RUTENG | patrolipost.com – Sistem adat di Manggarai terbilang lengkap karena berbagai hal tidak luput dari aturan secara adat. Mulai dari acara adat syukuran (penti, hang rani dan kalok) hingga acara kedukaan seperti ada warga yang meninggal.
Dalam aturan adat Manggarai, jika ada warga yang meninggal, maka keluarga atau warga lain akan memanggil orang-orang yang sedang berada di kebun atau sawah agar berhenti bekerja dan kembali ke kampung. Selanjutnya, warga akan berbondong-bondong menuju rumah duka dengan membawa sumbangan uang dan beras dengan jumlah seikhlasnya.
“Kemudian, saat seseorang warga yang meninggal sudah dikuburkan, maka dua hari setelahnya ditetapkan sebagai hari berkabung yang disebut pireng,” papar Berrnadus, salah satu tokoh adat di Lambaleda Selatan, Manggarai Timur, Rabu (3/7/2024).
Pada waktu pireng tersebut, warga dilarang oleh kepala kampung untuk bekerja di kebun ladang atau sawah, karena nantinya akan berpengaruh pada produksi hasil pertanian.
Menurut tokoh adat tersebut, berkabung dibagi jadi dua hari masing-masing ada maknanya.
Pireng Melo, pada pireng hari pertama ini, pelanggaran akan mengakibatkan tanaman-tanaman di sawah, kebun dan ladang akan layu.
Kemudian, pireng hari kedua disebut pireng ‘Botek’. Pelanggaran pada hari berkabung yang kedua tersebut akan mengakibatkan tanaman mati dan lapuk hingga ke akarnya.
Pelanggaran terhadap larangan pada hari berkabung tersebut akan langsung dirasakan dan berdampak pada gagal panen. Tanaman padi akan layu, mati dan lapuk setelah ditanam, begitupun tanaman lainnya. (pp04)