BANGLI | patrolipost.com – Pembukaan Penglipuran Vilage Festival (PVF) IX dimeriahkan dengan penampilan 200 siswa SMP yang menarikan Tari Pendet, Jumat (9/12/2022). Acara yang dibuka Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta juga menampilkan fragmentari Alas Gesing yang menceritakan keberadaan hutan bambu di Desa Penglipuran. Pembukaan PVF dihadiri Sekretaris Deputi Bidang Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf/Baperakraf RI Edy Wardoyo.
Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta mengatakan, pasca pandemi kegiatan di luar ruangan menjadi favorit banyak kalangan. Di Bangli selain Kintamani ada juga Desa Penglipuran yang cukup ramai dikunjungi. Dikatakan, ketika cuaca cerah sehari kunjungan bisa mencapai 2.000 orang.
“Setelah berjibaku dengan pandemi Covid-19, kini kondisi pariwisata Penglipuran sudah mendekati normal,” sebut bupati asal Desa Sulahan, Kecamatan Susut ini.
Menurut Bupati Sedana Arta PVF yang dilaksanakan kali sudah baik dari sisi tata aktivitas maupun tema. Banyak kegiatan yang bakal diselenggaran selama PVF. “Ini menjadi kebangkitan pariwisata Bali dan khususnya Bangli,” jelasnya.
Sebut Sedana Arta, pemerintah daerah mendukung kemajuan pariwisata di Penglipuran sejumlah infrastruktur juga telah ditata. Tentu ke depan akan dilakukan penataan kembali. Dari pihak Desa Penglipuran juga melakukan penataan di hutan bambu, sehingga pengunjung tidak hanya terpusat di Desa.
Di sisi lain Manajer Desa Wisata Penglipuran I Wayan Sumiarsa menjelaskan festival yang digelar 9-14 Desember dikemas berbeda dari festival sebelumnya. Tidak hanya melibatkan warga Penglipuran, acara pembukaan melibatkan siswa SMP.
Ada 200 orang siswa dari SMPN 1 Bangli dan SMPN 2 Bangli yang ikut meramaikan acara pembukaan. “Siswa ini menampilkan tari kolosal, yang mana tari yang dibawakan adalah Tari Pendet,” jelasnya.
Para penari yang jumlahnya 200 orang ini, keluar dari setiap angkul-angkul bambu rumah warga. Kemudian menari di sepanjang jalan. Disebutkan jika proses latihan lebih banyak dilakukan di sekolah. Sehari jelang pembukaan, siswa baru melakukan gladi.
“Baru pertama kali melibatkan siswa, kami ingin mengangkat suasana desa. Saat menari, siswa ini mengenakan pakaian khas tempo dulu,” ungkapnya.
Selain tari kolosal, ditampilkan pula fragmentari yang berjudul Alas Gesing. Wayan Sumiarsa mengatakan Alas Gesing atau Hutan Bambu menceritakan kisah atau sejarah perperangan antara Raja Bangli dan Buleleng. Yang mana ketika itu pasukan Raja Buleleng menggunakan senjata berupa bambu runcing, membawa perbekalan yang diangkut dengan bambu. Setelah perperang tersebut, banyak senjata bambu runcing yang dibuang. Akhirnya bambu tersebut tumbuh dan kini menjadi hutan bambu di Desa Penglipuran.
“Fragmentari Alas Gesing ini selaras dengan tema yang diangkat pada PVF kali ini yakni Kaplataru,” jelasnya.
Proses pembuatan fragemen tari Alas Gesing ini pihaknya menggandeng ISI Denpasar. Proses penggarapan sekitar 6 bulan. Fragmentari ini dibawakan oleh seka truna Desa Penglipuran yang jumlahnya 20 orang.
Diakui pelaksanaan PVF ini lebih singkat dibanding tahun sebelumnya. Jika PVF dilaksanakan lebih lama dikhawatirkan pelayanan terhadap pengunjung tidak optimal. Mengingat kondisi lahan parkir terbatas.
Disinggung jumlah kunjungan, kata Wayan Sumiarsa terjadi tren peningkatan kunjungan wisatawan ke Desa Penglipuran. Dengan adanya PVF ditargetkan kunjungan meningkat. Jika hari biasa kunjungan 1.500 per hari kini ditargetkan 3.000 orang perhari.
“Harapan kami dengan digelarnya PVF bisa mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan,” sebutnya. (750)