DENPASAR | patrolipost.com – Pameran bertajuk Resurrection dengan menampilkan karya 27 seniman dari dalam maupun luar negeri akan diselenggarakan dan dibuka secara umum di Art Xchange Gallery Sanur. Pameran seni ini dikuratori oleh Arif Bagus Prasetyo akan berlangsung selama sebulan, 4 April – 3 Mei 2022 mendatang.
Art Xchange Gallery merupakan tempat pameran seni resurrection yang didirikan oleh Benny Oentoro BA yang telah memulai perjalanan seninya, sejak 2009 di Surabaya, Jawa Timur. Pada 2011 Art Xchange Gallery pindah ke Singapura dengan tujuan memberikan eksposur yang lebih besar kepada para senimannya di pasar yang baru. Pada 2018 Art Xchange Gallery mendirikan galeri di Jakarta dengan tujuan memperkenalkan seniman Indonesia secara lokal dan internasional. Setelah lebih dari 10 tahun mendirikan galeri di Surabaya, Singapura dan Jakarta, Art Xchange Gallery akhirnya memutuskan untuk membuka galeri baru di Pulau Dewata.
“Visi dan Misi Art Xchange Gallery adalah untuk memberikan kesempatan bagi seniman muda untuk menunjukan bakat mereka kepada dunia. Seniman yang kita tampilkan pada pameran ini memiliki kekuatan masing-masing. Ini tentu arah yang benar secara alami karena Bali sudah terkenal di seluruh dunia sebagai destinasi internasional,” ujar Benny di Art Xchange Gallery Sanur, Jumat (1/4/2022).
Sebanyak 27 seniman yang menampilkan karya seninya diantaranya berasal dari Yogyakarta, Surabaya, Malang, Bali hingga Malaysia dan Macedonia. Karya-karya yang ditampilkan dalam pameran seni di Art Xchange Gallery Sanur adalah karya patung, instalasi dan lukisan. Karya lukisannya meliput gaya abstrak, naif, realis, surealis, hingga hiperrealis.
Dalam hal ini, Benny menjelaskan Art Xchange Gallery bekerjasama dengan Kopi Bali House di Sanur dan bersama-sama mengubah ruang menakjubkan yang indah guna membangkitkan dan menanamkan kehidupan baru ke dalam bangunan berusia 18 tahun tersebut. Kolaborasi ini akan menghadirkan pengalaman seni yang sama sekali baru bagi orang-orang di Bali dan sekitarnya, mulai dari visual hingga gastronomi.
Menurut Benny, tema pameran resurrection jika diartikan dalam bahasa Indonesia memiliki arti kebangkitan. Dimana, seni rupa belakangan ini seolah sudah mati. Budaya konsumerisme telah mematikan pasar seni rupa. Orang tidak lagi menghargai seni rupa dengan cara seperti dulu. Perupa tidak lagi menciptakan seni demi seni itu sendiri.
“Alih-alih, mereka memproduksi seni secara massal dan menciptakan seni demi uang. Pentingnya menciptakan seni tidak lagi terletak pada mutu atau jiwa karya seni, melainkan terletak pada likuiditasnya. Semuanya demi mendapatkan uang secepat-cepatnya,” imbuhnya.
Pihaknya yakin ini merupakan waktu yang tepat untuk memulihkan pasar seni rupa seperti sedia kala. Dimana, seni perlu dibangkitkan, orang perlu belajar bagaimana menghargai seni dengan tulus, bukan karena nilai uangnya, tetapi karena konteksnya yang lebih luas. Terlebih seni membuka hati dan mengenyangkan pikiran.
“Tanpa seni, kita akan hidup di dunia yang hampa, dunia yang tidak ada pemikiran dan kegembiraan, hanya ada kehambaran,” tuturnya.
Sementara Ni Nyoman Sani salah satu seniman yang ikut serta di pameran menampilkan karya unik berkonsep kuat yang banyak mengangkat tema perempuan. Sani mengaku sejak kecil sudah tertarik menggambar, namun kegemarannya itu tidak mendapat dukungan keluarga. Meskipun demikian, bakat seni rupa yang ada dalam dirinya terus dipupuknya dengan tekun berlatih menggambar.
Semangat berkesenian Sani diilhami perjuangan ibunya, seorang pekerja keras yang sangat tangguh. Berbekal kemampuan berdagang benda kerajinan, sang ibu membimbing anaknya untuk meraih impian. Sani menggemari ilustrasi fesyen dan akhirnya memutuskan untuk menekuni fine art dengan mengambil tema perempuan.
Bagi Sani, bagian tersulit dalam berkarya adalah mengakumulasikan apa yang dilihat dan diserapnya. Karya Sani kerap menghadirkan bentuk tubuh dan wajah perempuan dengan warna-warna gelap dan terang. Pilihan warna ini tergantung pada suasana hati Sani. Menurutnya, perempuan ibarat malaikat bagi dirinya sendiri, namun juga bisa menjadi racun untuk dirinya sendiri, tergantung pada apa yang ia lakukan.
“Dalam berkarya, biasa menggunakan cat akrilik, cat air, cat minyak, dan dermatograph. Karya kali ini terinspirasi dari wajah anak saya dengan nuansa bunga matahari yang mengingatkan pada kebun saya bunga matahari,” tambah Sani.
Sebagai pelaku seni, Sani berkeyakinan bahwa komitmen dalam berkesenian adalah kunci utama menuju karier yang terus berkembang. Dimana, karyanya ibarat buku perjalanan hidup yang ditulis untuk anak-anaknya.
Ke-27 seniman yang memamerkan karyanya yakni Ana, Andi Prayitno, Ang Che Che, Anis Kurniasih, Antoe Budiono, Ben Wong, Budi Asih, Burhanudin Reihan Afnan, Cadio Tarompo, Camelia Mitasari Hasibuan, Chairol Imam, Citra Pratiwi, Dedi Imawan, Dona Prawita Arissuta, Hendra Purnama, I Made Gunawan, I Made Santika Putra, I Putu Adi, I Wayan Legianta, Jemana Bayubrata Murti, Johhny Gustaf, Lim Tong Xin, M Aidi Yupri, Ni Nyoman Sani, Sinisha Kashawelski, Wahyu Nugroho dan Wisnu Ajitama. (030)