LABUAN BAJO | patrolipost.com – LS, seorang warga negara (WN) Swiss dilaporkan ke kepolisian setelah diduga melakukan tindakan Pencurian Data Pribadi (PDP) milik Fanni Lauren Christie, Warga Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.
Data pribadi milik Fanni (pelapor) yang digunakan oleh LS (terlapor) tanpa sepengetahuan pelapor berupa nomor sertifikat dari 9 bidang tanah milik Pelapor yang terletak di Kelurahan Labuan Bajo dan Desa Seraya Meranu, Kecamatan Komodo l, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Kuasa Hukum pelapor, D Edyanto M Silalahi menyebutkan laporan polisi dengan nomor LP/B/104/VII/2024/SPKT/ Polres Manggarai Barat/ Polda Nusa Tenggara Timur yang dibuat pada Senin (23/07) ini merupakan tindak-lanjut dari pengaduan masyarakat (Dumas) yang dilakukan klien-nya pada bulan April 2024.
“Kita sudah melakukan Dumas bulan April terus ditindaklanjuti dengan laporan ini untuk menjadi LP. Laporan ini terkait LS, soal perlindungan data pribadi yang dilakukan oleh LS sebagai terlapor. Jadi hari ini kita lihat perkembangan di Polres karena sudah terlalu lama prosesnya di Polres sehingga kita harus hadir disini untuk menindaklanjuti seperti apa arahan dari pihak Polres supaya bisa dijalankan dengan baik secara hukum,” ujar Edyanto, Senin (23/7/2024).
Sementara itu Kasi Humas Polres Mabar Iptu Eka Dharma Yuda membenarkan adanya laporan terkait pencurian data pribadi milik WNI yang dilakukan oleh seorang Warga Negara Asing (WNA). Eka menyebut, laporan korban sudah ditangani tim penyidik Polres Mabar untuk segera dilakukannya proses penyelidikan.
“Terkait dengan laporan yang disampaikan oleh ibu Fanni Lauren Christie terkait dengan Undang – Undang Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dengan terlapornya inisial LS, dan baru kali ini mereka korban melaporkan dan kemudian ditindaklanjuti tim penyidik nanti untuk dilakukan penyelidikan,” ujar Eka.
Eka menjelaskan, berdasarkan Dumas yang dilakukan pihak pelapor pada bulan April lalu, pihaknya telah memeriksa 5 orang saksi. Ke-5 saksi ini merupakan saksi dari pihak pelapor. Selain itu, pihaknya juga telah mengirimkan 2 kali surat undangan klarifikasi kepada terlapor, namun LS selaku terlapor tidak pernah memenuhi kedua undangan tersebut dengan berbagai alasan.
“Untuk korban sudah diambil keterangan dengan saksi 5 orang. Untuk LS kita sudah minta undangan klarifikasi dua kali. Dua undangan sebelumnya tidak hadir karena beliau berhalangan dan ada keluar negeri, kita ditunjukkan boarding pass nya oleh PH-nya. Nanti kita koordinasi ke PH untuk undangan klarifikasi yang berikutnya. Kita juga akan dalami keterlibatan saksi lainnya yang berhubungan dengan data pribadi ini,” tambah Eka.
Adapun laporan pencurian data pribadi ini bermula ketika pelapor mendapatkan surat panggilan sidang (relaas) dari pengadilan Negeri Labuan Bajo terhadap gugatan perdata yang dilakukan oleh LS. Dalam gugatan yang terdaftar di PN Labuan Bajo dengan Nomor 7/Pdt,G/2024/PN.Lbj ini, LS menggugat 3 sertifikat tanah yang telah dibeli dari pelapor dan dalam gugatan ini, LS turut menyertakan 9 sertifikat lainnya milik pelapor.
Terhadap gugatan ini, pelapor melalui kuasa hukumnya pun mempertanyakan penggunaan nomor sertifkat dari 9 bidang tanah milik kliennya yang digunakan LS dalam gugatannya tanpa sepengetahuan pelapor. Pasalnya, 9 bidang tanah ini tidak termasuk didalam transaksi jual belinya tanah antara pelapor dan terlapor.
Edyanto menyebut, sebelumnya antara pelapor dan terlapor pernah melakukan transaksi jual beli 3 bidang tanah yang terletak di Seraya Meranu. Namun, Ediyanto mempertanyakan penggunaan nomor sertifikat dari 9 bidang tanah di sejumlah lokasi berbeda yang tidak berhubungan dengan proses jual beli.
Menurutnya, dalam gugatannya dia menyebutkan beberapa sertifikat hak milik dari kliennya. Sementara hubungannya dengan gugatan dia yang dijual oleh kliennya itu hanya 3 bidang (tanah), sertifikatnya ada, namun dituangkan di sana (dalam gugatan) sebagai ganti rugi milik kliennya secara keseluruhan, data itu dari siapa, ada beberapa sertifikat itu, ada 9 sertifikat diluar tiga itu.
“Nah, kok bisa data ini keluar, siapa yang memberikan, kok bisa dia memasukan ke dalam gugatan data orang yang bukan ada hubungan dengan haknya dia,” tutur Edyanto.
Adapun gugatan LS terhadap 3 sertifikat tanah yang telah dibeli dari pelapor dilakukan karena LS menganggap pelapor tidak kunjung menyerahkan 3 sertifikat tanah tersebut setelah proses jual beli dilakukan. Merasa dirugikan, LS pun menggugat 3 sertifkat tersebut dan dalam gugatannya turut menyertakan 9 sertifikat tanah lainnya milik pelapor sebagai kompensasi dari nilai kerugian yang telah dialami oleh LS.
Namun, Edyanto menjelaskan bahwa, kliennya tidak pernah memiliki niat buruk untuk menahan 3 sertifikat tanah yang yang telah dijual kepada LS, namun kliennya menginginkan agar proses penyerahan 3 sertifikat ini dilakukan di depan pejabat notaris dan dituangkan dalam Akta Jual Beli (AJB), namun hal ini tidak disetujui oleh LS.
“Untuk 3 sertifkat itu, klien saya mau serahkan sertifikat, tapi mau ke notaris dulu. Itu sudah disampaikan dalam mediasi, tapi dia menuntut kompensasi, kompensasi yang tidak sesuai dengan harga tanah. Jadi dibuatlah sertifikat 9 bidang ini sebagai pengganti untuk kompensasi. Dia masukan dalam gugatan, sementara data 9 bidang ini dari mana dia dapatkan, kok bisa dia tuntut itu? Apa hubungannya dengan tanah yang lain itu. Dia minta kompensasi apa? Ini kan jual beli,” jelasnya.
Terhadap penggunaan data 9 sertifikat tanah yang digunakan oleh LS tanpa sepengetahuan pihak Pelapor, Edyanto menyebut akan menunggu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polres Manggarai Barat.
Edyanto juga menyebut tidak menutup kemungkinan akan menempuh jalur hukum lainnya jika pihak terlapor memiliki indikasi merampas harta milik kliennya. (334)