GIANYAR | patrolipost.com – Lomba baleganjur memang selalu menjadi salah satu primadona yang dinanti masyarakat di setiap pagelaran Pesta Kesenian Bali (PKB). Terbukti, ribuan masyarakat tetap setia menanti para wakil daerah untuk beratraksi di atas panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center), Jumat (21/6/2024) malam.
Salah satunya duta Kabupaten Gianyar yakni Komunitas Seni Gelung Agung, Desa Tampaksiring, menyajikan garapan baleganjur berjudul “Pacek Poleng” dalam gelaran wimbakara (lomba) Baleganjur Remaja.
Garapan tersebut terinspirasi dari catatan Batur Kalawasan, yang mengisahkan kerajaan Bali kuno pernah menancapkan tonggak kegemilangan dengan menata kembali harmoni kehidupan di tengah kehancuran.
Kerajaan Bali kuno di bawah kepimpinan Sri Maharaja Masula Masuli, raja kembar buncing keturunan Sri Jaya Kasunu, dengan perkasa berhasil membangkitkan kembali kebesaran kerajaan Bali kuno yang sebelumnya sempat kelam karena kegagalan masa lalu. Perpaduan kekuatan rwa bhineda semakin dahsyat, jika perbedaan itu disatukan dalam satu mimbar presadaning jnana.
Perpaduan suradiraning purusa predana, cetana acetana, lanang wadon, tak akan mampu ditandingi siapapun.
Pacek Poleng merupakan ungkapan ekspresi susrusa bakti yang ditujukan untuk kebesaran Sri Maharaja Masula Masuli, yang telah menegakkan kembali Bali Dwipa Jaya kala itu hingga terwarisi sampai saat ini. Sekaligus menginspirasi untuk dijadikan judul karya baleganjur yang mengedepankan harmoni serta karakter kekuatan roh purusa predana, lanang wadon yang dijiwai oleh kemasyuran Sri Maharaja Masula Masuli.
“Pacek” berarti tapa, dan juga bermakna penekek atau penguat. Karena sejatinya raja kembar buncing memiliki kekuatan sempurna karena hasil semadi dan akhirnya menjadi kekuatan Bali. Sedangkan kata “Poleng” lebih kepada pemaknaan dan penamaan karakter rwa bhineda antara hitam dan putih, lanang wadon, yang akan memiliki kekuatan sempurna jika selalu bersatu. Karena disitulah prebawa, tenget, srepet dan keagungan bersemayam.
Filosofi inilah yang kemudian melahirkan gending baleganjur berjudul Pacek Poleng, yang agung, dinamis dengan permainan tempo terjaga, serta sentuhan olah vokal niyasa keagungan sang tedung jagat Bali. Semuanya ditata dan dibangun dengan pola tradisi tri angga yaitu pengawit, pengawak dan pengecet. (kominfo)