SINGARAJA | patrolipost.com – Tingkat hunian di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Singaraja sudah melebihi kapasitas dari semestinya. Tempat membina para pelaku kriminal di Jalan Veteran Singaraja itu disesaki sebanyak 281 orang dari kemampuan yang hanya 100 orang. Menariknya, penghuni terbanyak merupakan warga binaan yang terlibat kasus narkotika dan bahan berbahaya (narkoba).
Dari data di Lapas Singaraja saat ini tercatat sebanyak 231 orang berstatus narapidana (napi). Sementara sebanyak 50 orang lainnya masih berstatus tahanan.
“Memang hampir setengah dari penghuni lapas terlibat kasus narkoba. Dan jika dilihat dari tingkat hunian sudah sangat overkapasitas,” jelas Kepala Lapas Kelas II B Singaraja, I Wayan Putu Sutresna, Minggu (10/7).
Untuk menyiasatinya, menurut Sutresna dilakukan upaya pengurangan tingkat hunian dengan penerapan pola asimilasi. Dan cara ini menurut Sutresna sedikit mengurangi tekanan tingkat hunian yang nyaris tidak bisa menampung jumlah tahanan, baik yang telah memiliki kekuatan hukum maupun sedang dalam proses hukum.
“Kita terapkan kebijakan asimilasi bagi tahanan yang telah memiliki persyaratan tertentu untuk mengurangi jumlah hunian,” imbuhnya.
Dasar hukum dilakukan pola asimiliasi yakni surat keputusan Kemenkumham No M HH -73.PK .O5.09/2022 dan no 43 tahun 2021 tentang perubahan kedua peraturan Kemenkumham No 32 tahun 2020 tentang syarat dan pemberian asimilasi.Berdasar itu, menurut Sutresna tidak semua napi bisa diberikan asmilasi.
“Ada syarat pemberian asimilasi paling tidak sudah menjalani 2/3 dari masa hukuman tidak lewat di tanggal 31 Desember artinya setelah setengah menjalani masa pidana dan bisa lanjut ke usulan integrasi,” ujarnya.
Syarat substantif lainnya, kata Sutresna bukan residivis. “Kalau koruptor masih bisa diberikan (asimilasi) dengan kasus tertentu. Alternatif lain bisa dilakukan melalui restorasi justice,” sambungnya.
Untuk tahun ini ada sebanyak 61 napi dari berbagai kasus yang menerima asimilasi dan integrasi. Diantaranya 10 orang dengan kasus narkoba, 3 orang pelanggaran kehutanan, penggelapan dan pembunuhan.
“Jumlah totalnya hingga bulan Juli 2022 sebanyak 61 orang baik melalui program asimilasi maupun integrasi,” tandas Sutresna. (625)