DENPASAR | patrolipost.com – Lima terpidana dari 6 narapidana kasus Pemalsuan jual beli Villa Bali Rich mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI karena adanya novum baru. Namun Novum yang diajukan menurut korban Hartati, pemilik Villa Bali Rich tidak sesuai fakta yang sudah diuji di persidangan, baik di PN Gianyar, PN Denpasar maupun di tingkat Kasasi Mahkamah Agung RI yang telah mengeluarkan Putusan Kasasi Pidana yang sah dan berkekuatan Hukum tetap (inkrah) dimana Jaksa telah melaksanakan Ekseskusi.
M Faisal, penasihat hukum ke 5 narapidana yakni: Asral, Suryady, I Hendro Nugroho Prawiro Hartono, Tri Endang Astuti, Notaris Hartono menyatakan, pihaknya mengajukan PK dengan novum yaitu bukti otentifikasi tanda tangan yang dikeluarkan ahli grafologi yang menyatakan tanda tangan itu identik. “Ketika itu yang digunakan sebagai pembanding hanya tanda tangan di paspor yang sebelumnya pernah dihapus,” kata Faisal, Kamis (10/6/2021).
Pihaknya menilai hasil pemeriksaan tanda tangan oleh Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri yang menyatakan tanda tangan tersebut palsu tidak sesuai protap. Di mana, pembanding tanda tangan itu harusnya sebanyak sembilan tanda tangan di tahun yang sama.
Novum lain yang diajukan adalah Putusan Perkara Perdata PN Denpasar nomor: 1032/Pdt.G/2018/Pn DPS. Selain itu, dari 28 akta yang ditandatangani hanya tiga akta yang dinyatakan palsu. Padahal, penandatanganan dilakukan pada konteks yang sama. Faisal mengatakan, PK yang diajukan ke 5 narapidana dari 6 narapidana itu kini sedang dalam proses pemeriksaan di MA RI.
Menanggapi hal ini, korban Hartati pemilik Villa Bali Rich menolak dengan tegas karena pernyataan tersebut tidak berdasar. Sebab, penyidik sudah memerintahkan dirinya untuk bertandatangan sebanyak 30 kali. Jika Hasil Laboratoris Kriminalistik Mabes Polri yang merupakan hasil yang telah dilakukan secara profesional oleh ahlinya masih diabaikan, maka produk hukum lain pun di negara ini akan mudah diabaikan.
Menurut Hartati, meragukan keabsahan dokumen pembanding terhadap Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. LAB 3741/DTF/2017 tanggal 24 Oktober 2017 yang telah dibuat berdasarkan sumpah jabatan adalah sangat keliru. Terkesan melemahkan produk hukum atas Hasil Laboratories Pusat Laboratorium Mabes Polri yang dibuat atas dasar sumpah jabatan, sehingga produk hukum lain pun akan terindikasi tidak absah termasuk Putusan Hakim dalam semua tingkat peradilan.
“Semua sudah sesuai prosedural Hukum Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri sebagai Institusi Negara, yang diakui dan dijadikan dasar oleh para Hakim dalam suatu perkara Pidana. Lembaga resmi, bukan swasta,” tegasnya.
Hartati mengakui dirinya minim pengetahuan tentang hukum, telah bertanya kepada beberapa Praktisi Hukum dengan jawaban sama. Belum ada instansi swasta yang dilegalkan untuk bisa menguji tanda tangan dalam suatu perkara pidana. Yang diakui dan dijadikan dasar oleh para Hakim adalah hasil Uji Labfor dari Polri Institusi Negara.
“Sudah sangat jelas, hanya demi kepentingan para narapidana agar bisa menghindar dari tanggung jawab pidana dengan kata lain Meloloskan/Membebaskan diri dari jeratan hukum. Seperti tertulis dalam Surat Terbuka Hartati kepada Ketua Mahkamah Agung RI: “Namun hati saya Gundah Gulanan ketika saya mengetahui salah seorang narapidana mengatakan bahwa mereka akan Bebas di bulan Juni 2021.”
Bahwa Rochani, Kaur Sub Bidang Dokumen Palsu pada Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri yang menguji tanda tangannya atas permintaan pemeriksaan dari Direktur Tindak Pidana Umum Nomor B/ND-143/IX/2017 tanggal 14 September 2017 dan Sprint KAPUSLABFOR Nomor : Sprint/1372/IX/2017 tanggal 29 September 2017. Dengan dasar tim melakukan pemeriksaan yaitu Peraturan KAPOLRI Nomor: 10 Tahun 2009 tentang tata cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Labfor POLRI dan Surat Keputusan KABARESKRIM POLRI No.Pol.Skep/46/XI/2016 tentang Penunjukan Pemeriksa Forensik di lingkungan Laboratorium Forensik BARESKRIM POLRI.
Dan Nota Dinas DIREKTUR TINDAK PIDANA UMUM Nomor: B/ND-143/IX/2017 tanggal 14 September 2017 dan Sprint KAPUSLABFOR Nomor: Sprint/1372/IX/2017 tanggal 29 September 2017. (menerangkan sebagai berikut: bahwa ada 3 tanda tangan atas nama Hartati pada dokumen “Bukti” yaitu: 1) RUPS PT Bali Rich Mandiri 21 Des 2015. 2) Surat jual beli saham PT Bali Rich 21 Des 2015 antara Hartati-Suryady. 3) Surat jual beli saham PT Bali Rich Mandiri 21 Des 2015 antara Hartati- Tri Endang Astuti menggunakan perwalian 3 (TIGA BUAH PEMBANDING) yaitu:
Pembandingnya KTP (Asli), Kartu Keluarga (Asli), Buku tabungan BCA (Asli) dengan hasil Non Identik. Sedangkan Paspor “tidak dilampirkan” di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Lab Krim No Lab 3741/DTF/2017 tgl 24 Okt 2027. Sehingga sudah jelas dan nyata bahwa “Paspor” tidak dijadikan sebagai PEMBANDING.
Hal ini ditegaskan Hartati karena para narapidana melalui kuasa hukumnya di persidangan menuduh dirinya seolah-olah menghapus tanda tangannya sendiri di Pasport. Kenyataannya, Pasport yang tidak digunakan uji Labfor Mabes Polri justru dijadikan putusan bebas para terdakwa di Pengadilan Tinggi. Berdasarkan opini Hakim dissenting opinion PN Gianyar. Membebaskan terdakwa berdasarkan “dokumen yang sesungguhnya tidaklah digunakan sebagai pembanding dalam “Pemeriksaan Laboratoris Mabes Polri”. Sebaliknya, yang dipakai uji Labfor Mabes Polri adalah KTP, asli, KK asli dan Buku Tabungan BCA asli.
Sesuai UU No 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI, pasal 67 menyebutkan:
Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
- apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
- apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
- apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
- apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
- apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
“Jika mengacu UU ini tidak ada alasan bagi para Narapidana untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK),” tegasnya.
Terkait 3 dokumen yang dipersoalkan M Faisal, PH ke-5 terpidana, Hartati menjelaskan, memang 3 dokumen tersebut yang menimbulkan kerugian dikarenakan atas dasar 3 dokumen palsu tersebut tanpa sepengetahuan Hartati. Notaris Hartono sudah mendaftarkan ke Kemenkumham dengan nomor AHU-AH.01.03-0991541 (Majelis Kehormatan Notaris sudah memberikan izin Notaris Hartono untuk menjalani proses Hukum serta pemeriksaan). Atas dasar kerugian tersebut Hartati melapor ke Mabes Polri dengan membawa 4 dokumen termasuk 3 dokumen yang dimaksud Faisal yaitu:
- Surat Jual Beli Saham PT Bali Rich Mandiri 21 Desember 2015 antara Hartati-Tri Endang Astuti
- Surat Jual Beli Saham PT Bali Rich Mandiri 21 Desember 2015 antara Hartati-Suryady
- Surat Jual Beli Saham PT Bali Rich Mandiri 21 Desember 2015 antara Hartati-Asral
Pidana Asral : Asral memberi keterangan palsu dengan cara memakai surat kuasa seolah-olah Jual Beli Saham sudah LUNAS padahal seharusnya Asral belum waktunya memakai surat kuasa dikarenakan Asral belum melunasi harga jual beli saham PT Bali Rich Mandiri yang ber asset Bali Rich Villa Ubud terdiri dari tanah seluas 7.355M2 berikut bangunan dan fasilitas beserta isi perlengkapannya adalah sebesar Rp 38 Miliar dan Asral baru membayar Down Payment sebesar Rp 1 Miliar pada tanggal 9 Juli 2015. Belum/Tidak Pernah Ada Pelunasan.
- Uang sebesar Rp 1 Miliar adalah Down Payment dan bukan pelunasan. Sangat jelas tertulis pada kwitansi No.5438 tertulis Down Payment Bali Rich Ubud.
- Down Payment yang artinya uang muka bukan Pelunasan. Yang dibayar pada tanggal 9 Juli 2015 dengan cara membayar kepada Djarius Haryanto Rp.500 juta (Pemilik dan pemegang saham 10%) dan Hartati Rp.500 juta. Sedangkan Hendro tidak mendapat pembagian dikarenakan Hendro hanya pemegang saham 10% tetapi bukan pemilik saham. Saham yang tertulis nama Hendro adalah saham yang tidak ada nilainya dimana Hendro tidak pernah menyetorkan sejumlah uang. Hendro sudah mengakui di depan Majelis Hakim PN Gianyar. Atas dasar tersebut Hendro tidak memiliki hak nilai atas 10% saham tersebut.
- Berita Acara RUPS PT Bali Rich Mandiri 21 Desember 2015
Dugaan tindak pidana pemalsuan dan atau memberikan keterangan palsu pada akta authentik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 263 KUHP dan atau pasal 266 KUHP.
Bahwa benar sesuai dengan Skep KAPOLRI Nomor: Skep/96/II2002 tanggal 19 Februari 2002 tentang Buku Petunjuk Lapangan Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Dokumen di dalam melakukan pemeriksaan terhadap tanda tangan Hartati semua pembanding yang dikirim Ke PusLabFor Mabes Polri digunakan dan dilakukan penelitian terhadap unsur-unsur grafis secara umum dan secara khusus.
Untuk penjelasan dan tampilan hanya digunakan perwakilan 3 buah pembanding yaitu 1 (satu) Kartu Tanda Penduduk RI Provinsi Bali, Kabupaten Badung NIK: 5103067112700317 yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Badung, 1 (satu) buku Tahapan BCA KCU Tuban No.8240517338 dan 1 (satu) lembar Kartu Keluarga (KK) No.5103060606170013 yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Badung. Sedangkan 1 (satu) buku Pasport Republik Indonesia No.A 8485645 yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Denpasar Tidak Dilampirkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab 3741/DTF/2017 tanggal 24 Oktober 2017 karena hanya 3 perwakilan dari pembanding saja yang dilampirkan, sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab 3741/DTF/2017 tanggal 24 Oktober 2017.
Sesuai dengan SP2HP Ke-IV Nomor: B/23/I2018/DitTipidum dari hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Mabes Polri dan Ahli GRAFONOMI (Ahli Forensik Bidang Dokumen) tanggal 26 Oktober 2017 terhadap tanda tangan Hartati di dalam:
- Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. BALI RICH MANDIRI tanggal 21 Desember 2015.
- Jual Beli Saham PT BALI RICH MANDIRI antara Hartati dan Suryady tanggal 21 Desember 2015.
- Jual Beli Saham PT BALI RICH MANDIRI antara Hartati dan Tri Endang Astuti tanggal 21 Desember 2015.
Dengan Hasil NON IDENTIK atau merupakan tanda tangan yang berbeda dengan tanda tangan asli Hartati.
Dalam surat terbuka Hartati kepada Ketua Mahkamah Agung RI menguraikan sebagai berikut:
- Dokumen Uji Otentifikasi Tandatangan (SWASTA) Nomor: GRAF2005-803 tanggal 8 Mei 2020 yang diajukan oleh Terdakwa/ Pemohon PK tidak relevan dan tidak bisa digunakan untuk dijadikan sebuah BUKTI BARU adapun alasan – alasan sebagai berikut:
- Bahwa SURAT ASLI yaitu Surat Jual Beli Saham antara Hartati-Suryady tanggal 21 Desember 2015, Surat Jual Beli Saham antara Hartati-Tri Endang Astuti tanggal 21 Desember 2015, dan Berita Acara RUPS PT Bali Rich Mandiri tanggal 21 Desember 2015 telah dilakukan penyitaan oleh Penyidik dari Mabes Polri sejak 6 Februari 2017. Bahkan Putusan MA Nomor 534 K/Pid/2020 tanggal 30 Juni 2020 atas nama terdakwa Notaris Hartono yang pada AMARNYA menetapkan barang bukti Nomor urut 1 sampai dengan Nomor urut 78 Tetap Terlampi dalam Berkas Perkara.
Dengan demikian, dalam Kurun Waktu tanggal 6 Februari 2017 sampai dengan saat ini Ketiga Surat yang telah dinyatakan palsu tersebut tidak berada di tangan Pemohon PK, bagaimana Lembaga LKP Grafologi (SWASTA) bisa melakukan Uji otentifikasi tandatangan pada tanggal 8 Mei 2020 tanpa adanya SURAT ASLI.
- Bahwa Apabila Pemeriksaan Uji Otitenfikasi Tanda Tangan mengacu kepada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 tentang Tata Cara dan Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia terkait persyaratan wajib yang harus dipenuhi untuk pemeriksaan dokumen, dalam pasal 80 ayat (2) menyebutkan “dokumen yang dikirimkan adalah dokumen asli, bukan merupakan tindasan karbon, faks atau fotocopy”. Sehingga Dokumen Uji Otentifikasi Tandatangan (SWASTA) Nomor: GRAF2005-803 tanggal 8 Mei 2020 yang dajukan pemohon PK tidak memenuhi Persyaratan tersebut.
- Bahwa justru sebaliknya, Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Mabes Polri No. Lab: 3741/DTF/2017 tanggal 24 Oktober 2017 yang dijadikan alat Bukti Surat Penuntut Umum, adalah merupakan Berita Acara dalam bentuk resmi yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang yang memenuhi kriteria alat bukti surat sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 187 huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No. Lab: 3741/DTF/2017 tanggal 24 Oktober 2017 telah menerima Dokumen Bukti (ASLI).
- Hasil kesimpulan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Ahli beserta Tim terhadap tanda tangan Hartati yaitu Non Identik atau merupakan tanda tangan yang berbeda dengan tanda tangan asli Hartati. Yang memakai 3 pembanding yaitu : KTP asli, KK asli dan Buku Tabungan BCA asli. Sama sekali tidak memakai pembanding ‘PASPOR’
- Putusan Perkara Perdata PN Denpasar nomor: 1032/Pdt.G/2018/Pn DPS
- Bahwa Putusan perkara perdata berbeda dengan putusan Perkara pidana dimana Putusan perkara perdata mengatur kepentingan privat/pribadi para pihak sedangkan putusan perkara pidana mengatur kepentingan publik/masyarakat sehingga putusan perkara perdata nomor: 1032/Pdt.G/2018/Pn DPS yang bersifat privat/pribadi berbeda dengan Putusan perkara pidana tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Gianyar terhadap Narapidana Suryady dkk dan Putusan perkara pidana tingkat kasasi terhadap Narapidana Suryady dkk yang bersifat publik. Dengan demikian Peninjauan Kembali (PK) atas Narapidana Suryady dkk secara materiil tidak bisa diterima atau harus ditolak karena hak-hak keperdataan narapidana sudah secara otomatis terhapus oleh karena itu perbuatan Narapidana telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Gianyar yang dikuatkan dalam Putusan Kasasi Pidana Mahkamah Agung RI yang sudah berkekuatan Hukum tetap (inkrah). Telah dilakukan eksekusi terhadap Suryady dkk sudah menjadi Narapidana di Rutan Gianyar.
- Bahwa Putusan tersebut Bukan Bukti Baru karena sudah pernah diajukan pada sidang Pra Peradilan Perkara No. 71/Pid.Prap/2019/Pn.Jkt.Sel oleh Notaris Hartono SH Dimana sudah ditolak oleh PN Jakarta Selatan pada tanggal 30 Juli 2019.
- Bahwa Putusan tersebut adalah Putusan yang sudah pernah diajukan serta dilampirkan dan dijadikan dalil dalam Eksepsi (keberatan) maupun Pledoi dan Duplik Terdakwa / Pemohon PK dalam perkara pidana tingkat pertama (PN Gianyar).
- Bahwa dalam Pertimbangan Putusan Sela Hakim Pengadilan Negeri Gianyar telah menolak eksepsi terdakwa/ pemohon PK dan menyatakan sidang pemeriksaan terdakwa dilanjutkan atau dengan kata lain perkara Pidana atas nama terdakwa Suryady dkk merupakan Ranah Pidana.
- Bahwa berpedoman pada fakta persidangan Majelis Hakim PN Gianyar telah menyatakan Suryady dkk bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan Surat”.
- Bahwa Putusan PN Denpasar tersebut juga dipakai dalil oleh terdakwa dalam mengajukan Memori Kasasi dan Putusan Mahkamah Agung RI TETAP menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan Surat”. Dimana telah dilaksanakan eksekusi terhadap Suryady dkk sudah menjadi Narapidana di Rutan Gianyar.
Di akhir suratnya, Hartati menulis:
Buah Manis Hasil perjuangan yang panjang selama 5 tahun yang melewati jalan terjal berliku-liku sampai dengan ancaman taruhan nyawa saya (pihak lawan beberapa kali mengirim orang).
Juga Buah Hasil kerja keras dan prestasi segenap Team Mabes Polri, Bapak Jaksa Agung RI, Bapak Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen beserta Team Adhyaksa Monitoring Center dan Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan RI, yang terdiri dari Kejaksaan Agung RI, Kejaksaan Tinggi Bali dan Kejaksaan Negeri Gianyar. Yang Mulia Para Hakim yang berdiri tegak dalam menegakkan Kebenaran dan Keadilan berdasarkan Fakta dan Bukti Kebenaran yang sebenar-benarnya yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Benar-benar “Demi Keadilan dan Kebenaran Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesungguhnya sangat sesuai dengan sebutan Yang Mulia, semulia hatinya.
“Saya dan 3 anak menyebut Utusan dari Tuhan dari lubuk hati yang paling dalam menghaturkan banyak-banyak Terima Kasih. Jangan Sampai Sia-sia”. (807)