DENPASAR | patrolipost.com – Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menjelaskan, media mainstream adalah rujukan yang digunakan oleh KPU Bali dalam menyebarkan informasi resmi.
Dalam hal sosialisasi tahapan pemilu, kata Lidartawan, media perlu merujuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Kampanye meliputi, pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog.
Selain itu, debat publik atau debat terbuka antar pasangan calon, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye (APK), penayangan iklan kampanye di media massa cetak, media massa elektronik, media sosial, dan/atau media daring.
“Saya berharap teman-teman di media mainstream yang jadi rujukan, harus betul-betul kuat,” kata Lidartawan, dalam Workshop Peliputan Pemilu 2024, yang diselenggarakan oleh Dewan Pers dan Komisi Pemilihan Pemilu (KPU), di Sanur, Senin (31/7/2023).
Sementara itu, Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Dewan Pers (DP) Paulus Tri Agung Kristiano mengatakan, pemilu berpotensi memunculkan informasi yang menyimpang, bahkan hoaks.
Dalam hal ini, media mainstream sebagai rujukan, akan selalu tertinggal dari kecepatan informasi yang dilempar oleh buzzer, influencer maupun akun robot.
“Kalau bicara soal digitalisasi atau robotik informasi, mereka tanpa konfirmasi dan dilempar saja informasinya. Kalau kita tidak melakukan konfirmasi kan akan menimbulkan persoalan baru,” kata Tri Agung.
Menurutnya, media sepanjang memiliki standar kerja jurnalistik dan memegang kode etik, kata pria yang akrab disapa Tra ini, akan selalu tertinggal oleh informasi tanpa konfirmasi.
Situasi seperti itu menjadi bagian tugas Dewan Pers untuk selalu mengingatkan, bahwa media mainstream tidak selalu harus mengejar kecepatan. Karena, platform global juga mengubah algoritmanya.
“Google tidak lagi bicara tentang kecepatan. Karena itu kita bersama-sama membangun jurnalisme berkualitas,” kata Tra. (pp03)