BADUNG | patrolipost.com – Indonesia memiliki hutan mangrove yang terbilang cukup luas dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Merujuk pada data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diunggah kumparan.com total luas hutan mangrove di Indonesia tercatat seluas 3.364.087 hektare.
Namun, seiring berjalannya waktu mangrove di Indonesia mengalami penurunan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2020 melakukan ekspose data terkait kondisi mangrove di Indonesia, mereka menyebutkan jika dalam rentang waktu 1980 hingga 2020 luas hutan mangrove berkurang cukup drastis.
Tercatat pada tahun 1980 luas hutan mangrove mencapai 9,36 juta Ha lalu pada tahun 2020 menyusut 3,31 hektare. Lalu melihat penampakan mangrove saat ini persentase yang kondisinya baik saat ini mencapai 80,74 persen dan sekitar 19,26 persen mangrove dalam kondisi kritis.
Menurut Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BGM) Hartono jika kondisi mangrove saat ini tengah mengalami penurunan hampir ribuan hektare setiap tahunnya. Diproyeksikan pada tahun 2024, Indonesia akan kehilangan hutan mangrove yakni sekitar seluas 104.450 hektare, dan pada 2030 sebesar 261.000 hektare, dengan rincian rata-rata kehilangan sekitar 26.100 hektare per tahun.
Mangrove di Bali, tidak hanya menyajikan pemandangan eksotis yang menjadi daya tarik pariwisata. Keberadaan hutan mangrove menjadi sangat penting karena dapat memberikan banyak manfaat untuk kelangsungan hidup manusia di sektor lingkungan, hutan mangrove dapat menyerap karbon, mencegah intrusi laut, erosi dan abrasi pantai, peredam tsunami. Dengan adanya perubahan fungsi hutan mangrove di beberapa daerah, pulau ini menghadapi resiko kehilangan daya tarik wisata yang unik dan tak tergantikan.
Yayasan Cahaya Cinta Kasih (YCCK) melihat isu ini dan menggelar SOUL Action yang dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2023. Dalam kolaborasi bersama KAGAMA Bali dan Kelompok Nelayan Wana Segara Kertih, masyarakat lokal diajak untuk ikut serta dalam upaya nyata mencintai bumi.
Dengan menanam 5000 bibit mangrove di Teluk Benoa dan di Pantai Kedonganan. Inisiatif ini tidak hanya menciptakan keindahan pemandangan, tetapi juga menekankan peran krusial mangrove sebagai penyangga alam dari abrasi pantai.
Adek Dharana Wati, sebagai ketua YCCK menyampaikan, SOUL Action kali ini bukan hanya tentang menanam bibit mangrove, melainkan sebuah tindakan nyata untuk mengutarakan rasa terima kasih kepada bumi dengan menjaga kelestariannya untuk anak dan cucu kita nantinya.
“Selain memberikan dampak positif bagi alam, SOUL Action ini juga memberikan dampak positif bagi sektor pariwisata dan ekonomi masyarakat lokal, terutama bagi Kelompok Nelayan Wana Segara Kertih. Salah satu perwakilan kelompok mengungkapkan kebanggaan mereka dalam berperan aktif menjaga kelestarian alam sambil tetap menjalankan profesi sebagai nelayan,” katanya, Minggu (10/12/2023).
Mitra kolaborasi, KAGAMA Bali, mengapresiasi komitmen semua pihak dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam. Program SOUL Action ini memberikan contoh nyata bahwa pembangunan dan pelestarian alam dapat berjalan seiring.
“Ini sejalan dengan tema yang diangkat oleh KAGAMA yaitu ‘merti bumi ambangun nagari, menumbuhkan kesadaran untuk melakukan pembangunan tanpa mengabaikan keseimbangan alam,” pungkas Adek Dharana Wati.
Dengan terlaksananya SOUL Action ini, YCCK dan mitra kolaborasinya mengajak semua pihak untuk terus mendukung upaya pelestarian alam, menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove demi kesejahteraan bersama. (wie)