JAKARTA | patrolipost.com – Bareskrim Polri membongkar sindikat pemalsu oli kendaraan di Gresik dan Sidoarjo, Jawa Timur. Polisi menyebut omzet yang diraup sindikat ini sekitar Rp 20 miliar per bulan.
Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan ada 9 lokasi yang digunakan sebagai tempat produksi oli. 9 lokasi ini berada di Gresik dan Sidoarjo.
Ramadhan mengungkap cara sindikat tersebut memproduksi hingga memasarkan oli palsu tersebut. Mereka menggunakan sejumlah bahan kimia untuk membuatnya.
“Dengan menggunakan mesin blending, cairan oli, pewarna kimia, zat kimia pelarut atau etilen glicol, tanpa uji lab juga menggunakan mesin kemas, cetak, dan printing label tutup botol kardus dan segel yang terdapat persamaan kepada keseluruhannya dengan merek dagang terkenal, seperti Honda, Yamaha, Pertamina, dan lain-lain,” ucapnya.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Hersadwi Rusdiyono mengatakan sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut. Mereka adalah AH, AK, FN, AL, dan AW.
“AH ini pemilik usaha, kemudian Saudara AK pemilik usaha, Saudara FN pemilik usaha, Saudara AL alias TOM ini bagian operasional, dan kelima adalah Saudara AW ini juga bagian operasional,” jelasnya.
Pengungkapan kasus dilakukan pada, Rabu (24/5) lalu. Akibat perbuatannya, kelima tersangka dikenai pasal berlapis. Berbagai barang bukti berupa barang hasil produksi, bahan baku produksi, dan peralatan produksi turut disita.
“Untuk kasus ini dipersangkakan beberapa pasal, yang pertama Pasal 100 ayat 1 dan/atau ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis yang ancaman hukumannya 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar,” ujarnya.
“Kemudian Pasal 120 ayat 1 juncto Pasal 53 ayat 1b UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar. Kemudian, pasal berikutnya yang kami persangkakan yaitu Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf a dan d UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” sambungnya.
Omzet Rp 20 Miliar Per Bulan
Dalam produksinya, mereka bisa menghasilkan 312 ribu botol setiap harinya. Ratusan ribu botol itu didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Produksi oli palsu tersebut telah dilakukan selama 3 tahun sejak 2020. Belum ditemukan adanya unsur pencucian uang dalam kasus pemalsuan oli tersebut. Apabila menemukan ada indikasi pencurian uang, pihaknya akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
“Jadi untuk penanganan kasus ini, apabila ini nanti persangkaannya tindak pidana pencucian uang, tentu kami akan koordinasi dengan PPATK. Karena itu merupakan satu alat bukti yang diperlukan di dalam pembuktian kasus TPPU. Saya kira demikian,” ucapnya.
Polisi mengungkap bagaimana kelimanya bisa membuat oli palsu tersebut. Sindikat ini ternyata punya laboratorium sendiri.
“Ya jadi mereka belajarnya dari, ini kebetulan yang kita amankan ini memiliki usaha resmi, produksi oli juga. Dia tentunya ada, sudah memiliki dan punya laboratorium sendiri,” kata Hersadwi.
Laboratorium tersebut digunakan untuk melakukan uji kadar pembuatan oli palsu. Proses pembuatan juga salah satunya dilakukan di sana.
“Laboratorium tersebut untuk menguji kadar daripada kandungan dalam oli tersebut. Termasuk juga harumnya, wanginya, daripada oli itu, ini dicampur di situ. Artinya, tentunya mereka pelajari ini sampai bisa membuat oli tersebut,” ucapnya.
Terkait dari mana kelima tersangka memperoleh bahan baku pembuatan oli palsu tersebut, polisi masih melakukan pendalaman.
“Untuk sementara kita masih dalami oli ini dapat di mana. Karena terkait based oil, kemudian ada zat EG, dan sebagainya, ini sedang kita dalami dari mana mereka peroleh,” tuturnya.
Dia mengatakan praktik pemalsuan oli kendaraan tersebut akan berdampak ke berbagai pihak. Di antaranya pemilik merek yang dipalsukan dan konsumen pemilik kendaraan bermotor.
“Dengan adanya pemalsuan berbagai merek ini, tentunya akan berdampak kerugian terhadap pemilik merek resmi. Juga merugikan terhadap konsumen yang menggunakan merek-merek oli yang palsu ini. Tentunya pemakaian oli palsu dalam waktu jangka panjang juga akan merugikan konsumen, terutama kerusakan pada mesin kendaraan,” ujarnya. (305/dtc)