DENPASAR | patrolipost.com – Bendesa Adat Berawa, I Ketut Riana dituntut 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (5/9). Ia dituntut dalam kasus dugaan pemerasan atau pungutan liar terhadap investor.
Dalam tuntutannya, Tim JPU dari Kejaksaan Tinggi Bali meminta Majelis Hakim yang diketuai Gede Putra Astawa yang memeriksa dan mengadili perkara menjatuhkan pidana terhadap terdakwa atas kesalahannya dengan pidana penjara selama enam tahun, menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Selain itu, menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti (UP) sebesar Rp 50 juta.
Ketentuannya, jika terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata JPU.
JPU menyampaikan bahwa beberapa unsur telah terpenuhi dalam perkara tersebut, mulai dari unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Sebab terdakwa setiap bulan mendapatkan penghasilan bersumber dari APBD Badung, dan menerima penghasilan dari Pemprov Bali dalam bentuk insentif.
“Meskipun nomenklatur berbeda-beda tidak menutup fakta penghasilan yang diterima terdakwa adalah gaji atau upah,” ungkap JPU.
Sementara unsur dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan unsur secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, permintaan uang Rp 10 miliar oleh terdakwa kepada saksi Andianto (investor) tanpa menyampaikan ke perangkat desa lainnya atau masyarakat, dianggap menyalahgunakan kekuasaan sebagai Bendesa Adat. Dan unsur memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; serta unsur perbuatan yang berlanjut.
Maka dari itu, perbuatan Ketut Riana dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pemerasan dalam jabatan secara berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pertimbangan JPU hal – hal yang memberatkan seperti perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan terhadap segala jenis tindak pidana korupsi, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, hingga terdakwa berbelit-belit dalam persidangan. Sedangkan hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa sopan dalam persidangan.
Kuasa hukum terdakwa, Komang Nila Adnyani mengatakan tuntutan JPU cukup berat. Ia pun membandingan kasus ini dengan kasus pungli fast track Imigrasi yang justru mandek.
“Ini tidak terduga bagi kami, semoga Majelis Hakim memutuskan yang seadil-adilnya. Iya, ini cukup berat,” kata Riana.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (19/9/2024) dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa. (007)