MANGUPURA | patrolipost.com – Sebanyak 13 negara menghadiri Konferensi Internasional ke-4 bidang Integrated Coastal Management (ICM) & Marine Biotechnology 2023 di Bali yang digelar pada 12 hingga September 2023.
Rektor IPB University Arif Satria saat membuka kongres yang mengusung tema ‘Good Practices and Innovations Toward Blue Carbon’ mengungkapkan, salah satu perwujudan visi Negara Nusantara 2045 adalah dengan memperkuat connectivity atau hubungan antar pulau dengan jejaring laut.
Agromaritim dianggap konsep tepat untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Keterhubungan pulau dengan jejaring laut disebut akan memberikan manfaat ekonomi jangka panjang dan berkelanjutan.
Arif Satria mengatakan, agromaritim bukan sekadar simbol namun jadi ruang ekonomi yang berdaya saing.
“Solusi awalnya harus ada integrasi tata ruang di laut dan darat. Karena apa yang dilakukan di darat akan berdampak di laut, begitu pula sebaliknya,” kata Arif Satria di Kuta, Badung, Bali, Selasa (12/9/2023).
Ia menambahkan, persoalan di hulu harus diatasi secara terintegrasi dan lintas wilayah. Ia menyebutkan, selama ini sumber daya yang ada dikelola berbasis administrasi bukan ekologis.
“Padahal, sebut saja, sungai itu nyambung dan tidak bisa dibagi-bagi secara administrasi, seharusnya pengelolaannya dilakukan secara ekologis,” jelasnya.
Persoalan terkait ekonomi biru itu dibahas dalam pertemuan tahunan Integrated Coastal Management (ICM) & Marine Biotechnology di Bali, 12-13 September 2023.
Kegiatan yang diselenggarakan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB University, ATSEA, Archipelagic & Island States Forum, dan DAAD ini, dihadiri oleh 13 negara yakni Timor Leste, Australia, Fiji, Madagaskar, Philipina, Vietnam, China, Indonesia, Australia, Argentina, Papuna Nugini, Malaysia, dan Thailand.
Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB University Yonvitner mengatakan, saat ini masih banyak tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan ekonomi biru di Indonesia.
Tantangan tersebut muncul dari kondisi kesehatan laut, praktek ilegal fishing dan perubahan iklim. Yonvitner mengatakan, kondisi tersebut jadi kendala utama dalam membangkitkan sektor kelautan secara keseluruhan.
Menurutnya, masih banyak pembangunan dengan kecenderungan eksploitasi. Yonvitner menegaskan, konsep ekonomi biru di Indonesia masih dilakukan setengah hati. Meskipun, semua hal yang terkait blue economy berbasis data.
“Kita cenderung eksploitasi. Pulau kecil masih kita olah untuk pembangunan dan sebagainya. Ini kan ekonomi merah sebenarnya. Kalau kita masih nambang, masih menggali daerah pesisir masih menggali pasir, ya kita ekonominya masih merah,” jelas Yonvitner.
IPB sendiri menurut Yon, telah melakukan banyak penelitian tentang blue carbon dan blue economy, termasuk penelitian terkait kelautan. Penelitian itu dijadikan sebagai bahan baku untuk merumuskan kebijakan.
“Kita sedang merumuskan kerangka kerja blue carbon, kita sudah sampaikan ke KKP. Dalam konteks bio teknologi kita sudah punya produk makanan dari laut yang harus kita pasarkan. Termasuk memanfaatkan rumput laut untuk energi,” jelas Yonvitner. (pp03)