JAKARTA | patrolipost.com – Polisi membongkar praktik prostitusi berkedok kawin kontrak di Kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Lima pelaku diciduk bersama 10 wanita ‘sewaan’ yang kebanyakan berstatus janda.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo mengatakan, kasus perdagangan orang di Puncak Bogorini bermodus memberikan layanan kawin kontrak atau jasa prostitusi di daerah Puncak dan Jakarta.
“Jadi para korban dipertemukan dengan tamu atau pengguna yang merupakan WN Arab yang ingin melakukan kawin kontrak ataupun ‘booking out short time’ di villa daerah Puncak atau di apartemen di kawasan Jakarta Selatan,” kata dia dilansir Antara, Jumat (14/2/2020).
Kasus ini terungkap bermula dari informasi beredarnya video di situs berbagi Youtube yang menawarkan adanya ‘wisata seks halal’ di Puncak, Bogor. “Video ini beredar ke internasional bahkan ada testimoni dari para korban,” katanya.
Polisi kemudian menyelidiki dan menangkap lima tersangka, yakni NN (penyedia perempuan), OK (penyedia perempuan), HS (penyedia pelanggan WN Arab), DO (menyediakan sarana transportasi dan membawa korban untuk “disewa”) dan AA (yang membayar perempuan untuk “disewa”).
“Tersangka NN dan OK ini mucikari atau penyedia perempuan. Tersangka HS penyedia konsumen, yakni para WN Arab. Korban dibawa oleh NN dan OK, lalu menggunakan mobil yang dikendarai oleh DO, korban diantar ke HS yang menunggu di villa,” tutur dia.
Dari kelima tersangka, penyidik menyita barang bukti berupa enam telepon seluler, uang tunai Rp 900 ribu, “print out” pemesanan vila dan apartemen, “invoice”, paspor, dan dua “boarding pass”.
“Berdasarkan pengakuan para tersangka, praktik ini terjadi sejak 2015. Khusus untuk kawin kontrak, Ferdi menjelaskan proses kawin kontrak hanya formalitas semata tanpa ada dokumen apapun.
“Saat kawin kontrak memang ada penghulu dan saksi. Tapi itu penghulu dan saksi juga bukan dari pihak keluaga. Sopir pengantar korban bisa merangkap jadi saksi,” tutur jenderal bintang satu itu.
Terakhir Ferdi menyampaikan tarif untuk kawin kontrak, yakni Rp 5 juta untuk tiga hari dan Rp 10 juta untuk satu minggu.
Atas perbuatannya kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 UU No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara, maksimal 15 tahun penjara. (807)