Literasi dan Karakter: Fondasi untuk Lingkungan Pendidikan Bebas Kekerasan

literasi kesetaraan
Peningkatan Literasi Kesetaraan untuk Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Medan. (ist)

MEDAN | patrolipost.com – Dalam konteks pendidikan, literasi yang kuat dapat menjadi kunci untuk menciptakan generasi yang lebih inklusif, saling menghormati, dan bebas dari kekerasan.

Untuk itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus memperkuat program pendidikan karakter melalui literasi sebagai solusi strategis untuk mencegah dan menangani kekerasan, khususnya di lingkungan pendidikan.

Bacaan Lainnya

“Kekerasan merupakan masalah yang sangat penting. Kuncinya adalah bagaimana kita membangun kesadaran sosial dan peradaban baru yang berfondasi pada literasi,” ujar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, saat membuka acara Peningkatan Literasi Kesetaraan untuk Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Medan, Jumat, 22 November 2024 lalu.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kemendikdasmen dengan Nasyiatul Aisyiyah.

“Masalah dalam rendahnya angka literasi kita adalah anak tidak memahami apa yang mereka baca. Sehingga target kita adalah membaca yang disertai dengan kemampuan memahami,” ucapnya.

Ia juga menegaskan pentingnya peran Nasyiatul Aisyiyah dalam menyukseskan program Wajib Belajar 13 Tahun, khususnya pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), taman kanak-kanak, dan kelompok bermain.

“Kami juga akan mengurangi muatan mata pelajaran untuk memberikan ruang refleksi bagi para siswa dan memperbanyak bahan bacaan sebagai penguatan dari apa yang dipelajari di sekolah,” imbuhnya.

Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen Suharti melaporkan, berdasarkan data KPAI terdapat 262 kasus terhadap anak, termasuk kekerasan di dalamnya kekerasan fisik, psikis, dan seksual sepanjang tahun 2023. Data lain dari KPPPA tahun 2024 melaporkan 763 kasus kekerasan di satuan pendidikan, dengan korban yang mayoritas adalah anak-anak.

“Angka tersebut menegaskan pentingnya upaya penguatan karakter dan literasi kesetaraan sebagai solusi strategis. Literasi yang dimaksud mencakup pemahaman akan pendidikan nilai, nilai-nilai moral, kesetaraan gender, serta kemampuan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan,” ucap Suharti.

Kegiatan ini melibatkan 196 peserta, terdiri dari pimpinan wilayah dan pusat Nasyiatul Aisyiyah, serta perwakilan organisasi otonom Muhammadiyah di Sumatera Utara.

Adapun tujuan dari kegiatan ini antara lain, meningkatkan pemahaman peserta tentang kesetaraan gender dan pencegahan kekerasan, mendorong peserta menjadi agen perubahan di lingkungan mereka, memperkuat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas.

“Kami berharap hasil kegiatan ini tidak hanya menambah wawasan peserta, tetapi juga mampu memotivasi mereka untuk menyebarkan pengetahuan dan melakukan advokasi di lingkungan masing-masing,” imbuhnya.

Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Ariati Dina Puspitasari memperkenalkan Rumah Literasi Nasyiatul Aisyiyah (RALINA) sebagai salah satu inisiatif literasi berbasis komunitas. RALINA bukan hanya tempat membaca atau koleksi buku, tetapi juga ruang pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan, serta penguatan karakter bagi anak-anak melalui kegiatan literasi. (pp03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.