SURABAYA | patrolipost.com – Jumlah kasus covid-19 di Surabaya terus meningkat. Hampir seluruh rumah sakit (RS) rujukan covid-19 di Surabaya penuh sesak. Sejumlah pasien pun harus antre untuk mendapatkan ruang rawat inap isolasi khusus.
Kondisi tersebut terjadi di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA).Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 RSUA dr Alfian Nur Rosyid SpP mengungkapkan, membeludaknya pasien covid-19 sudah terjadi dua pekan terakhir.
Kondisi pasien yang datang ke RSUA rata-rata sedang dan berat. ”Apalagi usai Lebaran, pasien makin banyak,” katanya.
Alfian menuturkan, saat Lebaran, pasien yang dirawat inap di RSUA meningkat menjadi 110 orang. Senin (25/5) jumlah pasien yang dirawat inap 98 orang. Termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) dan terkonfirmasi positif covid-19. Sementara itu, masih ada sebelas pasien yang belum mendapatkan ruang isolasi khusus. Mereka masih di ruang instalasi gawat darurat (IGD).
”Kalau masih ada yang harus antre atau menunggu di IGD, itu artinya memang penuh,” ujarnya.
Saat ini RSUA juga tengah melakukan pembatasan pasien baru covid-19. Sebab, berdasar hasil pemeriksaan tes PCR swab, beberapa tenaga kesehatan terpapar covid-19. ”Pembatasan-pembatasan ini untuk efektivitas pelayanan,” kata dia.
Begitu juga di Rumah Sakit Husada Utama (RSHU). Direktur RSHU dr Didi Darmahadi Dewanto SpOG mengatakan, seluruh ruang intensive care unit (ICU) dan ruang isolasi tekanan negatif penuh. Saat ini RSHU telah merawat 191 pasien covid-19.
”Karena ruang ICU dan ruang isolasi tekanan negatif penuh, kami belum bisa menerima pasien positif Corona dan PDP dengan gejala,” ujarnya.
Didi menuturkan, saat ini pihaknya tengah mengebut mengerjakan dua lantai untuk ruang isolasi bertekanan negatif. Yakni, lantai 13 dan 14. ”Semoga pembukaan dua lantai segera selesai untuk ruang perawatan covid-19,” katanya.
Sejumlah rumah sakit rujukan Surabaya Utara juga melakukan persiapan untuk antisipasi membeludaknya pasien covid-19. Contohnya RS PHC. Rumah sakit tersebut menambah jumlah tempat tidur untuk menampung pasien covid-19.
Humas RS PHC Prita Pinastiningtyas mengatakan, hunian khusus pasien covid-19 di RS PHC penuh sesuai dengan jumlah tempat tidur yang telah disediakan. Yakni, berkapasitas 69 orang. Penambahan tempat tidur pun tengah dalam proses pengerjaan. ”Akan ditambah 36 tempat tidur,” kata dia.
Tempat tidur ditambah dengan merenovasi ruang inap lama. Sebab, tidak memungkinkan jika pihaknya harus membuat gedung atau ruangan baru. ”Renovasi ruang rawat inap diharapkan selesai secepatnya karena jumlah pasien covid-19 membeludak,” ujarnya.
RS PHC juga sudah membuat skema dalam pelayanan pasien covid-19. Yakni, memprioritaskan pasien yang memang memerlukan perawatan di rumah sakit. Selain itu, mereka akan melakukan kerja sama dengan beberapa hotel sebagai tempat isolasi ketika memang ruang rawat inap di rumah sakit penuh.
”Ada beberapa hotel yang jadi alternatif. Tapi, kami masih melakukan pembahasan lebih lanjut,” jelasnya.
Beberapa hotel yang akan dipilih sebagai ruang isolasi tersebut dicari di dekat RS PHC. Selain itu, pihaknya memanfaatkan hubungan sinergisitas BUMN. ”Kami masih pertimbangkan aspek kelayakan dan kenyamanannya juga,” lanjutnya.
Sementara itu, kondisi di RSU Haji Surabaya untuk penanganan Covid-19 juga penuh. Total ada tujuh ruang isolasi yang disediakan. Namun, ruang isolasi khusus tersebut sudah terisi semua oleh pasien Covid-19. Instalasi gawat darurat (IGD) RSU Haji Surabaya pun sempat menutup sementara penerimaan pasien baru Covid-19. Sebab, masih ada pasien yang menjalani perawatan Covid-19.
Humas RSU Haji Surabaya Dedi Lawoliyo menuturkan, pembatasan pelayanan di IGD dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi penularan ke pasien lain. ”Tetapi, sejak Selasa (26/5), kami sudah menerima pasien lagi,” katanya.
Dia menambahkan, RSU Haji memang saat ini tidak bisa menerima pasien Covid-19 terlalu banyak. Sebab, pihaknya tidak memiliki cukup banyak ruang khusus. ”Untuk ditempatkan di ruangan biasa juga tidak memungkinkan,” ujarnya. Soal penambahan ruang, pihaknya belum merencanakan hal tersebut.
Kenaikan jumlah pasien Covid-19 juga terjadi di RS Adi Husada Undaan Wetan kemarin (27/5). Para nakes yang bertugas pun harus bekerja ekstra menangani pasien Covid-19. Tidak sedikit di antara mereka yang kelelahan sehingga tersungkur di lantai dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap. ”Untuk di IGD khusus Covid itu selalu ada satu orang dokter dan perawat dalam satu sif jaga. Sehari dibagi dalam tiga sif,” katanya.
Setiap sif bekerja delapan jam. Humas RS Adi Husada Undaan Wetan Johan Soesanto mengatakan, lonjakan jumlah pasien yang datang membuat pihak RS memasang tenda di halaman depan IGD. Tujuannya, pasien yang antre maupun keluarga yang menunggu tidak bergerombol di dalam IGD. Ada kursi yang disediakan di dalam tenda dengan kapasitas 25 sampai 30 orang.
”Saya rasa semua RS sedang mengalami hal yang sama, yaitu tidak bisa menampung semua pasien yang datang,” tutur Johan.
Dia menambahkan, pihak RS memanfaatkan kamar-kamar yang ada di blok E dan blok D khusus untuk pasien berstatus PDP maupun terkonfirmasi Covid-19. Totalnya ada 47 ruangan. Lima di antaranya sudah bertekanan negatif. Semua ruangan itu pun hingga saat ini sudah terisi penuh. Tidak ada tempat tidur yang tersisa sama sekali.
”Sekarang masih dalam proses penambahan lagi untuk memperbanyak kamar isolasi. Ruang ICU VIP juga sudah diubah menjadi ICU Covid-19,” jelasnya.
Kendala tidak tersedianya kamar itu sudah dirasakan sejak pasien berada di ruang IGD. Kemarin pun ada seorang PDP yang nyantol di ruang IGD Covid-19 selama beberapa jam karena menunggu tersedianya kamar isolasi.
”Memang macetnya sering kali di situ. Pasien harus nyantol dulu berjam-jam kalau ruangannya pas penuh. Jika sudah begitu, kami bantu carikan kamar yang kosong di rumah sakit lain. Dan kebanyakan kasusnya juga sama. Nggak ada kamar. Pilihan terakhir pasien minta dipulangkan untuk isolasi mandiri,” papar dr Lisa Sungkono Putri selaku kepala IGD.
Lisa pun mencatat dari pagi hingga sore kemarin ada delapan orang yang dinyatakan PDP di RS tersebut. Hal itu didapatkan dari hasil foto toraks dan hasil rapid test reaktif. Juga, dari hasil verbal tracing dan kondisi fisik pasien secara keseluruhan. Setiap pasien yang datang ke IGD dengan keluhan apa pun dan dinyatakan harus menjalani rawat inap memang diharuskan melakukan skrining Covid terlebih dulu.
Menurut Lisa, skrining itu dilakukan supaya tidak kecolongan. Juga, untuk menentukan pasien yang bersangkutan dirawat inap di ruang isolasi atau di ruang rawat inap biasa. ”Dalam situasi di luar pandemi, arus penanganan di IGD itu sangat cepat. Tapi, sekarang harus macet karena nunggu hasil rapid, nunggu hasil foto toraks. Nggak bisa cepat. Mau nggak mau pasien lain yang ngantre di luar semakin lama menunggu dan antreannya juga makin panjang,” ungkapnya.
Menurut dia, salah satu kesulitan terberat yang harus dihadapi nakes sehari-hari adalah menjelaskan prosedur skrining pada pasien yang akan menjalani rawat inap. Ada saja pasien yang merasa tidak mau dan tidak perlu diskrining karena menganggap dirinya tidak bergejala. ”Mencari ruangan yang kosong di rumah sakit lain itu juga susah sekali. Ada juga pasien yang denial. Sudah dinyatakan PDP atau bahkan positif, tapi dirinya sendiri mengingkari. Salah satunya karena takut dikucilkan masyarakat sekitar rumah,” ungkap Lisa.
Di Surabaya Barat, National Hospital saat ini masih menerapkan kebijakan yang sama dalam penanganan Covid-19. Jumlah ketersediaan ruang isolasi tetap di angka 50 kamar. Saat ini sudah terisi hingga 19 pasien. Sementara itu, instalasi gawat darurat (IGD) khusus untuk penanganan gejala Covid-19 masih tersedia 4 bed.
Kepala Marketing National Hospital Linda Ayu mengatakan, area tersebut masih bisa ditambah hingga tujuh bed jika memang dibutuhkan. ”Jadi, kita lihat juga nanti kebutuhannya karena prediksinya masih akan ada kenaikan jumlah pasien,” katanya.
Kepala IGD National Hospital dr Felicia Limantoro menuturkan, ada kenaikan kasus rujukan pasien terkonfirmasi Covid-19. ”Kalau yang dari awal diproses murni di NH sebenarnya belum ada kenaikan, kalau yang rujukan ini makin naik,” jawabnya.
Kenaikan jumlah pasien terkonfirmasi Covid-19 juga dialami RS Mitra Keluarga Satelit. Kapasitas kamar yang ada sudah hampir penuh. Padahal, RS itu bukan salah satu rumah sakit rujukan Covid-19. ”Saya rasa semua RS sudah mulai penuh, kita butuh waktu konfirmasi ada tidaknya yang kosong,” ucap Manajer Marketing RS Mitra Keluarga Satelit Made Utami.
Belum Semua RIK Bertekanan Negatif
Ruang isolasi khusus (RIK) untuk pasien penyakit menular seperti Covid-19 memang memerlukan spesifikasi khusus. Salah satunya adalah tekanan negatif yang membuat udara di luar ruangan tidak sampai terkontaminasi oleh udara di dalam ruang isolasi. Dengan demikian, persebaran penularan virus bisa diminimalkan.
Namun, belum semua ruang isolasi di rumah sakit rujukan bertekanan negatif. Di RSAL Dr Ramelan misalnya. Dari enam ruang isolasi, hingga saat ini baru ada satu ruangan yang bertekanan negatif. Yakni, ruang ICU isolasi yang menampung 17 pasien. Sementara itu, lima sisanya merupakan ruang isolasi biasa yang belum bertekanan negatif.
Humas RSAL Dr Ramelan drg Adiah menjelaskan, ruang isolasi biasa itu merupakan ruang rawat inap yang kemudian diubah menjadi ruang isolasi untuk PDP dan pasien positif Covid-19. ”Ruang isolasi biasa itu semula nggak ada sekarang jadi ada. Dioptimalkan dan dikondisikan dari ruang rawat inap biasa.
Demi mengupayakan terselenggaranya pelayanan pada pasien Covid,” ujar Adiah. Beda halnya dengan ruang ICU isolasi yang sebelum pandemi sudah ada untuk pasien seperti TBC. Jadi, ruangan itu memang sudah bertekanan negatif.
Dia menjelaskan, ruangan bertekanan negatif memang belum bisa di-setting pada setiap kamar isolasi. Sebab, hal itu berkaitan dengan pengadaan fasilitas yang membutuhkan pertimbangan, analisis, dan anggaran. Selain itu, pembuatan ruangan bertekanan negatif memerlukan cukup banyak waktu. Sementara itu, rumah sakit setiap hari digempur oleh kedatangan pasien.
”Tidak bisa serta-merta. Sekarang ini yang lebih penting adalah tersedianya ruangan untuk menampung pasien Corona. Kami buka ruangan-ruangan baru supaya semakin banyak yang bisa dilayani. Disediakan fasilitasnya,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur rumah sakit Islam Surabaya (RSIS) Jemursari Prof Dr dr Rochmad Romdoni SpPD SpJP (K) menjelaskan, ruang isolasi memang terbagi menjadi dua. Yang bertekanan negatif untuk pasien gejala klinis berat dan yang tidak bertekanan negatif untuk mereka yang bergejala sedang atau ringan, seperti PDP, ODP, dan OTG.
Di RSIS Jemursari saat ini ada 30 ruang isolasi. Delapan di antaranya bertekanan negatif. ”Rencananya, nanti minimal ada 10 ruangan bertekanan negatif. Memang butuh dana cukup besar. Per unitnya berkisar Rp 45 juta,” jelasnya. Dia menambahkan, harus ada hepa filter di ruangan bertekanan negatif tersebut. Fungsinya menyaring kuman pada udara di ruang isolasi sebelum dibuang.
”Rentetan untuk ruang isolasi tekanan negatif itu nanti panjang. Antara lain, butuh SDM nakes khusus dengan sif dibagi tiga kali dalam sehari, punya stok APD level 3 yang banyak. Pemerintah harus menyiapkan. Kasihan RS rujukan swasta kalau dipaksa untuk itu,” tegasnya.(305/jpc)