JAKARTA | patrolipost.com – Ada lima lukisan yang dianggap kurator ‘tidak sesuai tema’ dalam pameran lukisan tunggal seniman Yos Suprapto yang batal dibuka di Galeri Nasional, 19 Desember 2024 malam. Kelima lukisan itu berjudul Konoha I, Konoha II, Niscaya, Makan Malam dan 1919. Kelimanya dianggap vulgar menggambarkan nasib bangsa Indonesia semasa pemerintahan Jokowi.
Berikut penjelasan Yos Suprapto mengenai makna lukisan yang ditolak kurator untuk ditampilkan dalam pameran tunggal yang akhirnya batal tersebut.
Konoha I
Yos mengungkapkan, lukisan ini bercerita tentang seorang raja mengenakan mahkota Jawa. Dia duduk di singgasana, sambil menginjak orang di bawahnya.
Menurutnya, dalam lukisan itu dia bercerita tentang terjadinya kehilangan kedaulatan pangan dan tentang sejarahnya. Kemudian diakhiri dengan lukisan yang menggambarkan penguasa, kekuasaan.
“Kedaulatan pangan tanpa kekuasaan itu omong kosong. Jadi itu gambar tentang bagaimana kekuasaan itu memperlakukan rakyat kecil. Segala sesuatu yang menanggung adalah rakyat kecil. Di bawah kaki sang penguasa itu adalah rakyat kecil,” katanya.
Namun, kata Yos, lukisannya itu diinterpretasikan oleh kurator sebagai sesuatu yang vulgar.
“Di situ ada lukisan bergambar seorang raja, bermahkotakan mahkota Jawa yang menginjak kumpulan orang yang saling dengan kuat, ekspresi kesakitan,” katanya.
Selain itu, menurut Yos, kurator juga menyebut lukisan berjudul Konoha 1 itu tidak ada relevansinya antara ketahanan pangan dan kekuasaan.
“Kalau nggak ada kekuasaan nggak mungkin. Itu terjadi. Nah, padahal ini semua adalah kita berbicara soal kedaulatan pangan. Ini karena ini nggak terjadi. Oleh karena itu ya sudah. Kalau memang begini ini nggak bisa diteruskan,” kata Yos.
Konoha II
Lukisan ini bercerita tentang budaya Asal Bapak Senang. Digambarkan dengan visual orang saling menjilat. Juga ada sosok orang-orang yang tidak berbusana.
“Jadi Asal Bapak Senang itu saya terjemahkan jilat pantat itu. Jilat pantat itu kan ekspresi yang sering kita dengar, ya. Ah, itu penjilat. Metaforanya. Ini sering ekspresi yang kita dengar setiap hari kadang-kadang. Ah, itu aneh penjilat,” jelasnya.
Konoha II ini bercerita tentang masyarakat yang hancur lebur karena ada budaya hiperindividu. Budaya ini, kata Yos, menghasilkan sikap mental budaya jilat pantat, Asal Bapak senang.
“Dan itu saya gambarkan secara eksplisit, ya, figur-figur yang saling menjilat,” katanya.
Dua lukisan Konoha itu awalnya sepakat untuk ditutup dengan kain hitam. Namun, akhirnya tetap diminta diturunkan.
Niscaya
Bercerita tentang petani memberi makan orang berdasi. Kata Yos, awalnya lukisan ini tidak dipermasalahkan. Namun sesaat sebelum pameran dibuka, kurator meminta lukisan ini diturunkan.
“Cerita tentang seorang petani ya, gambarannya lukisan petani memberi makan kepada orang yang berdasi. Menyuapi makanan di mulutnya orang yang berdasi yang berbaring,” ucap Yos.
Menurutnya hal tersebut merupakan fakta. Petani itu produsen bahan pokok makan, tetapi yang paling banyak menikmati hasil keringat mereka adalah orang-orang berdasi.
“Tapi kemudian siapa yang menikmati keringat mereka? Kan, orang-orang urban seperti kita. Orang-orang kaya. Dan itu dilarang juga (dipamerkan),” katanya.
Makan Malam
Bergambar petani memberi makan anjing-anjing. Hal tersebut bermakna sebagai umpatan.
“Itu dianalogikan sebagai umpatan. Itu fakta, kok. Itu lho. Nah, yang merasa tersinggung dengan simbol-simbol yang saya gunakan ini, itu ngomong katanya tidak ada relevansi dengan pertanian,” ujar Yos.
“Bagaimana seorang petani tidak relevan dengan konsep pertanian berkelanjutan,” kritiknya.
2019
Menggambarkan seorang petani menuntun sapi menuju ke Istana.
“Petani mana yang tidak bersentuhan dengan peternakan? Petani mana? Itu lho. Jadi ini gambaran real dari kultur yang kita sedang hadapi. Dan saya gambarkan secara eksplisit,” kata pelukis kelahiran Surabaya ini.
Namun, lagi-lagi, lukisan ini juga dianggap vulgar dan tidak bisa dipamerkan.
“Petani membawa sapi yang saya gambarkan, seperti ke Istana. Loh, itu dianggap vulgar,” katanya.
Penjelasan Kurator
Suwarno Wisetrotomo selaku kurator yang ditunjuk Galeri Nasional Indonesia untuk pameran tersebut, mengatakan ada dua karya Yos Suprapto yang tidak sesuai dengan tema kuratorial. Suwarno mengaku sudah berbicara dengan Yos selaku seniman dalam pameran tersebut. Suwarno mengatakan dua karya tersebut berpotensi merusak fokus terhadap pesan yang sangat kuat dan bagus dari tema pameran.
Adapun berdasarkan pantauan Channel9 di media sosial X, beberapa lukisan yang hendak dipamerkan disebut-sebut mirip dengan sosok Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Salah satu lukisan memperlihatkan seseorang mirip Jokowi tengah duduk dan tersenyum mengenakan pakaian kepresidenan sambil dikelilingi aparat keamanan. Di bawah kaki sosok yang digambarkan mirip Jokowi tersebut, ada dua orang yang tengah berkelahi.
“Menurut pendapat saya, dua karya tersebut ‘terdengar’ seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektifnya,” kata Suwarno dalam keterangan tertulis, Jumat (20/12/2024).
Oleh karena itu, Suwarno tidak menyetujui dua karya tersebut untuk dipajang dalam pameran. Namun, lanjutnya, Yos tetap mempertahankan keinginan untuk memamerkan dua karya tersebut.
Suwarno menuturkan, perbedaan pendapat ini terjadi selama proses kurasi, yang dimulai secara intensif sejak Oktober 2024 hingga saat pembukaan pameran pada Kamis (19/12/2024). Suwarno pun menyatakan mundur sebagai kurator pameran pada Senin (16/12/2024).
“Saya menyampaikan kepada seniman, disaksikan oleh rekan-rekan Galeri Nasional Indonesia bahwa, meski saya menghargai pendirian seniman, namun saya tetap memutuskan mundur sebagai kurator pameran,” tuturnya.
Kendati demikian, Suwarno mengaku pengunduran dirinya tidak bermaksud untuk menghentikan pameran. Ia menyampaikan, seorang kurator bertanggungjawab terhadap kesesuaian antara tema yang disepakati dengan materi pameran.
“Saya berharap klarifikasi ini dapat membantu memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi yang terjadi,” pungkasnya.
Di lain pihak, melalui keterangan tertulis, Yos Suprapto menyebut Suwarno Wisetrotomo meminta lima dari 30 lukisan untuk diturunkan. Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia. (807)