SURABAYA | patrolipost.com – Kasus pernikahan dini di Jawa Timur hingga Oktober 2020 mengalami kenaikan dibanding 2019. Pada 2019, tercatat menurut data Pengadilan Tinggi Agama Jatim di Surabaya, ada 5.127 kasus pernikahan dini atau anak di bawah umur. Hingga akhir Oktober 2020, tercatat sudah ada 6.084 kasus pernikahan anak.
“Ini adalah pernikahan anak yang laki-laki di bawah usia 19 tahun. Kemudian wanitanya di bawah usia 16 tahun. Ini fenomena gunung es. Bisa jadi yang tidak tercatat lebih dari data itu, karena dinikahkan secara siri oleh tokoh agama setempat,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim, Andriyanto, Selasa (3/11/2020).
Dia juga mengungkapkan, angka perceraian di Jatim menunjukkan tren peningkatan. Pada tahun 2019 tercatat 8.303 kasus, tetapi sampai akhir September 2020 tercatat 55.747 kasus. Imbasnya janda janda muda semakin banyak.
“Ini menjadi sebuah angka yang cukup memprihatinkan. Ini karena kalau terjadi perceraian, suka tidak suka, mau tidak mau bahwa yang terdampak adalah anak-anak. Pada konteks perlindungan anak, akan muncul kasus penelantaran anak hingga kasus traficking anak,” ungkapnya.
Berdasarkan data Simfoni (Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak) hingga 2 November 2020, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim mencapai 1.358 kasus. Dari jumlah kasus itu, kekerasan seksual masih mendominasi.
“Kekerasan perempuan serta anak banyak terjadi di rumah tangga. Ini menjadi persoalan. Pada masa pandemi ini betul-betul kita tuntaskan, kita selesaikan. Kalau ini tidak bisa kita tangani, maka bisa menyebabkan persoalan konflik sosial,” keluhnya.
Pemprov Jatim, kata dia, telah membuat tim, terutama terkait pemulihan sosial, selain ekonomi dan kesehatan. Terdapat desk konseling untuk keluarga sejahtera yang ditempatkan di seluruh Bakorwil di Jatim dan membuka layanan online dan offline. “Desk konseling ini untuk melayani pengendalian penduduk, ketahanan keluarga dan terapi stres anak pada pendidikan,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa akan meningkatkan koordinasi antar instansi, ormas serta lembaga perguruan tinggi untuk menurunkan angka perceraian dan nikah usia dini di Jatim. Tingginya perceraian berpengaruh pada kualitas hidup keluarga, terutama anak yang butuh perlindungan dan tumbuh kembang yang baik.
“Silaturahim ini menjadi starting point kita untuk mengintervensi semaksimal mungkin untuk menurunkan angka perceraian dan nikah usia dini di Jatim,” ungkapnya.
Khofifah menjelaskan, salah satu caranya yakni dengan memperkuat pelaksanaan kursus calon pengantin (suscatin). Dengan mengikuti suscatin, calon pengantin akan dibekali materi dasar tentang pengetahuan dan ketrampilan berumah tangga. “Masalah ini merupakan tanggung jawab kita semua, maka yang harus diperkuat adalah di sisi preventif dan promotif,” tegasnya. (305/snc)