MANGUPURA | patrolipost com – Dalam RUU KUHP salah satunya mengatur tentang pasal perzinahan atau pasal 415. Beleid atau aturan itu sempat membuat pelaku pariwisata di Bali resah. Sebab dikhawatirkan, pasal 415 menjadi bumerang bagi para pelaku akomodasi kepariwistaan, terutama pengelola hotel, vila maupun penginapan.
Isu tersebut dibahas dalam talkshow yang difasilitasi oleh Dinas Pariwisata Bali. Sejumlah narasumber dihadirkan, terutama dari Divisi Imigrasi Kanwilkumham Bali dengan mengundang pelaku pariwisata.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjokorda Bagus Pemayun mengatakan, dialog tersebut dilakukan untuk menyamakan persepsi antara pelaku pariwisata dengan pemerintah atau dalam hal ini diwakili oleh Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Bali.
“Biar tidak ada isu-isu liar merebak ke mana-mana. Kita ingin menyamakan persepsi. Karena bagaimana pun kita di Bali tergantung dengan pariwisata,” jelas Tjok Bagus Pemayun.
Dalam Pasal Perzinahan RUU KUHP pasal 415 ayat 1 menjabarkan tentang persetubuhan dengan bukan suami/istri dipidana 1 tahun. Dalam ayat berikutnya disebutkan, bisa dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi yang terikat perkawinan.
Orangtua atau anaknya bagi yang tidak terikat perkawinan. Pengaduan juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang belum dimulai.
“Penyampaian yang ada selama ini setengah-setengah, cuma di ayat 1 saja, tapi di ayat 2 kan ada menjelaskan tidak bisa dilakukan penuntutan kecuali ada pengaduan,” jelas Ni Nyoman Suadnyani dari Kanwilkumham Bali.
Dalam talkshow itu muncul sejumlah usulan dari pelaku pariwisata. Terkait pasal perzinahan itu, sering terjadi penggerebekan. Ada usulan, jika sanksi pidana bukan hanya untuk pelaku perzinahan saja tapi juga pelaku penggerebekan.
Mengingat, dalam pasal 415 KUHP yang baru sudah dijelaskan, bahwa tidak bisa dilakukan penuntutan kecuali ada pengaduan. (pp03)