ENDE | patrolipost.com – Pariwisata di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini mulai menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan nusantara dan mancanegara. Keunikan dan keindahan alam baik di darat maupun laut menjadi primadona baru dalam industri pariwisata di Indonesia.
Taman Nasional Komodo di Labuan Bajo, Kampung Adat Wae Rebo di Kabupaten Manggarai, Kampung Adat Bena di Bajawa serta Danau Kelimutu di Kabupaten Ende merupakan deretan nama-nama destinasi wisata kelas dunia penuh keunikan sehingga menjadi incaran tujuan berwisata bagi banyak wisatawan.
Dengan dijadikannya Labuan Bajo sebagai destinasi wisata super prioritas oleh pemerintah, Labuan Bajo juga tentu harus dimanfaatkan sebagai pintu masuk bagi daerah-daerah lain di daratan Flores untuk mengembangkan setiap potensi yang dimiliki. Dengan demikian akan menopang pariwisata Labuan Bajo atau menjadi destinasi unggulan baru setelah Labuan Bajo.
Pasca Pandemi Covid 19, berbagai aspek dalam industri pariwisata tentu akan berubah. Tingkat kenyamanan, kebersihan dan keamanan tentu menjadi aspek prioritas yang perlu disajikan kepada setiap wisatawan.
Berbagai cara pun diupayakan pemerintah dalam menciptakan konsep berpikir masyarakat yang sadar akan kebersihan lingkungan. Hal ini dilakukan agar setiap pelaku pariwisata dan masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar destinasi – destinasi wisata di Pulau Flores selalu mengedepankan konsep hidup bersih dan sehat.
Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores, yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap percepatan pembangunan pariwisata di Pulau Nusa Bunga ini pun mengakui hingga saat ini terhadap sejumlah destinasi wisata yang ada di Pulau Flores tengah dilakukan berbagai kegiatan dalam upaya mewujudkan pariwisata berkelanjutan berbasis kebersihan, kesehatan, keamanan dan kelestarian lingkungan (CHSE).
Terbaru BOPLBF menggelar lokakarya Pengolahan Limbah dalam Gerakan Sadar Wisata (GSW) di Kabupaten Ende, Kamis (15/10/2020). Lokakarya diikuti 60 siswa/I tingkat SD hingga SMA se-Kabupaten Ende dengan menghadirkan narasumber dan fasilitator dari berbagai kalangan. Yaitu para pelaku ekonomi kreatif (ekraf) Flores, pelaku ekonomi sirkular seperti Koperasi Serba Usaha (KSU) Sampah Komodo, dan juga Dosen Prodi Ekowisata Politeknik El Bajo Commodus Labuan Bajo.
Direktur BOPLBF, Shana Fatina menjelaskan Pasca Pandemi, aspek CHSE akan menjadi pertimbangan penting bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke suatu destinasi wisata. wisata yang digemari juga adalah wisata untuk pemulihan yakni ekowisata yang berhubungan dengan aktivitas pemulihan (healing) seperti trekking, yoga, dan hiking.
“Untuk itu destinasi wisata harus memperhatikan aspek CHSE, salah satunya aspek kebersihan. Pulau Flores sangat terkenal akan alamnya yang indah nan eksotis serta cocok untuk destinasi wisata pemulihan. Ini merupakan aset berharga yang harus dijaga dan dilestarikan. Tanpa kita sadari, masalah limbah secara perlahan menggerus keindahan ini. Ini harus menjadi perhatian kita bersama dan harus diselesaikan bersama,” kata Shana.
Shana juga mengharapkan pemahaman tentang gaya hidup bebas sampah sejak usia dini dengan membiasakan perilaku 3R yaitu Reduce (Mengurangi Sampah), Reuse (Menggunakan kembali), dan Recycle (Daur Ulang) dapat diajarkan dalam tiap jenjang pendidikan sebagai salah satu upaya solusi masalah limbah.
Plt Bupati Ende, Jafar H Achmad menjelaskan Pemerintah Kabupaten Ende akan terus mendukung langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kebersihan lingkungan sehingga tercipta kelestarian dan pariwisata berkelanjutan.
Dia berterima kasih kepada BOPLBF yang memfasilitasi kegiatan workshop ini sebagai bentuk nyata dukungan terhadap kepedulian lingkungan. Dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh BOPLBF ini, Pemkab Ende akan lebih fokus lagi terhadap masalah kelestarian lingkungan pariwisata.
“Kami akan mulai dengan membuat regulasi agar sekolah-sekolah mulai menggunakan tas dari olahan limbah plastik sebagai tas untuk dipakai ke sekolah, hal ini kami harapkan sebagai bentuk tindakan yang nyata dalam mengurangi limbah plastik,” ungkap Achmad. (334)