SINGARAJA | patrolipost.com – Konflik pasca pemilihan bendesa adat di Desa Adat Pengastulan, Kecamatan Seririt tampaknya makin memanas. Ini setelah beredar pesan persetujuan Penerbitan SK Pengukuhan untuk Prajuru Desa Adat pada Purnama Sasih Sadha Isaka 1943 (26 Mei 2021) melalui pesan WA yang salah satunya menyebut Desa Adat Pengastulan.
Pjs Bendesa Adat Desa Pengastulan, Jro Mangku Nyoman Sukarsa maupun Kertha Desa Gusti Putu Danendra Yasa menolak rencana pengukuhan bendesa terpilih karena dianggap cacat hukum.
“Saya selaku Pjs Bendesa Adat Desa Pengastulan menolak penerbitan SK MDA untuk mengukuhkan bendesa adat baru. Proses untuk ngadegang bendesa Adat Pengastulan cacat hukum,” kata Jro Mangku Sukarsa, Minggu (23/5/2021).
Menurutnya, sejak awal proses ngadegang desa adat yang seharusnya dilakukan secara musyawarah dan mufakat. Namun oleh panitia prosesnya disimpangkan melalui cara voting. Menurut Sukarsa, cara voting dalam proses pemilihan bendesa adat terlebih dilakukan di masing-masing banjar tidak dikenal, dan cara itu dipaksakan sehingga menimbulkan kekisruhan pada hasil akhirnya.
“Cara voting itu digugat oleh krama dan gugatan pembatalan pengangkatan dan pelantikan bendesa adat terpilih itu disampaikan kepada panitia, pejabat Plt Desa Adat Pengastulan hingga ke MDA Provinsi Bali,” imbuhnya.
Sukarsa menilai, proses ngadegang bendesa adat selain tidak sesuai dengan Perda No 4/2019 tentang Desa Adat terutama pasal pasal 29 poin 1 dan 4, proses itu juga tidak sesuai dengan SE MDA Provinsi Bali No 006/SE/MDA-Provinsi Bali/VII/2020 karena dilakukan dengan cara voting. Tidak hanya itu, kata Sukarsa, calon terpilih terindikasi melakukan penyalahgunaan keuangan desa adat dan kasusnya telah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Buleleng beberapa waktu lalu.
Yang fatal, sambungnya, pihak panitia usai melakukan tugasnya tidak berkoordinasi dengan Pjs Bendesa Adat maupun prajuru sehingga terindikasi ada penyalahgunaan wewenang jabatan. Bahkan prarem ngadegang Bendesa Adat Pengastulan belum disahkan oleh MDA Provinsi Bali.
“Untuk penolakan pengukuhan ini selain kami berkoordinasi dengan MDA di semua tingkatan, kami juga telah bersurat ke Bendesa Agung Ida Penglingsir Putra Sukahet agar memberikan atensi terhadap masalah di Desa Adat Pengastulan,” ucapnya.
Hal yang sama disampaikan oleh anggota Kertha Desa. Gusti Putu Danendra Yasa yang menolak rencana pengukuhan bendesa adat tersebut. Menurutnya, banyak aturan yang dilanggar terutama tata cara ngadegan desa sehingga hasilnya pun cacat hukum.
“Apalagi yang terpilih sudah dilaporkan ke Kejaksaan atas penyalahgunaan keuangan desa adat dengan nilai Rp 200 juta lebih dengan perjanjian kesanggupan mengembalikan sebesar Rp 12 juta lebih hingga kini belum jelas ujungnya,” ujarnya.
Atas dasar itu, Danendra Yasa mengatakan untuk kembali melihat awig-awig yang tercantum dalam Pawos 17 ayat D yang menyebut sanksi bagi pelanggar etika atau nilar sesana secara otomatis hak memlih dan dipilih menjadi gugur.
”Solusinya, harus dilakukan paruman desa adat lagi untuk memilih bendesa baru karena yang sebelumnya banyak terjadi pelanggaran dan cacat hukum,” ujarnya.
Pemilihan Bendesa Adat Pengastulan berlangsung, Minggu (10/1-2021) lalu melalui mekanisme voting. Pemilihan itu diikuti oleh empat calon yakni: Kadek Mastra, Nyoman Maruta, Nyoman Sukarsa dan Nyoman Ngurah. Hasil voting Nyoman Ngurah memperoleh 270 suara, Nyoman Sukarsa mendapat 124 suara, Kadek Mastra 146 suara dan Nyoman Maruta memperoleh 113 suara.
Ketua Panitia Pemilihan Bendesa Adat Pengastulan Dewa Susatra, tidak merespon saat dikonfirmasi soal pelaksanaan soal pemilihan bendesa sebelumnya. (625)