SINGARAJA | patrolipost.com – Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Masyarakat untuk Penegakan hukum dan Keadilan (LSM KoMPaK) menggelar dialog akhir tahun dengan tema Reforma Agraria. Hal itu merujuk masih banyak terdapat sengketa lahan dan penguasaan lahan tanpa memiliki alas hak.
Meski pemerintahan Presiden Jokowi telah berkomitmen mendorong penyelesaian konflik pertanahan melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No.86/2018 tentang Reforma Agraria, namun sejumlah pekerjaan rumah masih tersisa. Diantaranya soal pengungsi eks Timor Timur (Timtim) yang menempati lahan milik Kementerian Kehutanan di Desa Sumberklampok, Kecamatn Gerokgak masih belum selesai.
Dalam dialog LSM KoMPaK melibatkan Fakultas Hukum Universitas Panji Sakti (FH-UNIPAS), RRI Singaraja serta nara sumber anggota DPR RI Wayan Sudirta, mengusung tema “Penghormatan Hak Asasi Manusia bagi Petani Indonesia sebagai Wujud Reforma Agraria dalam Penguasaan dan Kepemilikan Hak Atas Tanah Berlandaskan Pancasila Dan UUD 1945”.
Dialog juga disiarkan langsung dari Wantilan Laksana Budaya RRI Singaraja dibuka Dekan Fakultas Hukum Unipas Singaraja, DR I Nyoman Gede Remaja SH MH menghadirkan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Bali, I Dewa Tagel Wirasa SE Ak MSi, Dosen Fakultas Hukum Unipas Singaraja DR I Gede Surata SH MKn, Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan BPN Kabupaten Buleleng, Ida Kade Genjing SH serta narasumber secara virtual Anggota Komisi III DPR-RI, I Wayan Sudirta SH bersama Ketua BCW Putu Wirata Dwikora.
Ketua LSM KoMPaK I Nyoman Angga Saputra Tusan SH mengatakan, terjadi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta sulitnya akses masyarakat terhadap tanah yang menjadi permasalahan besar dihadapi bangsa Indonesia.
“Salah satu contoh yang terjadi belum lama ini adalah Pemerintah Provinsi Bali memberikan hak atas tanah kepada para petani penggarap di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Pemberian hak atas tanah kepada para petani seluas ± 359,87 hektar tersebut tidak didapatkan dengan cara mudah dimana sebelumnya para petani di Desa Sumberklampok terlibat konflik selama puluhan tahun dimana lahan yang selama ini ditempati dan digarap oleh para petani, diklaim penguasaannya oleh Pemprov Bali melalui Eks HGU PT Dharmajati dan Eks HGU PT Margarana,”papar Angga.
Ketua KoMPaK Angga Tusan mengatakan, para petani penggarap yang merupakan eks transmigran Timtim yang terpaksa pulang karena jajak pendapat di eks provinsi Timtim pada tahun 1999 saat ini juga sedang memperjuangkan hak milik atas tanah garapannya yang telah dikuasai sejak sekitar tahun 1999.
“Para petani tidak mendapatkan hak atas tanah sepenuhnya sesuai dengan garapan masing-masing karena terdapat pembagian hak atas tanah sebesar 30 persen atau mencapai 154,23 hektar untuk Pemerintah Provinsi Bali dan sebesar 70 persen atau 359,87 hektar untuk para petani,” tegas Angga Tusan.
Hal senada diungkapkan Ketua Panitia, Made Witama Mahardipa SH mengatakan, reforma agraria di bagian Buleleng Barat belum menyentuh kelompok masyarakat di Desa Sumberklampok, utamanya petani pengungi Eks Timtim yang telah menjadi korban kebijakan pemerintah yang perlu dilindungi hak-haknya agar memperoleh kepastian hukum terhadap tanah garapan yang telah digarap lebih dari 20 tahun.
“Kami berharap Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Buleleng segera menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh saudara-saudara kami Pengungsi Eks Timtim yang telah berlarut-larut dari tahun 2000 hingga saat ini,” tegasnya.
Pada bagian lain, Anggota Komisi III DPR-RI I Wayan Sudirta meminta agar dapat mengawal dan memfasilitasi permasalahan yang terjadi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau pihak-pihak terkait.
Pada bagian akhir dialog interaktif yang dipandu Ni Made Ayu Sundari Sasih SE, Wayan Sudirta memberikan rekomendasi agar KoMPaK membuat catatan dan kajian hasil dialog untuk mendorong para pihak menuntaskan Program Reforma Agraria secara baik dan benar. (625)