Pengusaha di Denpasar Dituduh Kuras Tabungan Ponakan, Berikut Klarifikasinya

hermes gazali
Hermes Gazali. (ray)

DENPASAR | patrolipost.com – Hermes Gazali (53), seorang pengusaha di Denpasar membantah dilabeli sebagai paman yang menguras tabungan ponakannya, Johanes Putra Gazali dan Abraham Putra Gazali sebagaimana dituduhkan oleh sejumlah pihak. Kepada media massa, Hermes menceritakan kronologi serta silsilah keluarganya yang berasal dari Surabaya.

Sebagai adik kandung almarhum Herman Gazali, ia memberikan klarifikasi atas laporan polisi nomor; B/79/V/RES.2.2/2023/DITRESKRIMSUS, tertanggal 30 Mei 2023 perihal laporan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan penggelapan yang dialamatkan kepadanya.

Bacaan Lainnya

Hermes Gazali menjelaskan, pelaporan terhadap dirinya dengan tuduhan serupa pernah dilakukan di Polresta Denpasar. Namun telah clear karena dia tidak terbukti bersalah sehingga terbit Surat Perintah Penghentian Penyidikan alias SP3 nomor B/6810/XII/2018/Polresta Dps tentang Pemberitahuan Penghentian Penyidikan yang ditandatangani oleh Kapolresta Denpasar saat itu, AKBP Ruddi Setiawan, SIK SH MH tertanggal 13 Desember 2018.

Kedua pelapor mengaku kehilangan uang di tabungan sebesar Rp 900 juta (tersisa Rp 65 ribu di rekening Abraham) dan tersisa Rp 51 ribu di rekening Johanes. Menurut Hermes, kakak beradik ini sendirilah yang mentransfer dana tersebut di BCA KCU Hasanudin pada 23 Januari 2017 untuk membayar tagihan UD Putra Tehnik Denpasar.

“Tahun 2017 saya pernah dilaporkan, katanya menguras tabungan dua anak ini. Padahal kenyataannya uang itu untuk usaha namanya UD Putra Tehnik di Bali. Tahun 2014 akhir, kakak kandung saya divonis mengidap kanker getah bening. Untuk operasional toko, semula rekening atas nama kakak saya dijadikan ke nama dua anak ini.

Setelah kakak kandung saya meninggal dunia 21 Januari 2017, saya kaget ada akta baru di Bali, yakni akta kelahiran kakak saya dan istrinya dimana akta ini berbeda dengan akta asli yang di Surabaya. Bedanya tempat lahir dan nama orangtua. Atas dasar itu mereka mengeluarkan akta anak kandung untuk Abraham dan Johanes dari Disdukcapil Denpasar yang semestinya bukan anak kandung jadi anak kandung; beda dengan yang di Surabaya,” jelas Hermes Gazali ditemui di Mapolresta Denpasar baru-baru ini.

Hermes mengaku heran karena ia kembali diungkit-ungkit, bahkan namanya disebut-sebut akan segera menjadi tersangka. Kepada awak media, Hermes mempertanyakan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Denpasar membenarkan almarhum kakaknya memiliki akta lahir atas nama Herman Gazali Nomor 20/Disp.DT/2001 yang diterbitkan pada 28 November 2001. Sementara keluarga besarnya memegang akta kelahiran No.3127/1965 atas nama Tiong Han yang lahir di Surabaya pada 13 Oktober 1965 yang disebut sah oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya.

“Kakak saya lahir tahun 1965 yang di sini (Bali, red) terbitnya tahun 2001. Kedua anak angkat ini lahirnya di Surabaya. Johanes Putra diadopsi dari sebuah yayasan di Surabaya dan dibenarkan oleh pihak yayasan. Anak kedua, almarhum dan mantan istrinya (Felice Jessica Novita) langsung menghubungi orangtua si anak. Dua anak ini ibunya sama, ayahnya berbeda. Pengangkatan anak ini tidak atas persetujuan keluarga. Orang tua saya tidak ada memberikan persetujuan pengangkatan anak. Saya sendiri juga tidak pernah diberitahu, makanya setelah mengangkat anak mereka pindah ke Bali sejak tahun 2000-2001. Lalu tiba-tiba mereka punya akta lahir sebagai anak kandung,” kata Hermes.

Dikatakannya, ia mengetahui ada akta palsu ini saat sang kakak kandung meninggal dunia. Sebagai keluarga, ia ajukan surat akta kematian berdasarkan akta asli. Sementara istri almarhum mengajukan dengan akta yang menurutnya palsu. Setelah diajukan ke Disdukcapil Denpasar dimintai persyaratan ini itu sudah lengkap semua, tetapi tetap ditolak dengan alasan saat itu masih ada “urusan keluarga” belum clear.

Imbas dari akta palsu ini, terang Hermes, keluar surat waris yang menyatakan bahwa dua anak angkat almarhum berubah jadi anak kandung adalah ahli waris. “Saya dituntut berdasarkan surat keterangan itu, bahwa saya merampas dan mengambil tanpa hak. Padahal yang terjadi sebenarnya, kakak kandung saya sudah cerai tahun 2014 dengan istrinya,” terangnya.

Terkait uang sejumlah Rp 1.174.833,812 di Bank Maspion Denpasar, Hermes menekankan almarhum kakaknya pernah berbicara kepada dirinya untuk mengembalikan utang piutang yang digunakan untuk berobat ke Singapura.

“Saat itu saya katakan tidak usah dan pakai saja dulu mengingat kondisi almarhum kala itu. Kalau sembuh baru dikembalikan. Dana itu tidak jadi dipakai. Sudah dipesankan oleh almarhum ke admin toko, slip setoran sudah ditandatangani, cek sudah ditandatangani, pesannya waktu itu ke Ibu Kadek, kalau almarhum meninggal uang ini transferkan ke rekening adik saya. Itu disampaikan secara lisan. Kepala Bank Maspion Denpasar waktu itu, Ibu Ratna juga menerima wasiat lisan seperti itu,” bebernya.

Untuk masalah di Polda Bali karena Disdukcapil Denpasar mengeluarkan akta kematian terus mereka urus surat waris, makanya dirinya dituntut. Tuntutan mereka yang di BCA, yakni Rp900 juta plus yang di Maspion Rp 1,175 miliar, itu uang toko, bukan untuk saya. Sebagian untuk utang berobat di Singapura.

“Sebagai adik kandung dirinya mengetahui pengeluaran almarhum selama berobat di Singapura dan diberikan kepercayaan mengurus toko UD Putra Tehnik. Mereka tahu itu adalah uang perusahaan; bukan uang untuk mereka atau untuk saya,” pungkasnya. (007)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.