BANGLI | patrolipost.com – Pj Gubernur Bali SM Mahendra Jaya mengungkapkan, masalah stunting pada balita bukan hanya persoalan kesehatan, tetapi juga menyangkut ketidakadilan sosial. Hal itu diungkapkan oleh Mahendra Jaya saat menghadiri acara Kolaborasi Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting bersama mitra kerja tahun 2024, yang digelar di Desa Suter, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Sabtu (21/12/2024).
Asupan gizi yang tidak memadai dan pola asuh yang salah menjadi faktor utama yang menghambat tumbuh kembang balita, sehingga berpotensi merugikan masa depan anak-anak tersebut. Masalah ini, lanjutnya, mencerminkan kualitas hidup keluarga yang terpengaruh oleh faktor ekonomi dan pendidikan.
“Di daerah dengan prevalensi stunting yang tinggi, kita melihat masih banyak keluarga yang kualitas hidupnya kurang, yang berdampak pada kebahagiaan mereka. Ini juga berkaitan dengan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah,” kata Mahendra Jaya.
Pemprov Bali terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah kemiskinan dan stunting atau gizi buruk. Salah satunya dengan meluncurkan aplikasi Sistem Monitoring Pencegahan Kemiskinan dan Stunting (Sigenting). Platform ini bertujuan untuk mendata, mengukur, memantau, mengevaluasi, dan memberikan intervensi pada balita atau keluarga yang berisiko stunting dan kemiskinan ekstrem.
Sigenting mengintegrasikan berbagai data lintas sektor, termasuk pendataan keluarga berisiko stunting, pencatatan gizi balita, serta data kemiskinan ekstrem.
“Dengan aplikasi Sigenting, kita dapat mengakses data stunting di Bali secara real-time, untuk mendapatkan informasi yang valid dan akurat dalam memastikan program intervensi yang tepat,” jelas Mahendra Jaya.
Mahendra Jaya mengungkapkan, hasil survei Kesehatan Indonesia 2023 yang menunjukkan penurunan prevalensi stunting di Bali menjadi 7,2%, turun 0,8 poin dari tahun sebelumnya.
“Hal ini menandakan Bali sebagai provinsi dengan tingkat stunting terendah di Indonesia, berkat upaya kolaboratif yang dilakukan oleh berbagai pihak,” ucapnya.
Sebagai bagian dari komitmen Pemprov Bali dalam penurunan stunting, pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71,8 miliar untuk program Percepatan Penurunan Stunting tahun 2024.
Dana ini akan difokuskan pada intervensi di 166 desa yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Bali. Selain itu, telah dibentuk 3.327 Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari tenaga kesehatan, kader PKK, dan kader KB, yang bertugas mendampingi keluarga berisiko stunting.
“Meskipun Bali merupakan daerah dengan tingkat stunting terendah di Indonesia, kita tetap bekerja lebih baik lagi untuk menghilangkan atau setidaknya menekan seminimal mungkin angka prevalensi stunting di Bali,” kata Mahendra Jaya.
Pj Gubernur Bali juga memberikan dukungan terhadap program Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN), yakni Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting). Gerakan ini bertujuan untuk memberikan bantuan gizi dan edukasi kepada keluarga yang memiliki balita berisiko stunting.
“Dengan prioritas pada keluarga berisiko stunting yang miskin, saya mengajak kita semua untuk Ngrombo mengentaskan kemiskinan ekstrem dan stunting untuk mewujudkan generasi Bali yang sehat, cerdas, kuat dan bebas stunting,” ujarnya.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr Wihaji mengatakan, pengentasan stunting memerlukan sinergitas serta kerja sama seluruh komponen masyarakat.
“Upaya penanganan stunting di tiap daerah berbeda, disesuaikan dengan kondisi serta budaya dari daerah masing-masing,” kata Wihaji.
Wihaji juga mengapresiasi langkah Pemprov Bali untuk mengengentaskan kemiskinan dan staunting di seluruh wilayah Bali. Pada kesempatan tersebut, dilakukan penyerahan bantuan sembako secara simbolis kepada keluarga berisiko stunting, serta penandatanganan Komitmen Partisipasi Peduli Stunting oleh Orang Tua Asuh.
Penandatanganan dilakukan oleh Bupati Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta, Bendesa Agung Majelis Desa Adat, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, Anggota DPRD Kabupaten Bangli Made Diksa serta Ketua IDI Cabang Bangli, dr IB Udayana Hanggara. (pp03)