JAKARTA | patrolipost.com – Kualitas udara di Jakarta kembali masuk kategori ‘tidak sehat’. Kondisi udara berpolusi ini terjadi beberapa hari terakhir. Berdasarkan situs IQAir, Kamis (8/6/2023) pukul 19.38 WIB, rata-rata indeks kualitas udara (air quality index/AQI) di Jakarta berada di level 111 AQI US.
“Tingkat polusi udara: tidak sehat bagi kelompok sensitif,” demikian keterangan di situs IQAir.
Kondisi ini terjadi sejak tengah malam tadi hingga pukul 12.00 WIB. Setelah itu, kualitas udara Jakarta masuk kategori sedang hingga petang ini.
Disebutkan, polutan utama udara di Jakarta ialah PM 2,5, yaitu partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer).
Dilihat di situs IQAir, kondisi hari ini lebih baik dibanding beberapa hari kemarin yang selalu masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif hingga tidak sehat. Tingkat polusi udara Jakarta tercatat masuk kategori sedang terakhir terjadi pada Minggu (14/5) lalu.
Sebab Udara Jakarta Tak Sehat
Pemprov DKI mengungkap penyebab udara di Jakarta masuk kategori tidak sehat. Disebutkan, kondisi ini dipengaruhi aktivitas warga hingga kondisi cuaca.
Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta membeberkan penyebab kualitas udara di Jakarta yang dilaporkan tak sehat. Salah satunya lantaran aktivitas warga menghasilkan emisi usai Covid-19 mengalami peningkatan.
“Kualitas udara selain dipengaruhi oleh sumber emisi di mana pada kondisi pasca Covid, saat ini aktivitas manusia yang menghasilkan emisi kembali meningkat,” kata Kepala Dinas LH DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam keterangannya, Kamis (8/6).
Sementara, faktor Indonesia yang sedang memasuki musim kemarau di bulan Mei hingga Agustus juga berimbas pada peningkatan konsentrasi polutan udara. Menurutnya, kondisi ini akan menurun saat curah hujan di Indonesia meningkat di bulan September-Desember yang membantu peluruhan polutan yang melayang di udara.
“Hal tersebut terlihat dari tren konsentrasi PM2,5 tahun 2019 sampai 2023. Konsentrasi rata-rata bulanan PM2,5 bulan April 2023 sebesar 29,75 g/m3 menjadi 50,21 g/m3 di bulan Mei 2023, namun konsentrasi tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan Mei 2019 saat kondisi normal yaitu sebesar 54,38 g/m3,” terangnya.
Lebih lanjut, kecepatan angin yang rendah di Jakarta berimbas pada stagnasi pergerakan udara sehingga polutan udara akan terakumulasi. Tak hanya itu, kondisi ini dapat memicu produksi polutan udara lain seperti ozon permukaan 03, yang keberadaannya dapat diindikasikan dari penurunan jarak pandang.
“Pola arah angin permukaan memperlihatkan pergerakan massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di Jakarta,” ucapnya.
Kemudian, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi dekat permukaan. Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.
“Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat monitoring,” ucapnya.
Sejauh ini, sumber polutan S02 terbesar di Jakarta berasal dari sektor industri yaitu sebesar 61,96 persen. Sementara sumber polutan lainnya seperti NOX, CO, PM10 dan PM2,5 mayoritas berasal dari sektor transportasi.
Lebih lanjut Asep menjelaskan sumber emisi di suatu wilayah pasti akan mempengaruhi wilayah angin karena adanya pergerakan polutan oleh angin. “Sehingga menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi di lokasi tersebut,” terangnya.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyiapkan sejumlah langkah mengatasi buruknya kualitas udara di Jakarta. Salah satunya dengan menggenjot pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) serta menggencarkan penanaman pohon di Ibu Kota.
“Pemda DKI polusi udara maka Pemda DKI berbenah, menambah ruang terbuka hijau (RTH), kita semua menanam pohon,” kata Heru di Pasar Kwitang Dalam, Jakarta Pusat, Kamis (8/6).
Selain itu, Pemprov DKI tengah mengupayakan transisi kendaraan bahan bakar minyak (BBM) menjadi kendaraan listrik demi mengurangi emisi kendaraan bermotor. Upaya ini dilakukan dengan cara menyiapkan angkutan bus Transjakarta bertenaga listrik.
“Tentunya peralihan bahan bakar ke kendaraan alternatif akan diusahakan, termasuk juga Transjakarta berbenah gunakan bus listrik pokoknya semua masyarakat sama-sama membantu,” ujarnya.
Pemprov DKI juga akan memperketat pengawasan sumber emisi tak bergerak, seperti cerobong, secara aktif dan pasif. Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan sumber terbesar polutan sulfur dioksida (SO2) berasal dari sektor industri. Karena itulah, dia memastikan kegiatan industri yang melanggar aturan bakal diberi sanksi.
“Pengawasan sumber emisi tidak bergerak (cerobong) melalui pengawasan pasif dan aktif serta melakukan penegakan hukum terhadap kegiatan usaha yang melanggar aturan,” kata Asep.
“Selain itu Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor juga telah dikeluarkan untuk mengendalikan emisi dari sumber bergerak,” terangnya.
Pemprov DKI juga menyusun grand design Pengendalian Pencemaran Udara (GDPPU) sejak tahun lalu yang nantinya akan dituangkan dalam Keputusan Gubernur tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).
Dalam menyusun kajian regulasi, Pemprov DKI menggandeng dengan akademisi, praktisi hingga NGO peduli lingkungan. langkah lainnya yang diupayakan adalah melakukan uji emisi kendaraan bermotor, memberlakukan disinsentif tarif parkir tertinggi bagi kendaraan yang tidak lulus emisi hingga penanaman pohon yang dilakukan komunitas dalam program kampung iklim. (305/dtc)