JAKARTA | patrolipost.com – Lebih dari 100 hari, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman menjadi buron dan bersembunyi dari kejaran Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, setelah sekian lama buron, dia akhirnya tak berkutik ketika tim lembaga antirasuah membekuknya di kawasan elit, di bilangan Jakarta Selatan. Penangkapan ini disaksikan oleh keluaarga inti Nurhadi, seperti istri, anak, menantu hingga cucunya.
Matahari belum tenggelam saat tim penyidik KPK dengan beberapa mobil dinasnya bergerak ke kawasan elite, di bilangan Jakarta Selatan Senin (1/6) sore. Tak berapa lama tim lembaga antirasuah datang, tiba-tiba sebuah mobil meninggalkan rumah megah berpagar besi tinggi dan berkelir putih di Jalan Simprug Golf 17 Nomor 1, Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Keberadaan mobil ini sempat terpantau dan berjalan pelan, namun ketika mengetahui ada yang membuntutinya, mobil tersebut langsung melesat kencang, hingga tim KPK pun tak bisa mengejarnya.
Hari pun mulai petang, namun semua lampu rumah tersebut, baik di bagian teras depan, samping dan dalam tak ada yang dinyalakan. Semuanya dibiarkan gelap gulita bak ‘rumah hantu’. Ini karena tak ada seorang pun penghuni rumah terlihat hilir mudik meski sebelumnya ada tamu yang pergi meninggalkan rumah mewah tersebut.
Sementara, berbekal informasi yang didapatkan dari masyarakat ihwal keberadaan Nurhadi di dalam rumah, tim KPK tak terkecoh dan enggan beringsut meninggalkan kediaman yang diyakini ditinggali Nurhadi. Tak ingin buruannya lepas, tak berapa lama usai Adzan Isya berkumandang, tim gabungan kemudian mengepung dari segala penjuru kediaman mewah yang diakui Nurhadi sebagai rumah sewaan.
Dengan kepercayaan dan keyakinan informasi yang diberikan masyarakat tersebut, dan didampingi ketua lingkungan keamanan setempat, tim KPK akhirnya mendekat dan mencoba mengetuk pintu gerbang secara baik-baik, seperti lazimnya bertamu ke rumah orang.
Namun cukup lama pintu diketuk, tak ada suara apapun dari dalam rumah. Karena tak kunjung dibuka, tim KPK pun akhirnya membuka paksa pintu gerbang rumah tersebut.
“Penyidik KPK dengan didampingi ketua RW setempat dan pengurus RT setempat melakukan upaya paksa dengan membongkar kunci pintu gerbang dan pintu rumah tersebut,” terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Selasa (2/6).
Seperti kondisi di luar, saat tim dan ketua serta pengurus lingkungan setempat berhasil menerobos ke dalam ruang tamu, tim mendapati semua lampu di ruang tamu dan kamar gelap gulita. Melihat kondisi gelap, tim pun berinisiatif menyalakan lampu agar ruangan menjadi terang.
Selanjutnya, tim pun bergerak ke beberapa kamar yang kondisinya gelap semua. Satu persatu kamar diketuk. Namun tak kunjung ada respons dari para penghuni kamar. Akhirnya setelah pintu kamar digedor, salah satu penghuninya, Nurhadi, membukakan pintu kamarnya. Hal ini juga dilakukan anggota keluarga Nurhadi yang berada di kamar lain, seperti anak, menantu, cucu, serta asisten rumah tangganya.
Nurhadi tak berkutik saat petugas lembaga antirasuah menyodorkan surat penangkapan untuk dirinya dan menantunya. Demikian juga Tin Zuraida, istrinya. Tim juga ikut membawa Tin dalam kapasitasnya sebagai saksi, karena kerap mangkir panggilan pemeriksaan penyidik. Untuk mempermudah pemeriksaan, Tin pun ikut diboyong oleh Tim KPK.
Ratimah, 43, tetangga Nurhadi menyebut, mantan petinggi MA tersebut beserta keluarganya memang belum lama tinggal di rumah tersebut. Dia menduga, mafia peradilan itu baru sekitar dua bulan menetap di rumah megah tersebut.
“Dia tinggal disitu belum lama, sebelum puasa. Sekitar dua bulanan,” kata Ratimah kepada JawaPos.com di Jalan Simprug Golf 17, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (2/6).
Ratimah mengaku tak pernah melihat Nurhadi secara langsung. Karena dia tak pernah berinteraksi dengan tetangga sekitar, bahkan warga tidak mengetahui kalau buronan lembaga antirasuah tinggal di rumah tersebut.
Ratimah menyebut, tak pernah melihat penjagaan yang ketat di rumah tersebut. Dia mengaku, hanya mengetahui seorang yang bekerja di rumah tempat persembunyian Nurhadi beserta menantunya itu.
“Nggak lihat, cuma tahu ada yang kerja dua orang, suka keluar beli minum,” ujar Ratimah.
Terkait operasi penangkapan tim KPK, lanjut Ratimah, kediaman Nurhadi tiba-tiba ramai pada Senin (1/6) sekitar pukul 20.30 WIB malam. Dia menyebut, sekitar lima mobil mendatangi tempat persembunyian Nurhadi.
“Sekitar 5 mobil kali ya, saya aja kaget nggak biasanya kan di sini ramai-ramai,” ujar Ratimah.
Ratimah yang sudah lebih dari 10 tahun tinggal di wilayah tersebut mengaku, proses penangkapan terhadap Nurhadi berlangsung hingga dini hari. Namun, sekitar pukul 06.30 WIB, dia sudah tidak lagi melihat banyak kendaraan di rumah tersebut. “Setengah 9 malam kali ya ramai, sampai pagi. Saya lihat setengah tujuh pagi udah nggak ada,” beber Ratimah.
Kini usai diamankan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, di rumah tahanan (Rutan) Kavling C1, (Gedung KPK lama). Keduanya ditahan setelah menjalani pemeriksaan secara intensif di gedung lembaga antirasuah sejak Selasa (2/6) pagi.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan, Nurhadi dan Rezky Herbiyono bakal ditahan untuk masa penahanan pertamanya selama 20 hari kedepan sejak 2 hingga 21 Juni 2020. Keduanya ditangkap setelah dimasukan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 13 Februari 2020.
“Penahanan Rutan dilakukan kepada dua orang tersangka tersebut selama 20 (dua puluh) hari pertama terhitung sejak tanggal 2 Juni 2020 sampai dengan 21 Juni 2020 masing-masing di Rumah Tahanan KPK Kavling C1,” kata Ghufron.
Untuk diketahui, Nurhadi menjadi buronan KPK bersama menantunya, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto. Ketiganya ditetapkan sebagai buronan KPK sejak 11 Februari 2020.
Dalam perkara ini, KPK menerapkan tiga orang tersangka. Mereka adalah eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi (NHD), menantunya Rezky Herbiyono (RHE) dan Hiendra Soenjoto (HS).
Diduga telah terjadi adanya pengurusan perkara terkait dengan kasus perdata PT. MIT melawan PT. KBN (Persero) pada tahun 2010 silam.
Nurhadi yang ketika itu menjabat Sekretaris MA dan menantunya diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT. MIT dari tersangka Hiendra untuk mengurus perkara peninjauan kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN (Persero).
Poses hukum dan pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN (Persero) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan. Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut tersangka Rezky menjaminkan delapan lembar cek dari PT. MIT dan tiga lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp 14 miliar.
Nurhadi dan Rezky lantas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Penanganan kasus ini merupakan pengembangan perkara yang berasal dari OTT yang pernah dilakukan KPK pada 20 April 2016.
Kala itu, KPK menciduk Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution yang kedapatan menerima suap dari Doddy Ariyanto Supeno dengan barang bukti uang Rp 50 juta. Keduanya diciduk di sebuah hotel di Jakarta.
Dari perkara ini KPK berhasil membongkarnya. Ternyata ini merupakan skandal suap yang melibatkan pejabat pengadilan dan pihak swasta dari korporasi besar.
Atas dasar bukti-bukti yang dimiliki, pada 22 November 2016, KPK menetapkan tersangka Eddy Sindoro (swasta). Setelah menjadi DPO dan menyerahkan diri pada 12 Oktober 2019, KPK memproses yang bersangkutan hingga persidangan. Dalam proses tersebut, KPK menemukan bukti dugaan perbuatan obstruction of justice sehingga menetapkan tersangka baru saat itu, Lucas (advokat). Proses hukum kasus ini masih berjalan saat ini di tingkat Kasasi.
Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam perkara suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015 – 2016 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja ke KPK. Sehingga KPK meningkatkan melakukan penyidikan dan menetapkan NHD, HS, dan RHE sebagai tersangka.(305/mrd/jpc)