JAKARTA | patrolipost.com – Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna mengaku sempat dimintai uang Rp1 miliar oleh pihak yang mengaku dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan iming-iming tak dijerat operasi tangkap tangan (OTT).
Hal itu terungkap dalam sidang kasus suap Rp1,6 miliar terkait proyek pembangunan RSU Kasih Bunda dengan terdakwa Ajay, di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (19/4).
Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cimahi Dikdik Suratno Nugrahawan sebagai saksi.
“Pak Wali Kota diminta sejumlah uang oleh orang yang mengaku dari KPK, beliau mengatakan Rp 1 miliar. Saya bilang, aduh mahal banget, kita uang dari mana,” ungkap Dikdik.
Dalam dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan Jaksa KPK dalam persidangan, disebutkan bahwa uang itu dibutuhkan untuk meredam orang KPK agar tidak melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Diketahui, Ajay ditangkap bersama sembilan orang lainnya, yang merupakan pejabat Kota Cimahi dan pihak swasta, pada Jumat (27/11/2020) pukul 10.40 WIB.
Dikdik pun menyebutkan, Ajay memintanya agar uang itu dikumpulkan melalui iuran dari para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Cimahi.
“Pak Ajay meminta bantuan kepada saya, supaya disampaikan kepada kepala SKPD untuk iuran sukarela,” ujarnya.
Uang itu dikumpulkan kepada Asisten Ekonomi Pembangunan Kantor Wali Kota Cimahi, Ahmad Nuryana. Lalu, diserahkan kepada salah seorang karyawan yang bekerja di perusahaan milik Ajay bernama Yanti.
“Dikumpulkan kepada Ahmad Nuryana. Menurut pak Ahmad Nuryana uang itu disampaikan kepada Ibu Yanti,” ungkapnya.
Dikdik menyebut nama orang KPK yang memerasnya itu adalah Roni. Pria itu datang ke kantornya mengaku orang KPK dengan segala indentitasnya. Menurut Ajay, sempat terjadi negosiasi dengan orang tersebut. Orang akhirnya meminta Rp500 juta.
“Terkumpul hampir Rp200 juta,” ucapnya.
JPU KPK Budi Nugraha menanggapi pengakuan saksi dan terdakwa akan menggali informasi orang yang dimaksud tersebut pegawai asli KPK atau bukan.
“Faktanya, sampai hari ini pun kita tanyakan kepada saksi, saksi tidak mengetahuinya. Tapi kita ingin tahu apakah betul orang KPK atau bukan. Nanti mungkin ketika pemeriksaan terdakwa, kita akan kejar ini,” kata Budi.
Budi justru mempertanyakan sikap Ajay jika ada oknum yang memeras, seharusnya hal itu dilaporkan kepada pihak kepolisian atau KPK.
“Kalau faktanya ada seperti itu, kenapa yang bersangkutan tidak melapor ke polisi atau ke kami. Bukannya [keterangan] permintaan tersebut hanya akal-akalan yang bersangkutan saja, toh faktanya uang sudah dikasihkan yang bersangkutan tertangkap juga,” ujarnya.
“Kecuali misalkan jangan sampai ada asumsi dia tidak memberikan uang lalu ditangkap KPK. Ini yang kita kejar siapa orangnya,” kata Budi.
Budi menuturkan sejauh ini pun sepengetahuannya tidak ada nama Roni di bidang penyidikan yang disebut oleh Ajay. Sehingga pihaknya akan mendalami terlebih dahulu keterangan Ajay tersebut.
“Tidak ada,” katanya menegaskan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna menerima suap Rp1,6 miliar terkait proyek pembangunan RSU Kasih Bunda di Kota Cimahi, Jawa Barat.
Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Mitra Sejati sekaligus pemilik RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan secara bertahap.
“Bahwa terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji berupa uang secara bertahap sejumlah total Rp1.661.250.000,” kata Jaksa KPK Budi Nugraha saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (14/4).
Menurut Budi, uang miliaran rupiah itu diberikan kepada Ajay agar proyek pengembangan RSU Kasih Bunda tidak dipersulit Ajay selaku wali kota Cimahi.
Dalam dakwaan yang disebutkan jaksa, Ajay meminta langsung agar proyek tersebut dikerjakan oleh kontraktor yang merupakan rekanannya. (305/cnn)