PKB 2025, Sekaa Gong Kebyar Anak-anak Panji Gita Semara Budaga Tampil Memukau

seke gong anak 222222
Sekaa Gong Kebyar Anak-anak Panji Gita Semara, Desa Adat Budaga, Kelurahan Semarapura Kauh, tampil memukau dalam parade Pesta Kesenian Bali (PKB) di panggung terbuka Arda Candra Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Minggu (22/6/2025). (ist)

SEMARAPURA | patrolipost.com – Sekaa Gong Kebyar Anak-anak Panji Gita Semara, Desa Adat Budaga, Kelurahan Semarapura Kauh, Kecamatan Klungkung tampil memukau dalam Parade Gong Kebyar Anak-anak pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 Tahun 2025 di panggung terbuka Arda Candra Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar, Minggu (22/6/2025).

Penampilan Sekaa Gong Kebyar Anak-anak Panji Gita Semara Budaga ini mendapat apresiasi dari Bupati Klungkung yang dalam hal ini diwakili oleh Asisten Administrasi Umum (Asisten 3) Pemkab Klungkung Dewa Gde Darmawan, dan dihadiri Asisten 1 dan Kepala OPD Pemkab Klungkung beserta jajarannya.

Tampil bersama Duta Kabupaten Bangli, Sekaa Gong Anak-anak Panji Gita Semara, Desa Adat Budaga, menyuguhkan tiga penampilan di hadapan ribuan penonton dikalangan Terbuka Arda Candra. Diawali dari penampilan Tabuh Kreasi “Budha Aga” Buda Aga sebuah karya tabuh kreasi yang coba direpresentasikan oleh penanta, dengan menggambarkan perjalanan spiritual dan intelektual manusia menuju puncak kedewasaan batin. Buda berarti akal pikiran, dan Aga berarti tempat atau puncak. Gabungan keduanya mencerminkan sebuah tempat sakral bernama Budaga, sebuah simbol ruang perenungan, di mana akal budi dan pikiran manusia diuji, ditempa, dan dimurnikan.

Garapan ini merepresentasikan transformasi manusia dari kebimbangan dan kekacauan pikiran menuju keseimbangan dan kebijaksanaan. Alur musikal berkembang dari dinamika yang kompleks dan penuh ketegangan, mencerminkan pergolakan batin, menuju pola-pola ritmis yang lebih harmonis sebagai simbol pencapaian kedewasaan spiritual.

Buda Aga juga bisa dimaknai sebagai figur pendeta yang menjaga dan menetap di suatu wilayah suci. Sosok ini menjadi penjaga nilai-nilai luhur, penuntun generasi menuju terang pikiran dan kejernihan hati. Dalam semangat itu, garapan ini tidak hanya menjadi ekspresi musikal, tetapi juga sebuah penghormatan terhadap warisan kebijaksanaan lokal yang terus hidup dalam denyut budaya Bali, khususnya diwilayah desa Adat Budaga.

Penampilan kedua menampilkan tari “Tari Cilinaya” di dalam tradisi Bali, Cili adalah lambang kecantikan. Tarian ini melukiskan sekelompok wanita cantik dengan gerakannya yang lemah gemulai, sedang menari-nari sambil bersukaria mempertontonkan kecantikannya. Berbeda dengan banyak tari Bali lainnya yang lebih menonjolkan delik mata yang tajam, tarian ini dibawakan secara riang gembira dan penuh dengan senyuman. Tarian ini juga menonjolkan sisi keanggunan gerakan dari para penarinya. Terinspirasi dari ornamen “cili” yang terdapat pada lamak Bali yang digunakan tatkala ada upacara adat atau agama. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Dibia dengan Pembina Tari: Agung Putra Dalem dan Pembina Tabuh: Gung Agus Putu Andre.

Penampilan memukau yakni Dolanan “Tung Tang Tung Ting” yang ibaratkan kertas putih, sebuah proses pembelajaran pada sekolah untuk membentuk kualitas dan juga jati diri anak-anak tergantung pada sistem pendidikan, pengajar, dan juga karakter anak itu sendiri. Kesalahan konsep pendidikan akan menentukan bagaimana hasil daripada pendidikan tersebut. Begitu juga sebaliknya, karakter anak-anak yang memang sedang berada dalam lingkungan negatif dan pengaruh yang tidak baik juga menentukan hasil daripada pendidikan tersebut. Pentingnya pengawasan orang tua ketika anak-anak berada di luar jam sekolah juga sangat menentukan sebuah hasil dari semua tujuan itu.

Pengembangan dalam satu bidang, fokus dalam satu bakat yang dimiliki oleh anak-anak akan menentukan jati diri dan masa depan anak itu sendiri. Seperti Desa Adat Budaga. Sampai saat ini, kesenian, budaya, dan tradisi yang masih sangat ajeg mempengaruhi karakter, minat, dan bakat anak-anak di lingkungan Desa Adat Budaga untuk masih bergelut dan menggemari kesenian tradisional warisan leluhur, untuk dipelajari dan dilakoni agar tetap ajeg dan lestari. Dengan Penata Tari: Wah Lanyuk dan Yuda Pramada, Penata Tabuh: Agung Arys Prayoga dan Koordinator: Kadek Alit Ratmaja. (855)

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *