DENPASAR | patrolipost.com – Untuk melakukan transaksi keuangan atau mengelelo dananya, masyarakat harus memahami lembaga keuangan seperti koperasi atau perbankan yang dipilih.
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sistem dan sektor keuangan telah berlaku dan disahkan atau diundangkan per 12 Januari 2023.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Pusat Studi Hukum Perbankan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung DR Zulfi Diane Zaini SH MH, di Denpasar, Selasa, 9 Juli 2024.
Perubahan yang terjadi dalam UU No 4 Tahun 2023 bertujuan untuk memperkuat regulasi dan tata kelola di sektor perbankan dan keuangan.
Ia menjelaskan, lingkup pidana yang diatur dalam UU No 4 Tahun 2023 berbeda dengan UU sebelumnya. Pada UU No 4 Tahun 2023 cakupan lingkup pidana perbankan diperluas.
Seluruh pemgurus dan pegawai bank, bahkan pihak ketiga yang menimbulkan kerugian bagi bank akan dikenakan tindak pidana perbankan.
“Contoh, nasabah melakukan konspirasi dengan pihak bank atau dengan salah satu pegawai bank, kalau tempo hari dengan Undang-undang 792 junto 10 Tahun 1998 itu pegawai banknya dikenakan tindak pidana perbankan, tapi nasabahnya dikenakan pidana umum. Tapi kalau sekarang misalnya ada tindak pidana perbankan setelah UU baru disahkan, maka nasabah yang melakukan konspirasi dengan pihak pegawai bank juga akan dikenakan tindak pidana perbankan,” jelasnya.
Hal itu kata DR. Zulfi Diane merupakan pembeda yang mendasar antara UU sebelumnya dan UU No. 4 Tahun 2023.
“Dengan berlakunya UU No 4 Tahun 2023, nasabah yang melakukan konspirasi dengan pegawai bank akan dikenakan pidana perbankan. Ini menandai perubahan mendasar dalam pendekatan hukum terhadap kejahatan perbankan,” tandasnya.
Dalam UU No 4 Tahun 2023 juga disebutkan bank diperbolehkan melakukam kegiatan usaha berbasis aplikasi internet yang bisa menimbulkan persaingan antara Perbankan dengan Pinjaman Online atau Pinjol.
Sementara itu, ia mengungkapan banyak masyarakat belum memahami tentang sistem penyimpanan uang di koperasi yang dianggap sama dengan penyimpanan uang di bank.
“Dalam penggunaan istilah pun kalau ada koperasi yang menggunakan istilah perbankan, misalnya nasabah, tabungan, deposito, atau ada yang terkait dengan aplikasi pembayaran tapi tidak berizin dari Bank Indonesia itu semua akan menabrak undang-undang perbankan,” ucapnya.
Kegiatan usaha koperasi berdasarkan UU No.52 Tahun 1992 disahkan oleh Kementerian Koperasi dan merupakan Usah Kecil Mikro dan Menengah. Sementara untuk perbankan, izin usahanya dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa dan Keuangan (OJK).
“Bank Indonesia selaku Bank Central mengatur mengenai pengawasan dalam sistem pembayaran,” kata DR Zulfi Diane, seraya menambahkan, Bank Indonesia juga menjaga stabilitas mata uang rupiah.
“Jadi masyarakat harus teredukasi bahwa ada pembeda antara penyimpanan dana di koperasi dengan penyimpanan dana di perbankan,” ucapnya.
Pembeda lain anatara koperasi dan perbankan yakni, koperasi menggunakan buku simpan pinjam sedangkan perbankan menggunakan buku tabungan. Selain itu koperasi menggunakan istilah anggota sedangkan diperbankan dengan istilah nasabah.
Koperasi melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan membagikan Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada anggota, sedangkan di perbankan dengan Rapat Umum Pembagian Saham (RUPS).
“Agar masyarakat tidak salah kaprah harus mengerti pembeda antara koperasi dan lembaga perbankan, dan yang baru ini adalah Fintech,” imbuhnya.
Pengetahuan yang memadai akan membantu masyarakat dalam mengambil keputusan yang tepat terkait penyimpanan dan pengelolaan dananya. (pp03)