JAKARTA | patrolipost.com – Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan pengesahan UU Omnibus Law Cipta kerja adalah paling buruk yang pernah dilakukan di DPR. Itu karena setelah pengesahan UU Cipta Kerja tersebut masih adanya perbaikan dari draf UU tersebut. Padahal sejatinya UU yang telah diketok palu tidak boleh ada revisinya.
“Iya, ini melanggar iya. Ini praktik yang sangat buruk,” ujar Bivitri dalam diskusi secara virtual di Jakarta, Sabtu (17/10).
Menurut Bivitri pada persetujuan di tingkat I RUU tersebut dibawa ke paripurna. DPR harus punya RUU finalnya. Sehingga hal itu menjadi aneh di mata publik.
“Seharunya persetujuan tingkat satu juga tidak wajar harus sudah ada naskah finalnya,” imbuh Bivitri.
Berdasar itu, wajar saja publik menilai pembahasan UU Cipta Kerja sangat terburu-buru dan kenyataannya memang demikian. Apalagi ditambah belum adanya draf UU yang sudah final.
“Kita tahu begitu terburu-buru ada keinginan yang luar biasa mempercepat. Jadi ini dikebut belum siap,” ungkapnya.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan DPR dan pemeritah menjadi UU dalam rapat paripurna DPR pada Senin (5/10) lalu. Sebanyak tujuh fraksi setuju yakni Fraksi PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.
Sementara dua fraksi menolak yakni Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat. Bahkan Fraksi Partai Demokrat melakukan aksi walk out dari ruang paripurna sebagai bentuk penolakan pengesahan UU Cipta Kerja. (305/jpc)