui benda-benda yang mudah ditemui di lingkungan kita ini, akan memberikan kesadaran baru,” jelasnya.
Dalam karya seni instalasinya, Surya seakan tengah menterjemahkan makna sufi dalam sebuah yadnya atau keikhlasan dalam berkorban. Usaha manusia dalam mendekatkan diri kepada Sang Pencipta ditampilkan dalam karya berjudul ‘The Prayer’.
Sementara itu, Direktur Galeri Zen1 Nicolaus F Kuswanto berpendapat, dua seniman asal Bali terpengaruh urban yang berbeda. Satu tinggal di Bali, sedangkan satu lagi di Yogyakarta.
“Mereka tumbuh dengan ciri khas masing-masing, dan sangat menarik,” ungkapnya.
Nico mengisahkan, ia bertemu Dabi di event Artjog, Yogyakarta. Diakui, karya Dabi sangat original dengan sentuhan Bali yang sangat kuat.
Bahkan, di ruangan Galeri Zen1 Kesiman, Second Floor Coffee, juga terpajang sejumlah karya Dabi Arnasa salah satunya, lukisan berjudul ‘Don’t Go Superman’.
“Aku langsung tertarik, karena karyanya menceritakan tentang mimpi dan mampu diimajinasikan dengan gaya lukisan yang khas,” kata Nico.
Sedangkan Surya Subratha, kata Nico, karya seni instalasinya sarat dengan pesan-pesan spiritual. Karya berjudul ‘The Prayer’ seolah jadi refleksi tentang hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia alam (Tri Hita Karana).
“Buat aku, mereka berdua mempunyai orisinalitas. Itu kesan pertama yang ada dalam penglihatanku,” kata Nico.
Sementara, kurator lukisan Dwi S Wibowo menuturkan, Surya dalam pameran ini mengeksplorasi benda-benda dipadu dengan goresan cat acrylic.
“Walaupun ada lukisan, Surya mengekpresikan bentuk tidak persegi lagi, tapi mengadaptasi bentuk-bentuk lain. Dalam karya instalasinya, mengombinasikan terracotta dengan bentuk lain,” kata Dwi.
Sedangkan Dabi, kata Dwi, karyanya layaknya tiga dimensi yang memisahkan pengalaman mimpi sehari-hari dengan apa yang ada di dalam lukisannya.
“Apapun yang ada dalam lukisan Dabi ini, itu adalah mimpi. Dia menciptakan batasan itu,” terang Dwi. (pp03)