(Foto/ist)
JAKARTA – Media sosial menjadi salah satu alat untuk menyebarkan informasi, perannya dinilai sangat penting di era digital saat ini. Sebut saja Facebook, Twitter, Instagram dan lainnya.
Lantaran itulah media sosial dianggap efektif untuk memberikan informasi tentang apapun. Hal itu berpotensi untuk meningkatkan partisipasi publik terhadap banyak hal.
Tidak diragukan lagi banyak manfaat yang diberikan semua platform media sosial, seperti penyebaran informasi secara aktual, berkomunikasi secara langsung antara komunikator (pemilik akun) dan komunikan (followers) secara real time, dan lain-lain. Hal ini memberikan keuntungan salah satunya meningkatkan koneksi, bahkan meningkatkan kesadaran masyarakat ataupun sosialisasi program kegiatan sebuah lembaga, instansi ataupun perusahaan.
Penggunaan media sosial membuat masyarakat mengetahui kegiatan seseorang, baik publik figur sampai petinggi pemerintah. Asalkan memiliki akun pada media sosial yang sama dan menjadi follower/pengikutnya, pengguna dapat terhubung secara langsung dengan mereka, merespon dengan memberi masukan, ide ataupun dukungan.
Sementara itu bagi pengamat sosial, politisi, media sosial bisa menjadi tunggangan yang baik untuk menceritakan apa yang menjadi perhatiannya ataupun mengenalkan program dan kegiatan yang sedang dilakukan.
Namun, alih-alih aktif, banyak orang berpendapat bahwa upload-an di media sosial berbeda jauh dari aslinya mereka atau wish image (imej yang terbentuk sesuai dengan keinginannya) dinilai hanya terkenal di dunia maya ketimbang di dunia nyata.
Media sosial seharusnya memiliki fungsi positif bukan berubah menjadi ajang peperangan yang membuat masyarakat kewalahan dengan informasi. Nilai Pancasila pun memudar, nilai kesatuan bangsa ini pun laksana hilang ditelan bumi.
Terlepas dari semua itu, seharusnya kita mampu menjadi manusia beradab dan menghargai perbedaan. Media sosial bukanlah saluran untuk menghujat satu sama lain, tapi lebih baik dari itu semua. Menginformasikan kebaikan, perkembangan, himbauan positif atau hasil dari kegiatan yang berguna untuk masyarakat umum.
Sebagai pemimpin, alangkah baik jika ke depannya dapat mengkombinasikan kedekatan langsung dan tidak langsung pada rakyat. Bekerja dilapangan dan bersedia interaksi langsung dengan masyarakat. Dan media sosial digunakan bukan hanya untuk menampilkan imej baik, melainkan saluran perpanjangan kehadiran pemimpin tersebut untuk menyebarkan berita baik kepada masyarakat tidak dilokasi, dan juga menjadikan media sosial tersebut saluran komunikasi dua arah yang dewasa dan beretika.
Dengan begitu, tercipta kedekatan yang nyata antara pemimpin dan masyarakat. Kepercayaan pun terbangun untuk menjalankan sistem kenegaraan yang adil dan mensejahterakan masyarakat.
Bukanlah sebuah kebanggaan kita bersama ketika membaca laporan berjudul ‘Digital Civility Index (DCI) 2020’ yang diumumkan Microsoft bahwa kesopanan netizen Indonesia merupakan salah satu yang terburuk dari 32 negara dalam survei tersebut. Sebagai masyarakat yang terkenal ramah oleh masyarakat dunia, karena sedari kecil kita diajarkan saling menghargai satu sama lain, gotong royong, seharusnya kita mampu belajar menelaah pernyataan dengan mata dan hati terbuka, tanpa ada tendensi negatif sehingga meragukan bahkan memperkeruh keadaan dengan pernyataan-pernyataan keras yang tidak ada landasan, ataupun karena merasa media sosial adalah ajang unjuk gigi bersama. Media sosial adalah channel atau saluran, pemilik akunnya lah tetap bertanggungjawab atas apapun yang ditulisnya.
Kalau dipikir-pikir, semua individu adalah pemimpin untuk dirinya dan sekitarnya. Maka, berpikir 1000 kali sebelum melakukan posting ataupun memberi komentar, karena apapun yang kita tulis memperlihatkan sejatinya diri kita sendiri. Kecintaan kita kepada Indonesia bukan dengan rajinnya ‘jempol’ kita di dunia virtual, namun dengan hasil kerja sesungguhnya untuk sekitar kita. Mari kita gunakan platform media sosial apapun untuk kebaikan, hal yang membanggakan bangsa ini. Indonesia bersatu, bersatu untuk Indonesia. (Rizka Septiana)