KPK OTT Kadis PUPR dan 3 Anggota DPRD OKU Sumsel, Begini Kronologi Penangkapannya

kpk33ccxxxx
KPK kembali melakukan OTT di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, dari hasil OTT tersebut berhasil mengamankan 8 orang pada Jumat (14/3). (ist).

PALEMBANG | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan enam orang tersangka kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel).
Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK cabang C1 dan K4.

Empat tersangka selaku penerima suap yaitu Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah (NOV), Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin (MFR), Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ) dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
Sedangkan dua tersangka dari pihak swasta selaku pemberi yaitu M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

“Penyidik selanjutnya melakukan penahanan terhadap enam tersangka tersebut selama 20 hari terhitung mulai tanggal 16 Maret sampai dengan 4 April 2025,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

Setyo menjelaskan, pada Januari 2025 dilakukan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025. Menurutnya, terdapat pemufakatan jahat terkait pembahasan tersebut, yang bertujuan agar RAPBD Tahun 2025 dapat disahkan.

Perwakilan DPRD OKU menemui pihak pemerintah setempat dan meminta jatah pokir atau uang pokok pikiran.

“Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebesar Rp40 miliar dengan pembagian nilai proyek sebagai berikut,” ucap Setyo.

“Untuk Ketua dan Wakil Ketua, nilai proyeknya disepakati adalah Rp 5 miliar, sedangkan untuk anggota itu adalah Rp 1 miliar,” sambungnya.

Nilai proyek kemudian turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran. Meskipun begitu, untuk fee-nya tetap disepakati sebesar 20 persen bagi anggota DPRD, sehingga total fee-nya adalah sebesar Rp 7 miliar.

“Nah, saat APBD Tahun Anggaran 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp 96 miliar. Jadi, signifikan karena ada kesepakatan ya, maka yang awalnya Rp48 miliar bisa berubah menjadi 2 kali lipat,” ungkap Setyo.

Saat itu, NOP selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU menawarkan 9 proyek kepada MFZ dan ASS dengan komitmen fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.

NOP kemudian mengondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menggunakan beberapa perusahaan yang ada di Lampung Tengah. Kemudian, penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah.

“Ada beberapa nama perusahaan ya, antara lain termasuk juga kegiatannya. Yang pertama untuk rehabilitasi rumah dinas bupati, lebih kurang sekitar Rp 8,3 miliar dengan penyedia CV RF,” tutur Setyo.

Kemudian, rehabilitasi rumah dinas wakil bupati senilai Rp 2,4 miliar dengan penyedia CV RE, pembangunan Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp9,8 miliar dengan penyedia CV DSA, pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur senilai Rp983 Juta dengan penyedia CV GR.

Kelima, peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus, Desa Bandar Agung, senilai Rp 4,9 miliar dengan penyedia CV DSA. Selanjutnya, peningkatan jalan Desa Panai Makmur-Guna Makmur senilai Rp 4,9 miliar dengan penyedia CV ACN; peningkatan jalan Unit 16 Kedaton Timur senilai Rp 4,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation; peningkatan jalan Letnan Muda M. Sidi Junet senilai Rp4,8 miliar dengan penyedia CV BH; dan peningkatan jalan Desa Makarti Tama sebesar Rp 3,9 miliar dengan penyedia CV MDR Coorporation.

“Ini semua dilakukan oleh NOP dengan PPK. Mereka langsung berangkat ke wilayah Lampung, Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Tengah, dan berkoordinasi dengan para pihak,” ucap Setyo.

“Jadi, pinjam nama, pinjam bendera, tetapi yang mengerjakan adalah saudara MFZ dengan ASS,” tambahnya.

Menjelang lebaran, pihak DPRD OKU yang diwakili FJ, MFR dan UH menagih jatah fee proyek kepada NOP sesuai dengan komitmen. NOP kemudian menjanjikan akan memberikan itu sebelum Hari Raya Idulfitri melalui pencairan uang muka 9 proyek yang sudah direncanakan sebelumnya.

“Pada kegiatan ini, patut diduga bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh, pertemuan dilakukan antara anggota dewan, kemudian Kepala Dinas PUPR juga dihadiri oleh pejabat bupati dan Kepala BPKD,” ungkap Setyo.

Pada 11-12 Maret 2025, MFZ mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek. Keesokan harinya, 13 Maret, sekitar pukul 14 waktu setempat, MFZ mencairkan uang muka di bank daerah.

“Kemudian karena ada permasalahan terkait cash flow-nya, uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, TPP dan penghasilan perangkat daerah,” papar Setyo.

Pada tanggal 13 Maret juga MFZ menyerahkan uang sebesar Rp2,2 miliar kepada NOP. Uang itu merupakan bagian komitmen di proyek yang kemudian diminta oleh NOP dititipkan di A (PNS pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten OKU).

Selain itu, lanjut Setyo, pada awal Maret 2025, ASS sudah menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada NOP di rumah NOP. Pada 15 Maret sekitar pukul 6.30, tim KPK mendatangi rumah NOP dan A, dan menemukan serta melakukan penyitaan uang sebesar Rp2,6 miliar yang merupakan uang komitmen dari MFZ dan ASS.

Secara paralel, tim KPK juga menangkap MFZ, ASS, serta FJ, MFR dan UH di rumahnya masing-masing. Selain itu, tim KPK turut mengamankan pihak lain yaitu A dan S.

“Dalam kegiatan tersebut, tim juga mengamankan barang bukti berupa satu unit kendaraan roda empat merek Toyota Fortuner BG 1851 ID, kemudian dokumen, beberapa alat komunikasi serta barang bukti elektronik lainnya,” ujar Setyo.

Ia menerangkan uang Rp 1,5 miliar yang diserahkan di awal sebagian sudah digunakan untuk kepentingan NOP termasuk untuk pembelian mobil Toyota Fortuner. Sisa uang masih ada.

Setelah itu, Setyo menuturkan tim KPK memintai keterangan para pihak terjaring OTT tersebut di Polres Baturaja dan Polda Sumsel. Mereka baru tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3) pagi.

“Berdasarkan hasil ekspose tersebut telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tidak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU dari tahun 2024 sampai dengan tahun 2025, selanjutnya semua sepakat untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka,” urai Setyo.

Empat tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ada dugaan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara (NOP atau anggota DPRD OKU).

Sementara dua tersangka pemberi dari pihak swasta yakni MFZ dan ASS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor. (305/jpc)

Pos terkait