SINGARAJA | patrolipost.com – Oknum pegawai pada Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) di Kabupaten Buleleng diduga melakukan intervensi atas konflik tanah yang sedang terjadi di Dusun Pegayaman Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Buleleng. Oknum pegawai tersebut menekan salah satu pihak yang terlibat konflik agar mau menandatangani surat berita acara mediasi.
Belakangan salah satu ahli waris yang ikut membubuhkan tandatangan dalam berita acara tersebut mengaku ditekan dan menolak isi dalam klausul berita acara mediasi tersebut.
Untuk memastikan adanya intervensi, ahli waris bernama Ibrahim, Selasa (10/10/2023) mendatangi Kantor BPKPD Buleleng bersama aktivis LSM Jaringan Reformasi Rakyat (Jarrak) Buleleng dan aktivis hukum Gede Putu Arka Wijaya.
Namun di kantor tersebut Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiartha Widiada sedang tidak berada di tempat dan hanya ditemui oleh Kasi Pelayanan Made Prisma.
Usai melakukan protes atas adanya dugaan intervensi itu, Arka wijaya mengatakan konflik tanah yang melibatkan ahli waris Ayub dengan pihak H Mustafa telah berlangsung cukup lama. Objek sengketa tersebut berlokasi di Desa Temukus dan saat ini tengah berlangsung proses hukum atas sengketa tersebut. Di tengah situasi berkonflik tersebut oknum pegawai BPKPD Buleleng menggelar upaya mediasi terkait kepemilikan data objek pajak dengan data objek atas nama H Mustafa di Dusun Pegayaman Desa Temukus atas lahan seluas 1.900 M2.
“Dugaan intervensi berawal saat dilakukan mediasi pada Jumat (6 Oktober 2023) Ibrahim yang mengadu kepada kami mengaku dipaksa menandatangani sebuah berkas berita acara No 900/173.23/BAP/BPKPD/2023, padahal dia tidak mengetahui substansi poin pada berita acara tersebut,” kata Arka.
Atas ketidakmengertian itu, oknum pegawai tersebut melakukan tekanan dan intervensi agar Ibrahim bersedia membubuhkan tandatangan pada berita acara mediasi tersebut. Padahal, katanya, Ia telah meminta agar dilakukan koordinasi terlebih dahulu, namun tetap dipaksa.
“Kami menduga ini bentuk pemaksaan, sebab yang bersangkutan tidak paham dengan isi berita acara itu. Padahal sebelumnya klien kami, Ibrahim telah melaporkan kasus sengketa lahan di Polres Buleleng atas dugaan pemalsuan SPPT,” imbuhnya.
Menurutnya SPPT tersebut dimutasikan kepada pihak lain, padahal telah bertahun-tahun Ayub selaku pewaris telah membayar SPPT. Dan faktanya sejak tahun 2015 SPPT tersebut beralih atas nama Mustafa.
“Kami menemukan dokumen perubahan keterangan NJOP bertahun 2017 dari Ayub, paman dari Ibrahim kepada pihak bernama Mustafa. Ini dilakukan tanpa sepengetahuan ahli waris yang telah bayar pajak hingga tahun 2014,” terangnya.
Terlebih dokumen mutasi tersebut tidak terkonfirmasi di pemerintahan Desa Temukus dan lebih fatal, keduanya berbeda objek.
”Ini yang kami pertanyakan ke BPKPD apakah sudah melakukan cek lapang karena kepala desa mengaku tidak tahu menahu soal itu,” tandasnya. (625)