JAKARTA | patrolipost.com – Setelah hasil Kongres Luar Biasa (KLB) ditolak pengesahannya oleh pemerintah, Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun disarankan untuk berhenti berupaya mengambil alih Partai Demokrat yang sah.
“Melihat pengakuan Moeldoko yang merasa terpanggil untuk menyelamatkan bangsa dan negara, sebaiknya beliau dengan dukungan JAM, Nazarudin, Darmizal, membentuk saja partai politik untuk bertarung pada Pemilu 2024 nanti, mumpung masih ada waktu tiga tahun lagi,” ujar Pangi Syarwi Chaniago, analis politik yang juga Direktur Eksekutif VoxPol Center Research and Consulting dalam keterangannya, Kamis (1/4).
Pangi melanjutkan, Moeldoko punya sumber daya yang besar, lalu ada Nazarudin walaupun baru selesai menjalani masa hukuman. Kemudian ada Jhoni Allen Marbun, Marzuki Ali, Darmizal, pasti bisa membantu membuka jaringan di daerah-daerah.
“Apalagi di situ juga ada politisi-politisi lintas partai seperti Ilal Ferhard dari Partai Gerindra, Max Sopacua dari Partai Emas, Razman Nasution yang sempat berkiprah di PKB,” kata Pangi menyarankan.
Karena itu, dengan pengumuman Kemenkumham tersebut serta pernyataa Menkopolhukam bahwa kisruh Partai Demokrat secara hukum sudah selesai, sebaiknya, Moeldoko dan kawan-kawan berhenti bertarung melawan Ketum Demokrat yang sah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Walaupun kesannya Jenderal Purnawirawan kalah dari Mayor Purnawirawan, tapi telan saja pil pahit ini, dan move on. Jangan pertaruhkan reputasi semata-mata demi gengsi,” saran Pangi lebih lanjut.
Secara politik, kata Pangi, sebenarnya, kehendak dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah jelas dalam kisruh ini. Keputusan Kemenkumham selain menegaskan bahwa pemerintah memang memegang janji untuk menegakkan hukum yang berlaku, tapi juga bisa dibaca sebagai isyarat politik bahwa Presiden Jokowi tidak berkenan dengan manuver Moeldoko
“Sebagai orang Solo, Presiden Jokowi tidak selalu mengungkapkan secara eksplisit apa yang beliau mau, tapi sebagai orang Jawa, Pak Moeldoko harusnya bisa menangkap isyarat ini. Jika tidak, Pak Moeldoko bisa dipersepsikan bukan lagi sebagai aset, tapi juga beban politik Pak Jokowi,” pungkasnya. (305/jpc)