SINGARAJA | patrolipost.com – Wajah sumringah Made Suweta (76) terpancar saat melakukan panen perdana jeruk keprok di lahan seluas 20 are miliknya di Banjar Dinas Bingin, Desa Dencarik, Kecamatan Banjar. Tak kurang 4 ton jeruk keprok berhasil dipanen merupakan buah kerja kerasnya selama ini.
Dengan menggunakan pola tanam organic, Suweta mengaku belum menemukan nama jenis varietas jeruk yang ia tanam pasca punahnya jeruk sejenis yang dikenal Jeruk Bondalem.
Pensiunan pegawai Dinas Kehutanan Buleleng ini mengaku cukup lega melihat buah jeruknya dapat diterima pasar lokal di Bali di tengah persaingan buah sejenis yang terlebih dahulu memenuhi pasar. Suweta mengaku butuh waktu beberapa tahun untuk melakukan inovasi dari berbagai jenis jeruk sebelum menemukan varietas baru yang dipanen, Senin (1/6/2020).
“Selama empat tahun saya mencoba bertani jeruk keprok menggunakan system organik. Tidak ada bahan kimia yang digunakan saat mulai tanam hingga panen,” jelas Suweta yang juga Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Provinsi Bali.
Sebelum beralih menanam jeruk keprok, berbagai macam jenis tanaman pertanian pernah dilakoni. Mulai tanaman berorientasi herbal seperti ginseng, mahkota bungan, mengkudu hingga klengkeng. Namun selalu gagal baik diawal maupun pasca panen.
“Sebabnya karena ditipu maupun sebab lain terutama soal modal yang membuat kami selalu rugi dan terhenti di tengah jalan. Kalau dihitung sudah rugi puluhan juta rupiah,” imbuhnya.
Atas kondisi itu, Suweta mulai menemukan jalan untuk mengembangkan jenis jeruk yang pernah menjadi salah satu icon Buleleng yakni jenis jeruk dari Bondalem yang pernah merajai pasar jeruk di Bali. ”Selama empat tahun melakukan pencarian dan inovasi bibit jeruk Bondalem,” ungkapnya.
Barulah keinginan untuk mengembangkan jeruk keprok terbuka saat di lahan salah seorang petani Desa Temukus ada tanaman jeruk keprok asal Desa Bondalem. Suweta mengambil induk tanaman untuk dijadikan bibit. Dalam waktu bersamaan Suweta juga tengah menanam jeruk siam asal Kintamani.
“Hasil inovasi dengan melakukan okulasi dua jenis varietas itu. Dan hasilnya adalah jeruk yang saya panen saat ini,” ucapnya.
Selama melakukan perawatan tanaman jeruk keprok hasil okulasi itu, Suweta mengaku lebih mengedepankan system partanian organik dengan memanfaatkan bahan lokal. Dan itu tidak mudah karena memerlukan ketelitian dan kesabaran serta keuletan agar tanamanya tidak terserang hama atau virus.Terlebih selama perawatan tak menggunakan bahan kimia.
“Buah jeruk keprok yang saya tanam buahnya 85 persen hampir mirip dengan buah jeruk keprok Bondalem. Sedangkan dari sisi struktur pohon jeruk sangat berbeda dengan pohon jeruk lainnya. Pohon jeruk Bondalem lebih tinggi dibanding jeruk yang saya tanam,” ungkap Suweta.
Pilihan menggunakan pupuk organic bukan tanpa alasan. Menurut Suweta, menanam jeruk dengan pertanian organic selain murah biaya produski, buah yang dihasilkan lebih higienis dan tidak berbahaya dan konsumen banyak yang mencari.
“Jenis jeruk keprok yang saya tanam ini belum diketahui varietasnya dan untuk sementara saya menyebutnya jeruk Dencarik,” sambungnya.
Untuk itu, ia berharap Dinas Pertanian Buleleng memperhatikan jeruk Dencarik yang ia tanam untuk dilakukan uji varietas.Agar dikethaui bahwa jeruk ini varietas baru, bukan varietas jeruk Bondalem, jeruk siam kintamani, dan variteas jeruk lainnya.
“Untuk ke depan akan kami kembangkan setelah dipatenkan tentu tetap dengan pola tanam organik.Saya berharap Dinas Pertanian Buleleng segera melakukan uji varietas tersebut,” tandas Suweta. (625)